Part 3
Peluh membasahi kening Indira, penyejuk ruangan seakan
tidak bekerja dengan baik. Dengan sedikit menyandarkan badannya ke kursi
kebesaran dalam ruang kerjanya, ia berusaha memejamkan mata. Jam kerja telah
usai, tapi kaki rasanya enggan untuk melangkah. 'ah kenapa semuanya harus
kembali tanpa pernah mengijinkan aku sedikit berlari lebih kencang?' Dalam
diamnya ia terus mencari jawab atas kekalutan yang kembali mengisi kehidupannya
'Tuhan, mungkin Engkau tak mengijinkanku menjadi seorang pengecut yang berlari
dari kenyataan hidup, aku tak akan berlari ataupun sembunyi lagi, tapi kuatkan
aku untuk menghadapi semuanya' Huft... Bayangan kejadian di malam ia hendak
menemui Bagas seakan menjadi titik nadir pelarian yang ia jalani. Pelarian
panjang tiada berujung dan tanpa alasan pasti. Dalam diam semua kemarahan Anggi
kembali melintas dalam pikiran "sebenarnya siapa dia untukmu, kamu masih
mengharapkan bisa hidup bahagia dengan dia?"
"kamu sudah berlari jauh
Ndy, kalau pelarian ini hanya berujung pada satu titik yang sama,lantas apa
gunanya kamu berlari"
"kamu mengganggap pertemuan yang tanpa
disengaja tempo hari adalah sebuah takdir? Takdir yang mengatakan kamu masih
berjodoh dengannya? Hah... Come On baby ini hanya kebetulan, kebetulan yang
merupakan suatu ujian buatmu. Apakah kamu cukup tangguh untuk jadi pribadi
baru. Mana Indira yang aku kenal, Indira yang tak pernah menyerah pada air
mata. Bukan karena Bagas adalah sepupuku, aku menjadi marah, tapi sikap
menyerahmu yang membuat aku muak. Aku muak kamu menjadi lemah hanya karena
seorang Prasta yang tak pernah memikirkan perasaanmu. Terserahlah kamu menemui
Bagas ataupun tidak, ini hidupmu dan kamu yang lebih tau"
Kepulanganku
yang jauh lebih cepat dari yang diharapkan oleh Anggi sudah cukup memberinya
jawaban atas apa yang terjadi malam itu. Malam dimana aku berhenti beberapa
langkah dari meja tempat aku seharusnya bercengkrama dengan seseorang yang
mungkin akan mengisi hari hariku. Wajah Prasta yang tertangkap oleh mataku
mengalahkan rasa penasaran pada seseorang yang terduduk membelakangiku. Entah
siapa dia, mungkinkah dia Bagas yang hendak kutemui, seperti apa rupanya dan
kenapa dia duduk satu meja dengan Prasta. Yang pasti aku tak kuasa melibatkan
diriku disana. Meskipun waktu sudah lama berlalu, tapi aku belum memiliki
kesiapan untuk itu.
"Dokter, saya permisi pulang duluan"
"Ah
iya, silahkan suster... Sebentar lagi saya juga akan pulang"
Suster Mia membuyarkan
segala lamunanku, kulihat Rumah Sakit juga sudah mulai sepi. Sepeninggalan
suster Mia, ia segera melepaskan jas kebesaran dokternya dan merapikan meja.
Benar saja, suasana hening khas rumah sakit tersaji diluar ruang kerjanya.
Santai ia melangkahkan kaki menuju parkiran.
"Sore Dokter"
"Sore"
"Pulang Dok?"
"iya.. Selamat bekerja ya"
Beberapa orang perawat menyapanya di koridor, anggukan dan senyuman ia berikan
pada mereka seakan tiada luka barang secuil dalam dada
"Dokter Indira"
langkahnya terhenti oleh panggilan seseorang, Indira membalikkan badan, tampak
Dokter Satya tengah berjalan kearah dimana ia berdiri. Indira terdiam sekedar
menunggu beliau sampai didepannya.
"Ya Dok, kok sepertinya ada yang
penting. Ada apa Dok?"
"Ah nggak kok, cuma sedikit meminta Anda
memutar arah"
"Ya?"
raut muka bingung dengan maksud dr. Satya
kini menghias penampilan anggunva
"kita berjalan ke arah sana ya, ada
sesuatu yang ingin saya diskusikan dengan Dokter"
Meski sedikit bingung,
tapi Indira mengikuti langkah kaki dr. Satya. 'mendiskusikan sesuatu denganku?
Seorang ahli bedah hendak mendiskusikan apa dengan dokter umum sepertiku,
sementara dalam memoriku tak seorangpun dari pasienku yang tengah menjalani
operasi ataupun harus mendapatkan penanganan ahli bedah seperti beliau' pikiran
penuh tanya memenuhi otaknya mencoba menebak hal apa yang akan dr. Satya
bicarakan dengannya
"Bukankah ini arah ke taman Dok? Dokter hendak
membicarakan apa dengan saya"
"Dokter tengah terburu-buru kah?"
"Ah tidak Dokter, tapi saya sedikit bingung. Kenapa kita tidak bicara di
ruang kerja dan kenapa justru harus berjalan kesini?"
"sabarlah
sedikit... Sebentar lagi Anda akan tahu jawabannya"
Beberapa langkah
kemudian dr. Satya berhenti, tepat di persimpangan koridor yang menghubungkan
ruang inap VIP dan ruang IGD. Beliau tersenyum dan membimbing pandangan Indira
pada seseorang yang ada diujung koridor tepat di depan ruang Radiologi. Dia
tersenyum dengan sangat ramah. Wajahnya lumayan ganteng dengan posture badan
yang gagah bisa dikatakan dia high quality, tapi siapakah dia? Indira kembali
menatap dr. Satya yang berdiri disebelahnya tapi beliau hanya tersenyum sambil
memberikan anggukan menyakinkan untuk menemui pria itu.
"dia menunggu
Anda, Dok. Temuilah"
"Maaf tapi siapa dia, Dokter?"
"Nanti
Anda akan tahu, saya tinggal ya"
masih dengan senyum yang sama dr. Satya
meninggalkan dr. Indira yang masih terpaku dengan muka memaksakan sebuah
senyuman untuk pria yang sama sekali tak ia kenal. Ia melangkahkan kaki
mendekatinya, pria yang masih setia dengan senyum tulusnya itu masih menunggu
berdiri beberapa meter dihadapannya. Entahlah rasanya baru pertama kali ini ia
melihat wajahnya... Langkahnya semakin dekat dan....
"Maaf bila saya
terpaksa harus menemui Anda disini"
Indira tersenyum kecut masih dalam
kebingungan tentang identitas pria yang kini menjabat tangannya ramah.
"Tak ada pilihan lain selain meminta bantuan dr. Satya untuk menemui Anda.
Maafkan kelancagan saya dr. Indira"
"Ah ya.... Tapi apakah kita
pernah bertemu sebelumnya, Anda mengenal saya, siapa ya?"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar