Seberapapun aku mencoba untuk menepisnya, maka
jawabannya akan tetap sama. Ini gila, itulah kata pertama yang muncul saat aku
mulai sadar betapa anehnya situasi yang aku hadapi kini, dari sekian banyak
kepingan masa lalu yang kucoba untuk menepisnya kenapa Prasta yang harus hadir
kembali di hidupku kini. Memilih untuk mengabdi di kota kecil ini adalah bentuk
pelarian yang paling besar keberhasilannya aku rasa, tapi kenapa justru setelah
sekian tahun berlalu dengan harapan baru, justru dia kembali hadir dihadapanku
tak ubahnya seperti hadiah lottere yang tiada terduga.. "kenapa Ndy,
nglamun?" sapa Anggi sore ini membuyarkan lamunanku, aku tersenyum tak
memberikan jawaban apapun. Seandainya Anggi mengetahui alasanku menghabiskan waktu
di ruang praktek seorang diri pasti dia juga akan memberikan komentar yang
sama... "gila"
*flashback
"sudahlah Ndy, sia sia semua usahamu.
Kamu dengar semuanya kan. Dia akan menikah" "buka hatimu untuk
harapan baru, Tama tak akan mengingat apapun tentangmu. Come On Baby..."
Anggi terus mengomel tanpa lelah untuk merubah pendirianku, untuk menggoyahkan
penantian panjangku terhadap Prasta... Sahabat juga orang yang meluluhlantahkan
semua kesabaran yang aku punya. Seseorang yang selalu hadir dan pergi dalam
duniaku tanpa diminta, mengawali dan mengakhiri tanpa kata pamit. "aku
yakin kabar itu tak benar Nggi, dia sudah berjanji padaku" "Kamu
percaya dengan janji seorang Pria?... Bukan, dia bukan seorang Pria... Dia
hanya seseorang yang bermulut manis tak ubahnya seorang wanita yang pandai
memainkan lidahnya untuk memyiram hatimu yang gersang" "jangan
naif... Dia bahkan tak mengerti pengorbananmu dibalik kata persahabatan, dia
tak akan pernah mengerti itu, kalau dia pintar harusnya dia bisa memahami bukan
seperti ini" "sudahlah Nggi, aku percaya Prasta pasti punya alasan
dibalik sikapnya ini"
*back to reality
"Ndy, besok jangan lupa ya...
Kali ini aku harap kamu nggak menghindar lagi, dia juga seorang dokter"
"hmm" Jawabku ringan pada rencana gila Anggi menjodohkanku dengan
sepupunya. Umurku memang tak muda lagi, tapi menikah benar-benar jauh dari
bayanganku saat ini. Entahlah, tapi yang jelas ini bukan trauma, mungkin caraku
melindungi diri saja. **
Rambut terurai dengan dress mini warna pastel dan high
heels ini sungguh jauh dari dandanan harianku, sesuai permintaan Anggi bahwa
aku harus berpenampilan beda. Berbekal foto yang Anggi kirimkan via BBM aku
memasuki restoran tempat pertemuan direncanakan. Meja yang menghadap ke sisi
taman sedikit terpisah sengaja Anggi pilihkan mengingat pribadiku yang tak
menyukai keramain. Mendekati meja yang dipesan, aku sedikit kebingungan..
Disana tak ada meja kosong ataupun tanda tanda seseorang menunggu kedatanganku,
meja yang dipesan atas nama "Bagas" pun tampak terisi oleh
pengunjung.. Disana ada dua orang pria tengah berbincang, ragu aku mulai
mendekat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar