Part
8
Suasana
Rumah Sakit tak ubahnya seperti Mall selalu ramai di jam sibuk setiap harinya,
pasien dengan penyakit yang bermacam macam memenuhi antrian loket. Bagas
menghentikan mobilnya tepat di depan RS. Waluyo, ia nampak ragu untuk memasuki
wilayah Rumah Sakit itu meski kini jaraknya tidak lebih dari 300 m
“Nggi,
kamu ada praktek hari ini? Akhirnya pesan ia kirimkan ke nomor Anggi
“Ada
ataupun nggak ada jadwal praktek, bukankah saya harus selalu stand by di RS. Ah
nasibku kok ya begini amat Gas, semua karena kamu nih. Kenapa, tumben nanya?”
balas Anggi cepat
“Nggak
apa apa, nanya doang”
“Lha,
kamu mau ngontrol aku, sejak kapan?”
“Jangan
cerewet, kamu di ruang kerja kan?”
“ini
jam berapa Gas, ya jelas saja aku di ruang kerja. Pasienku masih banyak, tolong
jangan ganggu aku kalau nggak mau ada yang brojol karena emosi nunggu giliran
periksa”
Bagas
tersenyum membaca jawaban Anggi, dimasukkan kembali hand phonenya ke dalam saku dan
dalam satu kali tarikan nafas dia menginjak pedal gas memasuki area parkir
Waluyo
‘Dengan penampilanku
saat ini,
pasti tidak akan ada
yang tahu aku disini’
Bagas
merapikan dirinya dengan melihat kaca spion, ia pakai rayben andalannya,
penampilan yang sama sekali tidak mengenal kemeja dan dasi lengkap dengan sneaker membuatnya lebih
sporty dibandingkan biasanya yang selalu serius lengkap dengan stetoskop dalam
saku ataupun lehernya.
Diluar
dugaan, sedetik dia membuka pintu mobil justru pandangan mata seakan mengarah
padanya. Setelan Polo Tsirt hitam
berlengan panjang yang ditarik sesiku dan jeans di tunjang oleh proporsi
badannya yang tegap membuat dia nyaris sempurna dimata kaun hawa, sedikit
menundukkan kepanya Bagas melangkah memasuki Rumah Sakit dan segera menuju ruang
SpOG dimana Anggi berada, beberapa ibu hamil duduk di depan ruangan, tanpa
menunggu apapun lagi Bagas segera memasuki ruangan
“Wuuuuih mimpi apa kamu datang kesini di jam ramai gini
Gas?”
Anggi nampak kaget melihat kedatangan Bagas yang begitu
tiba tiba tanpa pemberitahuan sebelumnya
memasuki ruang kerja saat masih ada pasien yang ia periksa.
“Bentar
ya Gas” Anggi melanjutkan pemeriksaan sedangkan Bagas memilih menunggu di sofa
yang ada di pojok ruangan.
“Jadi kamu tadi nelpon aku untuk ini. Tumben, ada apa?”
Anggi mendekati Bagas setelah pemeriksaan yang ia lakukan
selesai
“Aku cuma mampir aja Nggi, cuma mau nitip ini buat
Indira”
Bagas menyodorkan Paper Bag pada Anggi yang membuat Anggi
sedikit melebarkan senyumnya menggoda
“kenapa nggak kamu sampaikan aja sendiri, mungki
dia...... ehhmm ya udah deh taruh disini dulu, jam segini pasti dia lagi
Visite. Apaan ini Gas?”
Anggi sedikit memperhatikan Paper bag yang Bagas
sodorkan, ia mencoba menjinjingnya dan sesaat kemudian dia mengangkat alisnya
sambil mengangguk anggukkan kepala lalu menatap
Bagas yang berekspresi datar
“Well,
the mission will be executed” Anggi meletakkan paper bag diatas meja
“Apaan
sih, bukan misi kok.. hanya hadiah saja”
“Hadiah???
Lah buat aku mana… Ya Tuhan apa iya seumur hidup aku harus rela menerima ucapan
terima kasih doang Gas. Jahat kamu”
Anggi
menarik nafas dalam lalu bergaya lemas menjatuhkan dirinya di sandaran sofa,
Bagas memukul bahu Anggi pelan mendengar keluhan sepupunya
“Sus, Pasien selanjutnya ya” Perintah Anggi pada assisten
yang membantunya dengan memasang muka betenya
“Baik Dokter” jawab perawat singkat
“Oooo jadi kamu ngusir nih...” Bagas berdiri dari duduknya dan mengambil note book
yang ada di meja kerja Anggi, menuliskan sesuatu kemudian membuka Paper Bag yang
ada di hadapan Anggi
“kamu datang di jam yang nggak tepat, Gas. Pasienku masih
banyak, kalau kamu mau nunggu ya nggak apa apa sih, cuma maaf aku harus
selesaikan tugasku dulu”
“Okelah... aku juga nggak bisa lama disini. Aku balik
dulu ya, tapi jangan lupa ini disampaikan”
“Eh.. aku musti bilang titipan
ini dari siapa, apa aku bilangg dari pangeran hatinya
kali ya?” Anggi menghentikan langkah Bagas tepat di depan pintu
“hust ngawur kamu! nggak usah bilang apa apa, sudah ada pesan di dalamnya”
“ooooooh begitu siap
Bos.... hahahahaha by the way Gas, sepertinya misiku berhasil ya?” Bagas hanya
tersenyum menimpali godaan Anggi sambil melambai berlalu dibalik pintu ruang
kerja Anggi bersamaan dengan seorang ibu muda yang memasuki ruang periksa.
***
Rumah sakit mulai lengang, jam istirahat siang ini
sepertinya akan Anggi habiskan untuk merebahkan dirinya melemaskan otot ototnya
setelah sekian banyak pasien yang ia tangani.
“Sus, tadi yang terima siapa?” tanya Anggi memastikan
kiriman Bagas sampai pada tujuannya
“Suster Mia, Dok”
“Oh... dr. Indira belum kembali?”
“sepertinya belum Dok”
“Oh ya sudah, terima kasih
ya” setelah menjawab pertanyaan Anggi, perawat itu
meninggalkan ruangan meninggalkan Anggi sendiri.
‘kemana
Indira, kenapa belum juga menghubungi aku,
apakah dia belum terima titipannya?’’ pertanyaan
pertanyaan itu membuat Anggi tidak bisa menikmati waktu rehatnya, ia membuka
lacinya hendak menghubungi Indira, tapi tak disangka telepon yang semula diam
berdering bersamaan dengan tangannya membuka laci
“hmmm...” jawabnya singkat
begitu membaca nama yang tertera di layar ponselnya, tapi tiba tiba dia menjauhkan ponsel dari kupingnya
“hmmm?? sejak kapan kamu
bersikap manis padaku, Nggi?” Indira bersuara
di seberang
“Aku??
Iiiiih mana sudi” Anggi masih cuek
dengan jawabannya
“Lah
ini apa? Sok sok an kirim Smoothies segala, suruh OB kirim teh anget saja aku
sudah seneng kok Nggi” Smoothies??
Anggi terdiam ‘ooooh jadi Bagas mengirim
smoothies, sweet juga tu orang, kirain lama nggak pacaran sudah lupa caranya
mengambil hati perempuan’ ada senyum mengembang di bibir Anggi
“kamu sudah baca pesannya?” lanjutnya menjawab rasa
penasaran Indira
“pesan?....
pesan apaan… ini ada hurup capital gede bener JANGAN DI BALIK”
“hahahahhaa
kamu Ndi, itu memang tulisanku?? Teliti lagi kek! buka dulu pesannya biar tahu
itu dari siapa. Pokoknya aku nggak ada
sangkut pautnya. Udah ah kamu gangguin istirahat aku aja”
Anggi menutup teleponnya dan sesaat dia hanya tersenyum,
ada kelegaan dan harapan dalam senyumnya. Ia rapikan meja kerjanya dan dengan
tenang merebahkan badannya di sofa yang ada di sudut ruangan. Beberapa menit berlalu, rumah sakit bukanlah tempat yang
tepat untuk beristirahat, bagaimanapun usahanya untuk menikmati ia tetap tidak
bisa tenang. Anggi mengambil tasnya dan ...
‘ting tung’ ada notif masuk dalam
ponselnya. Anggi mengacuhkan dan membuka pintu ruangan bermaksud untuk pergi,
tapi…
“Ndi,
ada apa, kamu mau kemana?” sapa Anggi sedikit cemas melihat ekspresi Indira
yang berbeda dari biasanya. Anggi yang melihat Indira berjalan cepat seakan
memburu sesuatu melintasi ruangannya menuju parkiran membuatnya ikut panik
“jawab
saja pesanku segera” singkat Indira menanggapi Anggi dan terus melangkah
semakin jauh meninggalkan sahabatnya, semakin jauh dan hilang dari pandangan
Anggi.
Anggi
merogoh saku blazer yang ia pakai, ternyata notif yang masuk adalah pesan dari
Indira. Tanpa ragu ia membuka pesan yang masuk sambil berjalan mencoba mengejar
Indira, tapi sayang sesampainya Anggi di parkiran nampak mobil Indira sudah
keluar dari pintu gerbang Rumah Sakit.
’Nggi, tolong nomor
ponselnya Bagas ya, penting!’
Setelah
membaca pesan singkat Indira, Anggi menatap lurus gerbang Rumah Sakit … pandangannya
terlihat sangat cemas
‘ada apa dengan kamu
Ndi? sekian lama hidupmu begitu tenang. Apakah kini aku justru mengusik
ketenangan yang kamu cari dengan menghadirkan Bagas’
Huft…
Anggi menarik nafas panjang, ia masukkan kembali ponselnya dalam saku dan dia
melangkah kembali ke ruangan kerjanya, rasanya keputusan untuk keluar mencari
angin segar adalah keputusn yang paling tepat. Segera setelah memastikan
pekerjaannya telah usai dan mengambil tasnya, Anggi bergegas melangkah menuju
parkiran. Di balik kemudi sebelum ia meninggalkan area parkir, ia kembali
mengingat pesan Indira yang belum ia balas
“Dimana
kamu sekarang Ndi?” tanya Anggi dalam teleponnya
“Cepat
berikan nomor Bagas, Nggi. Aku butuh bicara sama dia”
“Tapi
kamu sekarang lagi dimana?”
“Nggak
penting dimana, berikan saja nomornya”
“Indi…
aku nggak tahu apa yang terjadi sesungguhnya, tapi aku kira kamu menjadi aneh
karena paket itu. Apa sih isinya selain smoothies seperti yang kamu bilang
padaku?”
“Nanti
aku akan ceritakan semuanya, tolong saat ini aku perlu ketemu dengan dia.
Please Nggi… kumohon”
“hmmm
okelah aku akan kirimkan, tapi aku mohon juga sekali lagi, pikirkan apa yang
akan kamu lakukan dengan benar. Apapun isi dari paket itu, pastinya Bagas tidak
ada maksud buruk padamu. Aku bisa pastikan itu”
“hmm”
Tutup
Indira dingin dan beberapa detik kemudian pesan dari Anggi masuk ke ponselnya. Tanpa
membuka isi pesan itu, Indira terus memacu mobilnya menuju pusat kota
***
Sementara
itu Anggi masih bertahan di dalam mobilnya dan sibuk menata pikirannya akan
bayang bayang ekspresi Indira yang ia lihat sebelum sahabatnya itu meninggalkan
Rumah Sakit dan mengabaikan dirinya. Tangan Anggi terus memutar mutar ponselnya
mewakili perasaan bingung tentang apa yang harus ia lakukan.
‘Om Satya? Apa kali ini
aku harus melibatkan Om Satya sekali lagi. Oh tidak!! Pertanyaan Om Satya
tentang Tama sudah membuat aku bingung, lantas jika beliau menanyakan alasan
kebingunganku apa yang harus aku jelaskan. Stop Nggi, stop it. Ini urusan
mereka, biarkan mereka menyelesaikan dengan cara mereka sendiri’
“Ah
bodoh. Come On Anggi… let,s go!”
Anggi
menenangkan dirinya sendiri dengan mencoba menyingkirkan semua rasa hawatir
yang menyelimuti hati dan pikirannya
“Ah
ini gila!!! Oh God, give me reasons! Why? Why i can’t ignore them…. Huh gila
gila gila”
Anggi
menepikan mobil sedan yang ia kemudikan, matanya terpejam sesaat dan….
“Gas,
kamu dimana? Jawab segera, penting!”
Beberapa
saat Anggi semakin panik karena pesan yang ia kirimkan pada Bagas tidak juga
dibalas. Menundukkan wajahnya pada setir mobil, memejamkan matanya dan
bersandar tidak mengurangi stresss yang kini ia rasakan.
‘kamu lagi ngapain sih
Gas? Ah apa di telepon aja… tapi aku ngomong apa? Mikir mikir mikir… ayolah
Nggi, kamu pasti menemukan jawaban’
Anggi
menghidupkan kembali mesin mobilnya berniat meninggalkan segala stress yang
melandanya di tepi jalan itu, tapi tiba tiba ponselnya berdering.. tanpa
melihat siapa yang menelponnya, ia memberikan jawaban…
“Lama
amat sih Gas?”
“Emang
kenapa, ada apaan sih?” untung benar itu adalah Bagas, tanpa membalas pesan
Anggi, Bagas justru menghubunginya
“Kamu
dimanaaa??” Anggi terus menanyakan posisi Bagas saat ini
“Dimana
lagi?”
“Rumah
Sakit? Di rumah? Dimana?”
“Kamu
kenapa sih Nggi, ada apa?... aku di rumah”
“huft…
aku hampir gila karena kamu. Kamu kasih…..”
Anggi
mengurungkan pertanyaan yang hendak ia lontarkan pada Bagas, ia merasa tak
punya hak untuk masuk terlalu dalam pada urusan pribadi Bagas meskipun dia
sepupunya dan dirinya yang memperkenalkan Indira pada dokter bedah itu
“ya
sudahlah… aku cuma mau kasih tahu kamu kalau akan ada orang yang menemuimu. Aku
mohon kamu bisa bersikap bijak. Jadi siapkan dirimu. Itu saja!” tut tut tut….
“Anggi…
Nggi?”
Anggi
menutup teleponnya sementara Bagas masih dibuat bingung dengan semua yang
dibicarakan oleh Anggi
‘Aku sepenuhnya percaya
padamu Tuhan, aku hanya jalan buat mereka untuk bertemu. Semua keputusan ada
ditangan mereka. Ya Indira bukanlah orang yang mudah mengikuti emosinya…
semuanya akan baik baik saja. Pasti!’
“Pasti!”
Dengan
anggukan yakin Anggi segera melaju dan sedan hitam itu membawanya pulang.
**
Dipesimpangan
jalan Indira kebingungan, ia merasa ragu akan apa yang akan ia lakukan, setelah
lepas dari traffic light, ia menepi…
mesin mobil dimatikan dan ia meraih ponsel. Ia membuka pesan dari Anggi… sesuai
permintaannya, satu nomor telepon Anggi kirimkan tanpa banyak kalimat dan
pertanyaan
“+62857 4854 4582 ini
nomor Bagas. Apapun masalahmu dengan dia, jangan terbawa emosi”
‘Emosi?? Bukan… ini
bukan emosi Nggi, aku hanya tidak akan membawa Bagas dalam masalahku secara
sepihak. Aku akan berbuat adil padanya. Meski ini terlalu dini, namun aku
berpikir ini akan jauh lebih baik dari pada aku hanya diam dan menerima tanpa
melakukan apapun’ gemuruh hati Indira
mencari pembenaran
“Ya,
ini lebih baik dari pada tidak sama sekali. Terluka meskipun tanpa sengaja akan
tetap terasa sakit, dan aku tidak mau itu”
Indira
yakin dengan keputusan yang ia ambil, dengan segera ia menghubungi nomor yang
Anggi berikan, nomor Bagas.
Beberapa
saat menunggu dan…..
Don't Miss It :
Part 7 : HOLD MY HAND
Part 6 : HOLD MY HAND
Part 5 : HOLD MY HAND
Part 4 : HOLD MY HAND
Part 3 : HOLD MY HAND
Part 2 : HOLD MY HAND
Part 1 : HOLD MY HAND
Tidak ada komentar:
Posting Komentar