PLAY GIRL JATUH CINTA
Part 8. Siluet
Hendra
lunglai menyandarkan dirinya pada badan sofa yang ada di kafe, suasana malam
minggu ini masih sama, ramai dan sangat kontras dengan apa yang kini ia alami.
Lelah hati membuat dia harus menyerah pada keadaan yang merenggut habis
semangatnya. Perasaannya mulai tidak nyaman dengan keadaan yang ia jalani,
meskipun ia sangat mengenal Tata sepanjang ia terlibat kerjasama dengan gadis
itu, akan tetapi keadaan menjadi lain saat perasaan mulai terlibat. Dulu dia
seakan cuek dengan segala macam yang menempel pada nama gadis cantik itu, rumor
rumor tak sedap syang melekat padanya ia acuhkan hanya untuk mendapatkan
perhatian Tata. Kini seakan akan keadaan itu berbalik arah, Hendra justru
sangat tersiksa oleh permainan hatinya sendiri. Bukan hal baru jika Tata adalah
gadis egois dalam urusan cinta, dia bukan gadis yang akan mengabulkan apa yang
diinginkan cowoknya dengan mudah bahkan jika itu keingin yang sangat wajar
sekalipun akan menjadi hal yang lebih sulit dari pada perjuangan menembus
persaingan dalam suatu casting yang biasa ia lakoni. Satu satunya hal yang
dapat ia lakukan pada gadis yang kini berstatus sebagai pacarnya adalah
menggandeng tangan, terima tak terima hanya itu yang bisa ia banggakan
menyandang status sebagai cowok seorang Violetta.
Satu
Coffee Mix sudah tandas habis dari cangkirnya bahkan satu piscok yang ia pesan
dengan double porsi juga hanya meninggalkan remah remah keju yang tercecer di atas
piring, Hendra masih belum bisa mengatasi problem yang kini memberatkan
langkahnya untuk kembali pulang mengistirahatkan diri
“Hendra???
Ngapain lo disini?...... hm sendirian?”
Pengunjung
yang tidak lain Zia dan Keyra berhenti tepat disamping sofa tempatnya mengurai
simpul simpul yang masih terkunci di otaknya itu celingukan mencari sesuatu
“Lo
ngapain Zi… malam minggu jalan ma Keyra, nggak rugi lo”
“Mas….”
Zia
menyeret Keyra duduk satu meja dengan Hendra dan memanggil seorang pelayan
untuk memesan sesuatu. Hendra menegakkan badannya kaget dengan reaksi Zia yang
justru menjatuhkan pilihan untuk duduk semeja dengannya
“Lo
sendirian kan Hend…. Gue gabung disini ya, itung itung biar lo nggak menggalau”
“Anjir…
sok tau lo, tu banyak meja kosong. Ah hobby lo selalu ngrecokin gue mulu”
Keyra
hanya diam tak bersuara tapi dia bungkam di posisinya menikmati suasana yang
ada. Hendra adalah salah satu model yang dikenal berparas mempesona dengan
postur tubuh ideal serta kepribadian yang mumpuni sebagai seorang cowok idaman,
tidak heran jika banyak cewek bahkan sesama rekan model yang menginginkan dekat
dengannya terkecuali Tata. Disaat banyak model yang berusaha untuk mendekati
dan menarik simpati Hendra justru Tata satu satunya orang yang lempeng dan
terkesan acuh dengan keberadaan Hendra walaupun Tata bukanlah model yang paling
cantik dan bahkan dia adalah pendatang baru pada saat dipasangkan dengan Hendra
untuk pertama kalinya.
Pesanan
Zia telah disajikan dan dua gadis itu masih bertahan di meja Hendra tanpa
perduli dengan omelan Hendra yang tiada hentinya mengusir mereka dari sana, tak
ayal Hendra ikut menyantap apa yang Zia pesan sehingga gadis itu sedikit
meradang
“Heeeeend…….
Ah Lo bikin selera gue ilang deh”
“Salah
sendiri mengganggu kenyamanan gue”
“Nyaman
dari Hongkong, lo itu bukannya nyaman tapi sedang gegana…. Ngaku deh lo lagi
galau kan?”
