Part 5
Tak ada jadwal jaga bukanlah hari yang benar-benar
bebas merdeka bagi seorang dokter. Kapanpun, ada ataupun tidak ada jadwal dia
harus terus siaga kapanpun tenaganya dibutuhkan. Begitupun dengan Bagas,
seharusnya hari ini ia bisa menghabiskan waktu liburnya di rumah atau berkumpul
dengan teman-temannya, sayang diluar dugaan bahkan sebelum ia benar-benar
terjaga dan kesadarannya kembali ia mendapatkan panggilan dari sejawatnya yang
bekerja di Rumah Sakit tempatnya mengabdikan diri
"Dokter Raihan, apakah
Anda bisa datang ke Rumah Sakit hari ini?" suara dr. Mayang diseberang
sana dengan nada lemah.
"Ya, ada apa Dokter... Ada yang serius kah?"
"Maaf Dokter, ini urgent. Sekali lagi saya minta maaf. Saat ini saya
berada di RS. Waluyo dan sedang mendapatkan penanganan medis" Bagas
tersentak dan menyingkirkan selimut tebal yang menutupi tubuhnya
"mendapatkan penanganan medis, apa yang terjadi Dokter?"
"ceritanya panjang Dok, yang jelas saya tidak bisa datang ke Rumah Sakit,
kalaupun bisa bukan sebagai dokter melainkan pasien Anda karena saya tidak bisa
melakukan operasi dengan tangan yang dibalut kain perban kan?" Bagas
terdiam sesaat mencoba menelaah kalimat rekannya
"seharusnya pagi ini saya
ada jadwal 2 kali operasi, tapi sekali lagi saya tidak bisa berbuat apa-apa
selain melemparkan tanggung jawab kepada Anda. Tolong dr. Raihan, jika
memungkinkan penundaan operasi maka saya akan lakukannya, tapi saya tidak bisa
menjadikan nyawa pasien menjadi taruhan, tolong dr. Raihan"
"baiklah,
tapi sebenarnya apa yang terjadi pada Dokter?"
"setelah semuanya
selesai diurus, maka Dokter akan tahu apa yang terjadi pada saya. Sesegera
mungkin saya akan dipindahkan ke RS. Medika untuk mempermudah jangkauan orang
tua"
**
Operasi pertama telah terlewati dengan baik, Bagas
menyandarkan badannya di ruang peristirahatannya. Matanya terpejam sesaat
melepaskan lelah
"untung dr. Mayang tidak luka parah"
"iya, baru
saja beliau dipindahkan kesini. Tapi ya untuk beberapa operasi akan dilimpahkan
ke dokter lain karena lukanya"
'klek' Bagas membuka pintu ruangan, tampak
dua orang perawat tengah berbincang sambil mengecek catatan medis yang akan
diserahkan pada dokter yang akan melakukan visite pagi ini. Melihat Bagas
muncul dari balik pintu maka keduanya terdiam dan menganggukkan kepala tanda
hormat.
"operasi kedua jam berapa Suster?"
"satu jam lagi Dok,
di OK 3"
"oh terima kasih Suster" Setelah menanyakan jadwalnya
Bagas mengambil ponselnya dari dalam laci. Mendengar nama dr. Mayang disebutkan
rupanya membuatnya teringat pada Indira
"Ini Bagas Om" sapanya pada
seseorang yang ia hubungi
"ada apa Gas, tumben kamu telepon Om" jawab
dr. Satya, Dokter bedah di RS. Waluyo rupanya Bagas mulai terpancing oleh ide
Anggi
"Om tahu dr. Indira?"
"Indira Larasati? kenapa memangnya kalau
om kenal"
"bisakah Om membantuku ketemu dengan dia hari ini di
RS?"
"kamu mau kesini, serius??!"
"satu jam lagi aku ada
operasi, setelah itu aku akan kesana Om. Ada sesuatu yang harus aku bicarakan
dengan dr. Indira"
"Om nggak salah denger, dengan Indira?"
"iya Om, tapi Bagas harap kedatangan Bagas tidak diketahui disana"
"Om sudah paham, kamu tenang saja"
--
Sesuai dengan rencana, usai
melakukan operasi Bagas meluncur ke Waluyo. Satu jam lebih cepat dari jadwal
kerja Indira selasai. Dengan menggunakan rayben ia memasuki RS. Waluyo dengan
sedikit tertunduk langsung menuju ruangan dr. Satya
"Oh.. Kamu datang
beneran, Gas?!" Bagas tersenyum menjawab keterkejutan dr. Satya yang tidak
menyangka keseriusan permintaan Bagas, dr. Satya memandang penuh kecurigaan
pada Bagas, pandangan penuh selidik dengan senyuman membuat Bagas sedikit kikuk
"bukan Om, bukan seperti itu" dengan senyuman malu Bagas menjawab
rasa penasaran dr. Satya
"ini dr. Satya, apakah dr. Indira masih di
ruangannya" rupanya dr. Satya menghubungi ruang IGD tempat dimana ruang
kerja Indira berada
"masih Dok, Dokter ingin berbicara dengan dr.
Indira?"
"oh bukan, ini suster Mia?"
"ya, Dok"
"tolong jangan katakan apapun ke dr. Indira, tapi sampaikan pada saya saat
dr. Indira bersiap meninggalkan RS. ada seseorang yang ingin menemui dr. Indira
yang akan saya antarkan kesana jika jadwal jaga selesai"
"baik
Dokter" Gagang telepon diletakkan kembali, dr. Satya masih tetap dengan
mimiknya yang membuat Bagas salah tingkah
"santai saja Gas, Indira memang
sangat cantik. Seandainya Om masih muda pasti akan jatuh cinta juga pada
Indira" godanya kemudian
"Om....!" Bagas memprotes godaan dr.