“Emang
terlihat jelas ya, Zi”
Zia
sontak tertawa lebar dengan reaksi yang Hendra berikan, dia tidak menduga kalau
Hendra akan sangat mudah terpancing dengan apa yang ia katakan. Keyra terkekeh dengan
suara tertahan. Dia tidak begitu mengenal Hendra layaknya Zia yang sudah sering
terlibat project bareng dengan Hendra.
“Lo
jangan pernah bohong deh sama gue, Hend. Sia sia…. Itu muka lo nggak bisa
bohongin gue. Lagian mana ada orang bahagia sendirian di malam minggu begini.
Hahahahhaaa pacar lo kemana, hangout sama bodyguardnya??”
“Lah
lo juga sendirian….ngapain ngajak Keyra, biar nggak ketahuan kalau lo lagi
jomblo?”
“Sorreeeei
ya Hend…. Gue sih baru kelar kerjaan jadinya makan dulu sama Keyra. Ya nggak
Key. Lagian gue jomblo juga jomblo bahagia. Nggak kayak lo”
Hanya
anggukan yang Keyra berikan sebagai jawaban. Gadis itu tidak banyak
mengeluarkan suara, dia tahu siapa dia dan siapa Hendra. Kabar yang berhembus
tentang Hendra dan Tata pun sudah mampir di telinganya, rasanya dia merasa
tidak cukup memiliki nyali untuk berakrab ria dengan model senior sekelas
mereka.
“Ngomong
ngomong Zi… kemarin lusa lo terlibat fashion shownya Mbak Kia kan?”
“Huum,
kenapa?”
Zia
yang sedang menyantap Spagethi dihadapannya merespon Hendra dengan santai
“Ini
Keyra juga ikutan…. Memang kenapa Hend?”
“Violetta
juga ada kan?”
Dengan
sedikit melirik Keyra karena merasa tidak enak hati membahas masalah pribadi,
Hendra mulai melancarkan aksinya. Dia mengetahui Tata terlibat acara itu dari
Bowo saat dia memintanya mencari tahu keberadaan Tata yang seakan tidak
membutuhkan dirinya sejak ia kembali dari Surabaya seminggu lalu. Tata seakan
menjaga jarak dan saat ditegur justru yang ada hanya adu mulut tak berujung.
Keras kepala Tata susah untuk dikalahkan.
Sulit di tebak apakah Tata merasa di nomor duakan ataukah dia punya alasan lain, Hendra tidak
berani berspekulasi.
Zia
kembali mengangguk merespon pertanyaan Hendra dan pemuda berkulit putih itupun
kembali antusias.
“Dia
sama siapa??”
“hmmm
nggak tahu, emang kenapa…. Dia nggak bilang sama lo?”
“Diantar
sama si Al apa sama siapa?”
“Nggak
tahu Hend…. Lo tau nggak Key?”
Keyra
sedikit kaget tidak menyangka kalau bola akan dioper padanya. Dengan sedikit
kikuk dia sedikit berpikir mengingat kejadia beberapa hari lalu yang sudah ia
lewati
“Kalau
nggak salah waktu itu sama wanita muda yang wajahnya kebule bulean deh Mbak…
waktu itu aku sempat ditawari untuk ikut mobilnya soalnya kan hujan tuh”
“Tuh…
sama wanita bule. Lo tahu nggak dia punya temen bule?”
Tanpa
melihat bagaimana wajah Hendra yang memutar otak menebak siapa orang yang Keyra
gambarkan, Zia bertanya
“Bule???
Mamanya bukan?”
“Hmmm
nggak yakin sih kalau itu mamanya, masih muda kok sekitar 30 an lah”
“Mungkin
nggak kalau itu tantenya atau keluarganya gitu…. Tu muka Tata kan oplosan Hend”
“Aawch”
Hendra
mendaratkan satu jitakan di kepala Zia yang tanpa pikir panjang memberikan
istilah pada penampilan Tata
“Yak
an bener sih ah… Bapaknya Bule Indonesia Belanda, Emaknya katanya makin amburadul
campurannya ada belandanya, ada chinesnya juga….. itu kira kira wajah si wanita
itu lebih mirip bule mana Key”
Keyra
menggelengkan kepalanya bingung dan dua pasang mata yang berkonsentrasi
padanyapun akhirnya hanya bisa diam…
“Hah
sudahlah gue pulang aja dari pada makin puyeng hadapi lo Zi”
Hendra
mengambil jaketnya dan meninggalkan Zia dengan wajah terus seakan akan
menertawakan kebingungannya
“Woooi….
Lo konsul aja gih sama si Al biar nggak gamang gitu”
Hendra
melambaikan tanganya mengacuhkan teriakan Zia yang terdengar masih mengolok
perasaan yang kini ia rasakan
---
Zaldy
masih bertahan dalam kamarnya, tidak seperti biasanya ia betah berada dalam
ruangan 4x5 m2 itu. Pemuda itu merebahkan dirinya diatas kasur
sambil memainkan ponsel. Sesekali ia terlihat tertawa dan sesekali mulutnya
mengumpat tidak jelas dalam tawanya sampai tidak menyadari kedatangan sang mama
yang menyelinap masuk dalam kamar
“Oh
my god” setengah berteriak dan dengan gerak reflek bangun dari posisinya Zaldy
menyambut kedatangan nyonya Martha yang tiba tiba duduk di tepi ranjang. Zaldy
memandang wajah wanita yang ia sayangi itu dengan keheranan. Nyonya Martha
hanya diam dan wajahnya sedikit sendu
“Ih
kok cemberut sih Ma… ada apa, kangen sama papa yaaaaa?”
Goda
Zaldy dengan gaya selengekan anak muda masa kini. Nyonya Martha semakin
melengos menggulung habis semua senyum yang ia miliki. Zaldy semakin bingung
dengan sikap mamanya yang demikian jauh dari keseharian ceria yang ia miliki.
“Ih
Mama kenapa sih? Kangen Tata lagi??? Minta antar ke rumah tante Jasmine?”
Nyonya
Martha menggelengkan kepalanya
“Ya
terus kenapa, kok mukanya sedih gitu?.... hayoo cerita sama Al”
Zaldy
memutar posisi sang Mama menghadap padanya, wajah wanita paruh baya itu masih
tidak memancarkan apapun, ekspresinya tidak berubah. Sepersekian menit Zaldy
membiarkan sang mama diam dan saling memandang untuk mengetahui sejauh apa
wanita yang telah melahirkannya itu menyimpan kesedihan. Nyonya Martha bertahan
dalam diamnya sampai pada saat Zaldy hendak memeluknya justru tangan halus
mendorong tubuh Zaldy dengan lembut
“Kapan
kamu punya cewek seperti masmu?”
Zaldy
membelalakkan matanya yang tidak begitu besar itu tak percaya dengan apa yang
ia dengar
“Mas
Raka punya pacar???”
Nyonya
Martha mengangguk pelan dan kembali menatap Zaldy dengan penuh harapan akan
jawaban sang putra
“Siapa
Ma? Kok Al nggak tahu yang mana pacar mas Raka?”
“Yang
waktu itu datang sama kamu bukannya pacar masmu?”
Zaldy
kembali terdiam sedikit mengingat siapa yang nyonya Martha maksudkan dan sedetik
kemudian pecah suara tawa Zaldy saat ia menyadari siapa yang nyonya Martha
maksud sebagai pacar Raka
“Ih
kenapa kamu malah ketawa??.... Mama tanya kapan kamu punya pacar??”
“Mamaku
sayang…. Apa hubungannya pacar Mas Raka sama Zaldy. Kenapa Mama harus tanya
kapan Al punya pacar?”
“Mama
nggak pernah tahu kamu dekat sama siapapun… mama nggak mau kamu punya pacar
dengan tiba tiba seperti masmu. Mama harus tahu dulu siapa calon pacarmu”
“Ya
ampun Mama….. ini pacar Ma, bukan calon istri??? Belum tentu Mas Raka bakal
nikah sama dia, baru pacaran Ma… biarin aja kenapa sih”
“Ini
anak… semua orang dewasa kalau pacaran itu arahnya ke pernikahan Al. Ih Mama
nggak mau ya anak mama mainin anak gadis orang. Masmu itu udah dewasa, usianya
udah siap untuk menikah, dia bukan ABG yang masih menye menye mencari jati diri
kayak kamu”
“Al???
ABG???…. Mama, Al udah gede ma, bukan ABG lagi. Ih sama anak sendiri sebut
menye menye”
“Alaaah
pokoknya mama mau kalau kamu suka seseorang cerita dulu ke mama, nggak main
srudukan kayak masmu”
Wajah
nyonya Martha kembali sewot saat mengingat Raka, putra pertamanya yang kini
sedikit mengecewakannya
“Mama
kenapa kecewa, mama nggak siap mas Raka menikah?”
“Bukan
itu Al… Mama nggak suka sama ceweknya!”
“Itu
Mbak Irene, Ma….. ah masa mama nggak kenal sih? Apa Mama sudah tanya sama mas
Raka kalau itu pacarnya? Apa sudah pasti mereka pacaran?”
“Justru
karena itu Irene makanya mama kecewa…. Yang mama tahu masmu dari dulu
menghindari Irene, tapi kenapa sekarang jadinya Irene……dan mama nggak mau tanya
sama masmu”
“memangnya
kenapa Ma, mbak Irene itu cantik loh… pinter lagi dan orangnya nggak sombong”
“Dari
dulu mama nggak suka sama Irene. Dimata Mama dia itu pintar menyembunyikan
sesuatu”
“Maksud
Mama?”
Zaldy
sedikit penasaran dengan pendapat mamanya tentang Irene. Dimata Zaldy , Irene
adalah sosok sempurna yang ada di sekitar Raka karena dialah gadis yang menjadi
primadona pada saat Raka masih di bangku SMA
“Mama
tahu dia tidak menyukai Tata, tapi saat mama membicarakan Tata dia sok memasang
wajah manisnya antusias menanggapi”
“Mama
kapan ngomongin Tata sama mbak Irene???”
Kini
rasa penasaran Zaldy semakin menjadi jadi, dia menangkap ada beberapa kejadian
di rumah itu yang telah terlewatkan olehnya
“Makanya
Mama tuh berharap kamu lebih sering di rumah Al…. Irene itu sering datang
kesini sekarang walaupun Raka nggak ada di rumah. Katanya mampir karena
kebetulan lewat, tapi ujungnya ya nungguin Raka pulang. Mama kan jadi kesel”
“Hahahahahaaa
mama lucu ih, dibaikin sama calom mantu kok ya seperti itu. Berbesar hati
mamaku sayang. Kalau mas Rakanya bahagia sama mbak Irene, apakah mama nggak
ikut bahagia”
“Anak
mantu dari manaa…. Mama belum kasih lampu hijau ya…..”
“Hahahhaaa
kasihan mas Raka, mama protes saja gih sama mas Raka”
Zaldy
masih menahan tawanya menghadapi wajah nyonya Martha yang konsisten cemberut
sepanjang percakapan mereka berlangsung
“Pokoknya
ya Al… kalau kamu dapat pacar, mama maunya dia itu seperti Tata…. Baik, tulus
dan nggak pernah pura pura”
“Ih
Mama mah nggak tahu aja egoisnya kayak apa…. Huuuuuuu ampun dah”
“pokoknya
itu… mama nggak mau lagi ditawar tawar”
Nyonya
Martha yang sudah berdiri di depan pintu menatap Zaldy tegas dengan reaksi Al
yang terbengong bengong tidak menyangka jika sang Mama akan seserius itu.
Sementara itu Raka yang mulai bimbang akan pendiriannya
selama ini mulai goyah akan kata kata Gunawan. Kehadiran Irene yang mulai aktif
mendekatinya kembali membuatnya sedikit berfikir untuk menggenggam tangan gadis
itu. Ya Irene adalah seseorang yang selama ini sangat telaten dan sabar berada
disisinya meskipun tak jarang Raka memberikan penolakan halus. Kini disaat
sekian tahun berlalu dan dengan apa yang sudah ia miliki, Raka mulai goyah.
Selama ini dia sangat yakin akan penolakannya meskipun ia sendiri tidak
memahami alasan pasti ia menolak setiap perhatian yang Irene berikan, bukan
hanya Irene bahkan semua cewek yang mendekatinya akan mengundurkan diri sebelum
sempat melangkah maju karena sikapnya yang dingin. Raka goyah.
Satu bingkai foto yang ia pajang diatas mejanya ia pandang
lekat lekat
‘Keluarga
bahagia, sudah saatnya kah ada sosok lain yang ikut bergabung disana? Apakah
itu Irene?..... dia sangat sabar dan sangat mengenal kepribadianku,
pembawaannya yang kalem dan telaten mungkin akan mudah berbaur dengan mereka
(keluargaku). Ah apakah harus Irene, tidak adakah wanita lain yang bisa masuk
disana? Tapi siapa.... tak ada satu wanitapun yang ada dalam kehidupanku selain
mama dan Tata. Tata??’
Raka segera mengalihkan pandangannya dari pigura kecil
yang ada dihadapanya beralih ke layar laptopnya saat nama Tata tiba tiba muncul
dalam pikirannya. Dibibirnya tersungging senyum tipis menertawakan dirinya
sendiri. Ia sadar nama Tata adalah satu satunya wanita yang merupakan orang
asing diluar keluarganya yang selama ini sangat menempel dalam kehidupannya,
tapi jika ia memikirkan kemungkinan Tata menjadi bagian keluarga dengan status
berbeda dari yang selama ini gadis itu miliki adalah hal terkonyol yang sama
sekali tidak pernah masuk dalam perencanaannya meskipun diakuinya bahwa gadis
itu sangat cantik dan menarik, tapi baginya yang sangat mengenal Tata,
menjadikan Tata sebagai kekasih itu lain cerita.
Raka masih tersenyum geli sendiri oleh pikiran yang
sempat melintas tentang Tata, ia meneguk minumannya dalam satu kali tegukan untuk
membasahi tenggorakannya yang mulai kering sampai pada saat yang sama ponselnya
berbunyi
“Ya Hallo”
“Dimana, masih di kantor?”
Raka terdiam sesaat, ia melihat kembali nama yang tertera
dalam layar ponsel ‘Irene’..... huft satu
nafas panjang ia hempuskan menyesali kebiasaannya yang tidak pernah melihat
siapa yang menghubunginya
“Ada apa Ren?”
“Iya... kamu dimana, dikantorkah.... sibuk?”
‘kamu?’ dahi Raka mengerut saat menyadari Irene menggunakan kata
kamu untuk memanggilnya, bukan lagi Lo yang seperti biasa ia gunakan
“Iya... gue masih di kantor, kenapa?”
“Nggak apa apa sih, kalau gue mampir kira kira boleh
nggak?”
“Untuk apa?”
Irene terdiam tidak memberikan jawaban... Raka kembali
berpikir, apakah kata kata yang ia keluarkan terlalu kasar pada gadis itu
sehingga dia hanya dia untuk satu pertanyaan mudah.
“Emmh... Ren, lo masih disana kan? Halo...”
“Eh iya Ka... sory, kalau kamu masih sibuk nggak usah
deh”
“Oke kamu datang aja, ini kerjaan juga sudah selesai dan
sebentar lagi mau pulang. Kalau lo mau main kesini bolehlah gue tungguin”
“Nggak Ka, kalau lo mau pulang ya sudah pulang saja....”
“Beneran nggak jadi?”
Raka sedikit melumer
“Kalau lo udah deket dan mau main kesini ya sudah lo
kesini aja gue tungguin”
“Beneran nggak ganggu lo?”
“Udah kesini aja, nggak apa apa”
Tidak membutuhkan waktu lama Irene sudah ada dihadapan Raka,
sengaja Rak menunggunya di depan kantor karena ia sudah membanyangkan suasana
canggung yang akan mereka hadapi jika berada dalam satu ruangan berdua saja.
Angan Raka sudah bisa menebak seperti apa Irene jika berhadapan dengannya
karena gadis itu akan benar benar menjaga imagenya yang dia miliki.
“Kita
langsung jalan aja ya?”
Sapa
Raka dengan senyum mengembang dibibirnya, Irene sumringah. Pipi halusnya
bersemu merah dengan sambutan Raka yang sudah ia nantikan selama ini. Ia
menyerahkan kemudi pada Raka seperti halnya ia menyerahkan segala harapannya
pada pemuda berwajah menawan itu.
Tidak
ada tujuan yang terbayang di benak Raka, ia mengemudikan mobil Irene sesuai
rute yang rutin ia lewati setiap hari dan satu satunya tempat yang terlintar
adalah taman terdekat dengan perumahan tempat tinggalnya. Mobil telah
diparkirkan dan mesin dimatikan, Irene tertegun sedikit bingung. Ia tahu Raka
bukan orang yang suka dengan keramaian seperti sebuah taman, akan tetapi saat
ini dia justru membawa dirinya ke tempat itu. Apakah Raka benar benar telah
memberikan lampu hijau untuk dirinya? Apakah ini sebuah kencan? Irene menatap
punggung Raka yang sudah terlebih dahulu turun dari mobil. ‘Ah sudahlah, ikuti saja apa yang akan terjadi’ pikirnya dengan
harapan melambung
Tok tok…..
Raka mengetuk kaca mobil Irene dan gadis itupun keluar dengan senyumnya
“Karena
makan malam masih beberapa jam lagi, kita jalan jalan disini aja ya”
“Eeeng….
Hu’um nggak apa apa”
“Lo
mau jajan dulu, apa kita cari tempat ngobrol??”
Irene
mengulum bibirnya sedikit bingung akan menentukan pilihan, disekilingnya adalah
tempat umum yang rame oleh pengunjung yang sedang menikmati suasana sore ibu
kota. Ada yang berolah raga, ada yang sekedar bercengkrama dengan orang
terkasih dan ada pula yang tengah duduk duduk konkow beramai ramai. ‘Ah ada yang salah dengan Raka, kenapa dia
membawa gue kesini’ Irene bergumam dalam diamnya memandang Raka yang masih
menunggu jawaban
“Ehmmm
terserah lo deh Ka”
“Okay,
kita jalan dulu aja ya, nanti kalau ada tempat ngobrol yang enak, kita ngobrol
disana”
Irene
mengangguk pelan dengan keragua raguannya, namun ia tetap memantapkan hatinya
mengikuti langkah kaki Raka.
Wajah
Raka sedikit kaku menutupi kecanggungan yang ada dibenaknya karena inilah kali
pertama baginya berjalan dengan seorang gadis ditempat umum yang ramai dan
terang secerah suasana sore ini. Beberapa langkah terlewati dengan aman, Raka
mengatur nafasnya agar tidak terlihat grogi di depaan Irene, tapi satu gerakan
Irene seakan menghentikan segala kepercayaan dirinya. Tangan Irene mengamit
satu lengan Raka tanpa permisi, gadis itu dengan santainya bergelayut manja
layaknya sepasang kekasih. Raka terhenyak, akan tetapi dia membiarkan itu dengan
memasang senyum yang ia paksakan untuk menjawab wajah manis Irene yang terlihat
bersemu merah…
Sementara
itu ditempat yang lain satu jam sebelumnya
Zaldy
memarkir motornya dalam garasi rumah yang tidak terkunci, tanpa permisi ia
memasukkan kendaraannya disana. Suasana rumah tampak lengang, ia membuka pintu
samping rumah itu dan lantas menerobos masuk langsung menuju dapur.
“Anybody
home… tanteeeeee, Al datang nih!”
Setelah
menenggak satu gelas orange juice yang ada di dalam kulkas, Zaldy berteriak
memanggil pemilik rumah, dari arah samping dapur nampak seorang wanita setengah
baya berlari menghampiri
“Ibu
nggak ada Mas, lagi belanja”
Pembantu
Tata yang sedang menikmati waktu istirahatnya menyapaikan informasi dan lalu
menuju dapur untuk mengambilkan beberapa makanan untuk Al seperti biasa yang ia
lakukan saat ada tamu di rumah sang majikan
“Nggak
usah repot repot mbak, nanyi biar Al ambil sendiri…. Eeehm kalau Tata?”
Pembantu
itu tidak menjawab tapi dia mengarahkan pandangannya ke ruang keluarga yang ada
tidak jauh dari dapur. Terlihat Tata sedang berbaring malas diatas karpet
dengan bantal menyangga kepala serta menganggkat kedua kaki dibersandarkan pada
Sofa Bed yang ada disana. Al menggelengkan kepala, dia tahu telinga Tata pasti
tertutup dengan earphone sehingga ia tidak mengoceh saat ia menyelonong masuk.
Membawa
membawa beberapa buah anggur yang ada di atas meja makan, Zaldy menghampiri
Tata dan membaringkan badannya tepat disisi gadis itu. Earphone yang menyumpal
di telinga Tata, ia cabut paksa sehingga gadis itu membuka matanya
“Eh
elo…. ngapain lo kesini?”
Tata
bangun dari posisinya dan melepaskan penyumbat telinganya, dengan wajah sedikit
kesal karena keasyikannya terganggu, ia mengambil satu butir anggur yang Zaldy
bawa..
“Lo
mau latihan???”
“Niat
awalnya emang gitu”
Dengan
cuek mengunyah apa yang ada di dalam mulutnya dan menggoyang goyangkan kakinya,
Zaldy menjawab santai
“Terus,
ngapain lo ke rumah gue?”
“Lagi
nggak mood latihan”
“Nggak
mood latihan tapi lo pake baju seperti ini. Aneh!”
“Apanya
yang aneh? Biasa aja kali, Ta”
Tata
merebahkan kembali badannya ditempat semula, berbagi bantal dan sama sama
memandang langit langit ruangan. Zaldy mengambil satu ear yang Tata pasang
ditelinganya dan memasangnya di telinga ikut mendengarkan music yang Tata
mainkan.
“Lo
kenapa sih, Al….. ditolak cewek?”
“gue???...
ya enggaklah”
“Terus??”
“Disuruh
cari cewek sama Mama”
“Hahhahahaaa
ya sudah sana cari cewek, susah amat sih tinggal pilih tuh yang udah ngantri”
“Emang
milih kaos?? Halaaah syaratnya bikin gue keder duluan”
“Syarat??...
Tante Martha buat persyaratan buat calon mantunya? Hahahhahaaa… ah emak lo lucu
juga”
“Ho’oh…
ah udah ah bĂȘte gue. Makanya mood gue hancur, padahal latihan sore gini pasti
bakal banyak cewek yang nonton”
‘seandainya lo tahu
syarat yang mama ajukan untuk calon pacar gue, gue yakin lo nggak akan bisa
ketawa Ta’ Zaldy menggerutu dalam hati sambil
memperhatikan ekspresi geli Tata akan apa yang ia ceritakan
“Lo
mau olah raga apa mau manggung sih sebenarnya”
“dua
duanya lah. Kalau bisa menyelam sambil minum air, kenapa nggak… apalagi hari
Rabu gini pasti akan penuh yang lihat”
‘Rabu’
mendengar satu kata itu Tata tertegun dan tiba tiba Tata kembali bangun dari
posisinya dan kini ia benar benar berdiri, tangan mungilnya menarik lengan Zaldy
memaksa cowok itu untuk bangun
“Buruan
Al…. hayooo cepetan”
“Ngapain
sih Ta, kemana??”
Tata
mendorong Zaldy untuk keluar rumah, mengambil kunci motor yang Zaldy geletakkan
diatas meja dan memaksa cowok itu mengikuti kemauannya
“Bentar,
lo nggak ganti baju…. Masa iya lo pake celana super pendek gini”
“Halaaah
jangan sok sok an deh… ini Jakarta Bro bukan Arab Saudi”
“Emangnya
kita mau kemana??”