Satya.
Dua ahli bedah bertemu maka suguhan diagnosa pasien
akan jadi menu paling menarik dan tidak akan cukup berapapun waktu untuk
berdiskusi. Tak terasa satu jam penantian Bagas terlewati begitu cepat sampai
akhirnya suara ketukan pintu oleh Suster Mia yang menyampaikan bahwa Indira
tengah bersiap pulang meyadarkan keduanya. Tanpa banyak kata, Bagas dan dr.
Satya meninggalkan diagnosa diagnosa yang mereka diskusikan.
"pake
kacamatamu dan tunggu di ujung jalan deket taman, aku akan membawa dokter
cantikmu kesana"
"Om.... Aaaah Om Satya salah, dia bukan gadisku,
Om"
"hahahhaaa" dr. Satya tidak memperdulikan penjelasan Bagas
dan justru terus berjalan menuju IGD untuk mendapatkan dr. Indira.
--
Gadis itu kini berada di depannya, berjarak beberapa
langkah darinya. Cantik, cantik sekali hanya kata itu yang memenuhi otak Bagas.
"Maaf bila terpaksa saya harus menemui Anda disini, tidak ada pilihan lain
selain meminta bantuan dr Satya untuk menemui Anda. Maafkan kelancagan saya
Dokter"
"Ah ya.... Tapi apakah kita pernah bertemu sebelumnya?.. Anda
mengenal saya, siapa ya?" Bagas tersenyum mendengar pernyataan wanita yang
kini seakan menghipnotisnya sehingga enggan untuk memalingkan pandangan,
suaranya begitu halus dengan intonasi rendah terdengar begitu merdu ditelinga
'wake up Gas, what happend with you' sejenak ia seperti terbangun dari sihir
dan tersenyum sendiri akan kebodohannya.
"hmmm... Kita pernah
bertemu??"
"Ah ya..... Eh maaf Dokter. Ya kita pernah hampir bertemu.
Hampir"
"hampir?" Bagas mempersilahkan Indira untuk duduk di
bangku taman Rumah Sakit itu.
"harusnya kita duduk di Merdeka untuk menikmati
menu mereka, sekali lagi maafkan saya jika harus memanfaatkan bangku taman
sebuah Rumah Sakit"
"Merdeka??? Ah..... Anda?!"
Indira
menggantung kalimatnya, dipandanginya pria itu dengan seksama mencoba
membandingkan sosok yang kini ada di depan matanya dengan foto yang masih ia
simpan di galeri ponselnya. Bagas membaca ekspresi Indira, ia tersenyum. Sesaat
suasana diantara keduanya serasa kaku, hanya senyum yang menghiasi wajah Bagas
dan Indira masih sibuk dengan pikirannya, mempertanyakan apa dan mengapa pria
ini menemuinya, apakah dia benar-benar mengharapkan mengenal dirinya ataukan
ini intervensi Anggi lagi, tapi kenapa dr. Satya terlibat dan bukan Anggi.
"dr. Indira"
sekali lagi Bagas menyebut nama Indira mencoba membuka
suara memulai perbincangan, perbincangan yang sejujurnya masih membuatnya
bingung harus dimulai dari mana dan tentang apa.
"dimanapun bukankah
hasilnya sama, Dok. Mau di Merdeka ataupun di bangku taman Rumah Sakit toh
judulnya juga belum berubah dari konsep yang dibuat oleh Anggia Kinanti"
Indira menutup kalimatnya dengan senyum yang di iyakan oleh Bagas.
"Maaf
untuk malam itu Dokter, hmmmm sejujurnya saya sudah disana... "
"Iya... Kenapa Anda pergi bahkan sebelum melihat saya, apakah penampilan
saya mengecewakan untuk ditemui, apakah punggung saya mencerminkan penampilan
saya malam itu"
Bagas tersenyum mencoba mengajak Indira untuk sedikit
bercanda
"Ah dokter melihat saya???"
"tidak banyak informasi
yang Anggi berikan pada saya tapi untuk penampilan malam itu, Anggi mengirimnya
dengan detail" "trouble maker" Indira bergumam lirih dengan
ekspresi kesal pada tindakan Anggi
"ya" Bagas mengagetkan Indira yang
sempat lepas kontrol
"Ah bukan Anda yang saya maksudkan" Perbincangan
diantara keduanya mengalir begitu saja mulai dari basa basi yang tidak penting
membuat keduanya lebih nyaman
"Dokter Indira tidak tergesa gesa kan, maaf
saya jadi menyita waktu Anda disini"
"saya tidak terbiasa tergesa
gesa Dokter, semua yang saya kerjakan pasti akan saya lakukan dengan tenang,
setenang saya menunggu dr. Bagas melepas rayben itu"
"oh....
Hahahahaha, maaf maaf saya sampai tidak menyadarinya"
sesaat Bagas
menggerakkan tangannya hendak melepaskan kaca mata rayben yang ia kenakan, tapi
gerakannya terhenti saat ia tanpa sengaja melihat dokter yang berjalan
dikoridor mengarah ke taman
Don't Miss It :
Part 1 :HOLD MY HAND
Part 2 : HOLD MY HAND
Part 3 : HOLD MY HAND
Part 4 : HOLD MY HAND
Tidak ada komentar:
Posting Komentar