“Anterin
lo latihanlah…..”
“Ogah….
Gue males Ta, nggak mood”
“Gue
temenin…. Iiiih ayooooo udah sana latihan”
Tata
terus memaksa dan akhirnya Zaldypun menyerah. Meskipun enggan tapi Zaldy
akhirnya menuruti kemauan Tata, ia membawa motornya melaju ke tujuan awalnya
meninggalkan rumah. Dalam perjalanan yang tidak begitu jauh, Tata lebih banyak
terdiam. Zaldy membiarkan tanpa banyak bertanya, ia tahu gadis itu sangat
moody. Tidak akan membutuhkan waktu yang lama bagi Tata untuk berubah kembali
bersemangat dan Zaldy yakin suasana yang ada di tempat latihannya akan kembali
membangkitkan semangat Tata.
Suasana
sore memang moment yang tepat untuk berjalan jalan di taman kota. Terik
matahari yang mulai teduh menyapa alam serta angin yang semilir membuat udara
terasa lebih segar dari sebelumnya. Zaldy menurunkan Tata sebelum ia
memarkirkan motor, Tata menunggu Zaldy tidak jauh dari area parkir yang Zaldy
tuju.
Setelah
memasuki taman dan menuju lapangan basket tiba tiba Tata menghentikan
langkahnya dan membuat Zaldy ikut menghentikan langkah
“Ada
apa Ta?”
“Hmm
lo duluan lah… gue nggak mau terlalu nempel sama lo”
“Gaya
lo pake jaga jarak sama gue. Gue nggak mau main kok, kali ini gue mau nonton
aja…. Hayo cepet”
Zaldy
merangkul pundak Tata tanpa canggung, tapi gadis itu menepis tangan Zaldy
dengan muka cemberutnya.
“Okay…
gue paham kok. Lo nggak mau dikira cewek gue kan? Lo nggak mau pasaran lo jatuh
kan”
“Anjing
lo… pasaran, emang gue apaan?”
“Jangan
jauh jauh jaraknya, ntar lo ada yang nyulik, gue yang repot….”
Zaldy
memotong jalur Tata yang mulai memasang kuda kuda untuk berdebat, ia tahu cewek
itu akan melancarkan segala kata kata pembelaan dan alasan yang mampu dia
ucapkan untuk membela diri. Ia melangkah mendahului Tata menuju lapangan yang
sudah terlihat di depan mata. Jarak yang tidak lebih dari 500 meter itu membuat
Tata sedikit memutar arah, bukan karena ia tidak ingin terlihat datang bersama
dengan Zaldy dengan alasan yang Zaldy katakana sebelumnya akan tetapi dia tidak
begitu yakin dengan apa yang ia lakukan kini
‘Jika gue kesana
sekarang, maka tidak akan sulit buat kenalin muka gue. Gue harus memastikan
kali ini akan membawa hasil. Tapi…… ini masih sore, apakah dia akan latihan
sore ini? Si Al bilang Rabu akan ramai oleh penonton dan itu tidak menutup
kemungkinan karena magnet hidup…. Mudah mudahan gue nggak mendapatkan hasil
nihil’
Dalam
langkah kakinya yang semakin pelan, Tata membuka galeri ponselnya untuk
memastikan kembali wajah buruan yang ia kejar selama ini….. akan tetapi langkah
pelan itu benar benar terhenti saat pandangan matanya menangkap satu sosok yang
sangat ia kenal ada tidak jauh di hadapannya. Tata tertegun dan sedikit
memicingkan mata sekedar meyakinkan penglihatannya tidak salah dan
“Awaaaaas”
Satu
suara membuat dia menoleh cepat tanpa menyadari apa yang terjadi dan ‘Praaak’ semua gelap dalam pandangan
Tata menyisakan satu potongan siluet yang terekam memori…..
Dont Miss It :
Part 7 : PLAY GIRL JATUH CINTA : Penuh Tanya 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar