Senin, 05 September 2016

PLAY GIRL JATIH CINTA : Siluet

PLAY GIRL JATUH CINTA

Part 8. Siluet

Hendra lunglai menyandarkan dirinya pada badan sofa yang ada di kafe, suasana malam minggu ini masih sama, ramai dan sangat kontras dengan apa yang kini ia alami. Lelah hati membuat dia harus menyerah pada keadaan yang merenggut habis semangatnya. Perasaannya mulai tidak nyaman dengan keadaan yang ia jalani, meskipun ia sangat mengenal Tata sepanjang ia terlibat kerjasama dengan gadis itu, akan tetapi keadaan menjadi lain saat perasaan mulai terlibat. Dulu dia seakan cuek dengan segala macam yang menempel pada nama gadis cantik itu, rumor rumor tak sedap syang melekat padanya ia acuhkan hanya untuk mendapatkan perhatian Tata. Kini seakan akan keadaan itu berbalik arah, Hendra justru sangat tersiksa oleh permainan hatinya sendiri. Bukan hal baru jika Tata adalah gadis egois dalam urusan cinta, dia bukan gadis yang akan mengabulkan apa yang diinginkan cowoknya dengan mudah bahkan jika itu keingin yang sangat wajar sekalipun akan menjadi hal yang lebih sulit dari pada perjuangan menembus persaingan dalam suatu casting yang biasa ia lakoni. Satu satunya hal yang dapat ia lakukan pada gadis yang kini berstatus sebagai pacarnya adalah menggandeng tangan, terima tak terima hanya itu yang bisa ia banggakan menyandang status sebagai cowok seorang Violetta.
Satu Coffee Mix sudah tandas habis dari cangkirnya bahkan satu piscok yang ia pesan dengan double porsi juga hanya meninggalkan remah remah keju yang tercecer di atas piring, Hendra masih belum bisa mengatasi problem yang kini memberatkan langkahnya untuk kembali pulang mengistirahatkan diri
“Hendra??? Ngapain lo disini?...... hm sendirian?”
Pengunjung yang tidak lain Zia dan Keyra berhenti tepat disamping sofa tempatnya mengurai simpul simpul yang masih terkunci di otaknya itu celingukan mencari sesuatu
“Lo ngapain Zi… malam minggu jalan ma Keyra, nggak rugi lo”
“Mas….”
Zia menyeret Keyra duduk satu meja dengan Hendra dan memanggil seorang pelayan untuk memesan sesuatu. Hendra menegakkan badannya kaget dengan reaksi Zia yang justru menjatuhkan pilihan untuk duduk semeja dengannya
“Lo sendirian kan Hend…. Gue gabung disini ya, itung itung biar lo nggak menggalau”
“Anjir… sok tau lo, tu banyak meja kosong. Ah hobby lo selalu ngrecokin gue mulu”
Keyra hanya diam tak bersuara tapi dia bungkam di posisinya menikmati suasana yang ada. Hendra adalah salah satu model yang dikenal berparas mempesona dengan postur tubuh ideal serta kepribadian yang mumpuni sebagai seorang cowok idaman, tidak heran jika banyak cewek bahkan sesama rekan model yang menginginkan dekat dengannya terkecuali Tata. Disaat banyak model yang berusaha untuk mendekati dan menarik simpati Hendra justru Tata satu satunya orang yang lempeng dan terkesan acuh dengan keberadaan Hendra walaupun Tata bukanlah model yang paling cantik dan bahkan dia adalah pendatang baru pada saat dipasangkan dengan Hendra untuk pertama kalinya.
Pesanan Zia telah disajikan dan dua gadis itu masih bertahan di meja Hendra tanpa perduli dengan omelan Hendra yang tiada hentinya mengusir mereka dari sana, tak ayal Hendra ikut menyantap apa yang Zia pesan sehingga gadis itu sedikit meradang
“Heeeeend……. Ah Lo bikin selera gue ilang deh”
“Salah sendiri mengganggu kenyamanan gue”
“Nyaman dari Hongkong, lo itu bukannya nyaman tapi sedang gegana…. Ngaku deh lo lagi galau kan?”
“Emang terlihat jelas ya, Zi”
Zia sontak tertawa lebar dengan reaksi yang Hendra berikan, dia tidak menduga kalau Hendra akan sangat mudah terpancing dengan apa yang ia katakan. Keyra terkekeh dengan suara tertahan. Dia tidak begitu mengenal Hendra layaknya Zia yang sudah sering terlibat project bareng dengan Hendra.
“Lo jangan pernah bohong deh sama gue, Hend. Sia sia…. Itu muka lo nggak bisa bohongin gue. Lagian mana ada orang bahagia sendirian di malam minggu begini. Hahahahhaaa pacar lo kemana, hangout sama bodyguardnya??”
“Lah lo juga sendirian….ngapain ngajak Keyra, biar nggak ketahuan kalau lo lagi jomblo?”
“Sorreeeei ya Hend…. Gue sih baru kelar kerjaan jadinya makan dulu sama Keyra. Ya nggak Key. Lagian gue jomblo juga jomblo bahagia. Nggak kayak lo”
Hanya anggukan yang Keyra berikan sebagai jawaban. Gadis itu tidak banyak mengeluarkan suara, dia tahu siapa dia dan siapa Hendra. Kabar yang berhembus tentang Hendra dan Tata pun sudah mampir di telinganya, rasanya dia merasa tidak cukup memiliki nyali untuk berakrab ria dengan model senior sekelas mereka.
“Ngomong ngomong Zi… kemarin lusa lo terlibat fashion shownya Mbak Kia kan?”
“Huum, kenapa?”
Zia yang sedang menyantap Spagethi dihadapannya merespon Hendra dengan santai
“Ini Keyra juga ikutan…. Memang kenapa Hend?”
“Violetta juga ada kan?”
Dengan sedikit melirik Keyra karena merasa tidak enak hati membahas masalah pribadi, Hendra mulai melancarkan aksinya. Dia mengetahui Tata terlibat acara itu dari Bowo saat dia memintanya mencari tahu keberadaan Tata yang seakan tidak membutuhkan dirinya sejak ia kembali dari Surabaya seminggu lalu. Tata seakan menjaga jarak dan saat ditegur justru yang ada hanya adu mulut tak berujung. Keras kepala Tata susah untuk dikalahkan. Sulit di tebak apakah Tata merasa di nomor duakan ataukah dia punya alasan lain, Hendra tidak berani berspekulasi.
Zia kembali mengangguk merespon pertanyaan Hendra dan pemuda berkulit putih itupun kembali antusias.
“Dia sama siapa??”
“hmmm nggak tahu, emang kenapa…. Dia nggak bilang sama lo?”
“Diantar sama si Al apa sama siapa?”
“Nggak tahu Hend…. Lo tau nggak Key?”
Keyra sedikit kaget tidak menyangka kalau bola akan dioper padanya. Dengan sedikit kikuk dia sedikit berpikir mengingat kejadia beberapa hari lalu yang sudah ia lewati
“Kalau nggak salah waktu itu sama wanita muda yang wajahnya kebule bulean deh Mbak… waktu itu aku sempat ditawari untuk ikut mobilnya soalnya kan hujan tuh”
“Tuh… sama wanita bule. Lo tahu nggak dia punya temen bule?”
Tanpa melihat bagaimana wajah Hendra yang memutar otak menebak siapa orang yang Keyra gambarkan, Zia bertanya
“Bule??? Mamanya bukan?”
“Hmmm nggak yakin sih kalau itu mamanya, masih muda kok sekitar 30 an lah”
“Mungkin nggak kalau itu tantenya atau keluarganya gitu…. Tu muka Tata kan oplosan Hend”
“Aawch”
Hendra mendaratkan satu jitakan di kepala Zia yang tanpa pikir panjang memberikan istilah pada penampilan Tata
“Yak an bener sih ah… Bapaknya Bule Indonesia Belanda, Emaknya katanya makin amburadul campurannya ada belandanya, ada chinesnya juga….. itu kira kira wajah si wanita itu lebih mirip bule mana Key”
Keyra menggelengkan kepalanya bingung dan dua pasang mata yang berkonsentrasi padanyapun akhirnya hanya bisa diam…
“Hah sudahlah gue pulang aja dari pada makin puyeng hadapi lo Zi”
Hendra mengambil jaketnya dan meninggalkan Zia dengan wajah terus seakan akan menertawakan kebingungannya
“Woooi…. Lo konsul aja gih sama si Al biar nggak gamang gitu”
Hendra melambaikan tanganya mengacuhkan teriakan Zia yang terdengar masih mengolok perasaan yang kini ia rasakan
---

Zaldy masih bertahan dalam kamarnya, tidak seperti biasanya ia betah berada dalam ruangan 4x5 m2 itu. Pemuda itu merebahkan dirinya diatas kasur sambil memainkan ponsel. Sesekali ia terlihat tertawa dan sesekali mulutnya mengumpat tidak jelas dalam tawanya sampai tidak menyadari kedatangan sang mama yang menyelinap masuk dalam kamar
“Oh my god” setengah berteriak dan dengan gerak reflek bangun dari posisinya Zaldy menyambut kedatangan nyonya Martha yang tiba tiba duduk di tepi ranjang. Zaldy memandang wajah wanita yang ia sayangi itu dengan keheranan. Nyonya Martha hanya diam dan wajahnya sedikit sendu
“Ih kok cemberut sih Ma… ada apa, kangen sama papa yaaaaa?”
Goda Zaldy dengan gaya selengekan anak muda masa kini. Nyonya Martha semakin melengos menggulung habis semua senyum yang ia miliki. Zaldy semakin bingung dengan sikap mamanya yang demikian jauh dari keseharian ceria yang ia miliki.
“Ih Mama kenapa sih? Kangen Tata lagi??? Minta antar ke rumah tante Jasmine?”
Nyonya Martha menggelengkan kepalanya
“Ya terus kenapa, kok mukanya sedih gitu?.... hayoo cerita sama Al”
Zaldy memutar posisi sang Mama menghadap padanya, wajah wanita paruh baya itu masih tidak memancarkan apapun, ekspresinya tidak berubah. Sepersekian menit Zaldy membiarkan sang mama diam dan saling memandang untuk mengetahui sejauh apa wanita yang telah melahirkannya itu menyimpan kesedihan. Nyonya Martha bertahan dalam diamnya sampai pada saat Zaldy hendak memeluknya justru tangan halus mendorong tubuh Zaldy dengan lembut
“Kapan kamu punya cewek seperti masmu?”
Zaldy membelalakkan matanya yang tidak begitu besar itu tak percaya dengan apa yang ia dengar
“Mas Raka punya pacar???”
Nyonya Martha mengangguk pelan dan kembali menatap Zaldy dengan penuh harapan akan jawaban sang putra
“Siapa Ma? Kok Al nggak tahu yang mana pacar mas Raka?”
“Yang waktu itu datang sama kamu bukannya pacar masmu?”
Zaldy kembali terdiam sedikit mengingat siapa yang nyonya Martha maksudkan dan sedetik kemudian pecah suara tawa Zaldy saat ia menyadari siapa yang nyonya Martha maksud sebagai pacar Raka
“Ih kenapa kamu malah ketawa??.... Mama tanya kapan kamu punya pacar??”
“Mamaku sayang…. Apa hubungannya pacar Mas Raka sama Zaldy. Kenapa Mama harus tanya kapan Al punya pacar?”
“Mama nggak pernah tahu kamu dekat sama siapapun… mama nggak mau kamu punya pacar dengan tiba tiba seperti masmu. Mama harus tahu dulu siapa calon pacarmu”
“Ya ampun Mama….. ini pacar Ma, bukan calon istri??? Belum tentu Mas Raka bakal nikah sama dia, baru pacaran Ma… biarin aja kenapa sih”
“Ini anak… semua orang dewasa kalau pacaran itu arahnya ke pernikahan Al. Ih Mama nggak mau ya anak mama mainin anak gadis orang. Masmu itu udah dewasa, usianya udah siap untuk menikah, dia bukan ABG yang masih menye menye mencari jati diri kayak kamu”
“Al??? ABG???…. Mama, Al udah gede ma, bukan ABG lagi. Ih sama anak sendiri sebut menye menye”
“Alaaah pokoknya mama mau kalau kamu suka seseorang cerita dulu ke mama, nggak main srudukan kayak masmu”
Wajah nyonya Martha kembali sewot saat mengingat Raka, putra pertamanya yang kini sedikit mengecewakannya
“Mama kenapa kecewa, mama nggak siap mas Raka menikah?”
“Bukan itu Al… Mama nggak suka sama ceweknya!”
“Itu Mbak Irene, Ma….. ah masa mama nggak kenal sih? Apa Mama sudah tanya sama mas Raka kalau itu pacarnya? Apa sudah pasti mereka pacaran?”
“Justru karena itu Irene makanya mama kecewa…. Yang mama tahu masmu dari dulu menghindari Irene, tapi kenapa sekarang jadinya Irene……dan mama nggak mau tanya sama masmu”
“memangnya kenapa Ma, mbak Irene itu cantik loh… pinter lagi dan orangnya nggak sombong”
“Dari dulu mama nggak suka sama Irene. Dimata Mama dia itu pintar menyembunyikan sesuatu”
“Maksud Mama?”
Zaldy sedikit penasaran dengan pendapat mamanya tentang Irene. Dimata Zaldy , Irene adalah sosok sempurna yang ada di sekitar Raka karena dialah gadis yang menjadi primadona pada saat Raka masih di bangku SMA
“Mama tahu dia tidak menyukai Tata, tapi saat mama membicarakan Tata dia sok memasang wajah manisnya antusias menanggapi”
“Mama kapan ngomongin Tata sama mbak Irene???”
Kini rasa penasaran Zaldy semakin menjadi jadi, dia menangkap ada beberapa kejadian di rumah itu yang telah terlewatkan olehnya
“Makanya Mama tuh berharap kamu lebih sering di rumah Al…. Irene itu sering datang kesini sekarang walaupun Raka nggak ada di rumah. Katanya mampir karena kebetulan lewat, tapi ujungnya ya nungguin Raka pulang. Mama kan jadi kesel”
“Hahahahahaaa mama lucu ih, dibaikin sama calom mantu kok ya seperti itu. Berbesar hati mamaku sayang. Kalau mas Rakanya bahagia sama mbak Irene, apakah mama nggak ikut bahagia”
“Anak mantu dari manaa…. Mama belum kasih lampu hijau ya…..”
“Hahahhaaa kasihan mas Raka, mama protes saja gih sama mas Raka”
Zaldy masih menahan tawanya menghadapi wajah nyonya Martha yang konsisten cemberut sepanjang percakapan mereka berlangsung
“Pokoknya ya Al… kalau kamu dapat pacar, mama maunya dia itu seperti Tata…. Baik, tulus dan nggak pernah pura pura”
“Ih Mama mah nggak tahu aja egoisnya kayak apa…. Huuuuuuu ampun dah”
“pokoknya itu… mama nggak mau lagi ditawar tawar”
Nyonya Martha yang sudah berdiri di depan pintu menatap Zaldy tegas dengan reaksi Al yang terbengong bengong tidak menyangka jika sang Mama akan seserius itu.

Sementara itu Raka yang mulai bimbang akan pendiriannya selama ini mulai goyah akan kata kata Gunawan. Kehadiran Irene yang mulai aktif mendekatinya kembali membuatnya sedikit berfikir untuk menggenggam tangan gadis itu. Ya Irene adalah seseorang yang selama ini sangat telaten dan sabar berada disisinya meskipun tak jarang Raka memberikan penolakan halus. Kini disaat sekian tahun berlalu dan dengan apa yang sudah ia miliki, Raka mulai goyah. Selama ini dia sangat yakin akan penolakannya meskipun ia sendiri tidak memahami alasan pasti ia menolak setiap perhatian yang Irene berikan, bukan hanya Irene bahkan semua cewek yang mendekatinya akan mengundurkan diri sebelum sempat melangkah maju karena sikapnya yang dingin. Raka goyah.
Satu bingkai foto yang ia pajang diatas mejanya ia pandang lekat lekat
‘Keluarga bahagia, sudah saatnya kah ada sosok lain yang ikut bergabung disana? Apakah itu Irene?..... dia sangat sabar dan sangat mengenal kepribadianku, pembawaannya yang kalem dan telaten mungkin akan mudah berbaur dengan mereka (keluargaku). Ah apakah harus Irene, tidak adakah wanita lain yang bisa masuk disana? Tapi siapa.... tak ada satu wanitapun yang ada dalam kehidupanku selain mama dan Tata. Tata??’
Raka segera mengalihkan pandangannya dari pigura kecil yang ada dihadapanya beralih ke layar laptopnya saat nama Tata tiba tiba muncul dalam pikirannya. Dibibirnya tersungging senyum tipis menertawakan dirinya sendiri. Ia sadar nama Tata adalah satu satunya wanita yang merupakan orang asing diluar keluarganya yang selama ini sangat menempel dalam kehidupannya, tapi jika ia memikirkan kemungkinan Tata menjadi bagian keluarga dengan status berbeda dari yang selama ini gadis itu miliki adalah hal terkonyol yang sama sekali tidak pernah masuk dalam perencanaannya meskipun diakuinya bahwa gadis itu sangat cantik dan menarik, tapi baginya yang sangat mengenal Tata, menjadikan Tata sebagai kekasih itu lain cerita.
Raka masih tersenyum geli sendiri oleh pikiran yang sempat melintas tentang Tata, ia meneguk minumannya dalam satu kali tegukan untuk membasahi tenggorakannya yang mulai kering sampai pada saat yang sama ponselnya berbunyi
“Ya Hallo”
“Dimana, masih di kantor?”
Raka terdiam sesaat, ia melihat kembali nama yang tertera dalam layar ponsel ‘Irene’..... huft satu nafas panjang ia hempuskan menyesali kebiasaannya yang tidak pernah melihat siapa yang menghubunginya
“Ada apa Ren?”
“Iya... kamu dimana, dikantorkah.... sibuk?”
‘kamu?’ dahi Raka mengerut saat menyadari Irene menggunakan kata kamu untuk memanggilnya, bukan lagi Lo yang seperti biasa ia gunakan
“Iya... gue masih di kantor, kenapa?”
“Nggak apa apa sih, kalau gue mampir kira kira boleh nggak?”
“Untuk apa?”
Irene terdiam tidak memberikan jawaban... Raka kembali berpikir, apakah kata kata yang ia keluarkan terlalu kasar pada gadis itu sehingga dia hanya dia untuk satu pertanyaan mudah.
“Emmh... Ren, lo masih disana kan? Halo...”
“Eh iya Ka... sory, kalau kamu masih sibuk nggak usah deh”
“Oke kamu datang aja, ini kerjaan juga sudah selesai dan sebentar lagi mau pulang. Kalau lo mau main kesini bolehlah gue tungguin”
“Nggak Ka, kalau lo mau pulang ya sudah pulang saja....”
“Beneran nggak jadi?”
Raka sedikit melumer
“Kalau lo udah deket dan mau main kesini ya sudah lo kesini aja gue tungguin”
“Beneran nggak ganggu lo?”
“Udah kesini aja, nggak apa apa”
Tidak membutuhkan waktu lama Irene sudah ada dihadapan Raka, sengaja Rak menunggunya di depan kantor karena ia sudah membanyangkan suasana canggung yang akan mereka hadapi jika berada dalam satu ruangan berdua saja. Angan Raka sudah bisa menebak seperti apa Irene jika berhadapan dengannya karena gadis itu akan benar benar menjaga imagenya yang dia miliki.
“Kita langsung jalan aja ya?”
Sapa Raka dengan senyum mengembang dibibirnya, Irene sumringah. Pipi halusnya bersemu merah dengan sambutan Raka yang sudah ia nantikan selama ini. Ia menyerahkan kemudi pada Raka seperti halnya ia menyerahkan segala harapannya pada pemuda berwajah menawan itu.
Tidak ada tujuan yang terbayang di benak Raka, ia mengemudikan mobil Irene sesuai rute yang rutin ia lewati setiap hari dan satu satunya tempat yang terlintar adalah taman terdekat dengan perumahan tempat tinggalnya. Mobil telah diparkirkan dan mesin dimatikan, Irene tertegun sedikit bingung. Ia tahu Raka bukan orang yang suka dengan keramaian seperti sebuah taman, akan tetapi saat ini dia justru membawa dirinya ke tempat itu. Apakah Raka benar benar telah memberikan lampu hijau untuk dirinya? Apakah ini sebuah kencan? Irene menatap punggung Raka yang sudah terlebih dahulu turun dari mobil. ‘Ah sudahlah, ikuti saja apa yang akan terjadi’ pikirnya dengan harapan melambung
Tok tok….. Raka mengetuk kaca mobil Irene dan gadis itupun keluar dengan senyumnya
“Karena makan malam masih beberapa jam lagi, kita jalan jalan disini aja ya”
“Eeeng…. Hu’um nggak apa apa”
“Lo mau jajan dulu, apa kita cari tempat ngobrol??”
Irene mengulum bibirnya sedikit bingung akan menentukan pilihan, disekilingnya adalah tempat umum yang rame oleh pengunjung yang sedang menikmati suasana sore ibu kota. Ada yang berolah raga, ada yang sekedar bercengkrama dengan orang terkasih dan ada pula yang tengah duduk duduk konkow beramai ramai. ‘Ah ada yang salah dengan Raka, kenapa dia membawa gue kesini’ Irene bergumam dalam diamnya memandang Raka yang masih menunggu jawaban
“Ehmmm terserah lo deh Ka”
“Okay, kita jalan dulu aja ya, nanti kalau ada tempat ngobrol yang enak, kita ngobrol disana”
Irene mengangguk pelan dengan keragua raguannya, namun ia tetap memantapkan hatinya mengikuti langkah kaki Raka.
Wajah Raka sedikit kaku menutupi kecanggungan yang ada dibenaknya karena inilah kali pertama baginya berjalan dengan seorang gadis ditempat umum yang ramai dan terang secerah suasana sore ini. Beberapa langkah terlewati dengan aman, Raka mengatur nafasnya agar tidak terlihat grogi di depaan Irene, tapi satu gerakan Irene seakan menghentikan segala kepercayaan dirinya. Tangan Irene mengamit satu lengan Raka tanpa permisi, gadis itu dengan santainya bergelayut manja layaknya sepasang kekasih. Raka terhenyak, akan tetapi dia membiarkan itu dengan memasang senyum yang ia paksakan untuk menjawab wajah manis Irene yang terlihat bersemu merah…

Sementara itu ditempat yang lain satu jam sebelumnya
Zaldy memarkir motornya dalam garasi rumah yang tidak terkunci, tanpa permisi ia memasukkan kendaraannya disana. Suasana rumah tampak lengang, ia membuka pintu samping rumah itu dan lantas menerobos masuk langsung menuju dapur.
“Anybody home… tanteeeeee, Al datang nih!”
Setelah menenggak satu gelas orange juice yang ada di dalam kulkas, Zaldy berteriak memanggil pemilik rumah, dari arah samping dapur nampak seorang wanita setengah baya berlari menghampiri
“Ibu nggak ada Mas, lagi belanja”
Pembantu Tata yang sedang menikmati waktu istirahatnya menyapaikan informasi dan lalu menuju dapur untuk mengambilkan beberapa makanan untuk Al seperti biasa yang ia lakukan saat ada tamu di rumah sang majikan
“Nggak usah repot repot mbak, nanyi biar Al ambil sendiri…. Eeehm kalau Tata?”
Pembantu itu tidak menjawab tapi dia mengarahkan pandangannya ke ruang keluarga yang ada tidak jauh dari dapur. Terlihat Tata sedang berbaring malas diatas karpet dengan bantal menyangga kepala serta menganggkat kedua kaki dibersandarkan pada Sofa Bed yang ada disana. Al menggelengkan kepala, dia tahu telinga Tata pasti tertutup dengan earphone sehingga ia tidak mengoceh saat ia menyelonong masuk.
Membawa membawa beberapa buah anggur yang ada di atas meja makan, Zaldy menghampiri Tata dan membaringkan badannya tepat disisi gadis itu. Earphone yang menyumpal di telinga Tata, ia cabut paksa sehingga gadis itu membuka matanya
“Eh elo…. ngapain lo kesini?”
Tata bangun dari posisinya dan melepaskan penyumbat telinganya, dengan wajah sedikit kesal karena keasyikannya terganggu, ia mengambil satu butir anggur yang Zaldy bawa..
“Lo mau latihan???”
“Niat awalnya emang gitu”
Dengan cuek mengunyah apa yang ada di dalam mulutnya dan menggoyang goyangkan kakinya, Zaldy menjawab santai
“Terus, ngapain lo ke rumah gue?”
“Lagi nggak mood latihan”
“Nggak mood latihan tapi lo pake baju seperti ini. Aneh!”
“Apanya yang aneh? Biasa aja kali, Ta”
Tata merebahkan kembali badannya ditempat semula, berbagi bantal dan sama sama memandang langit langit ruangan. Zaldy mengambil satu ear yang Tata pasang ditelinganya dan memasangnya di telinga ikut mendengarkan music yang Tata mainkan.
“Lo kenapa sih, Al….. ditolak cewek?”
“gue???... ya enggaklah”
“Terus??”
“Disuruh cari cewek sama Mama”
“Hahhahahaaa ya sudah sana cari cewek, susah amat sih tinggal pilih tuh yang udah ngantri”
“Emang milih kaos?? Halaaah syaratnya bikin gue keder duluan”
“Syarat??... Tante Martha buat persyaratan buat calon mantunya? Hahahhahaaa… ah emak lo lucu juga”
“Ho’oh… ah udah ah bĂȘte gue. Makanya mood gue hancur, padahal latihan sore gini pasti bakal banyak cewek yang nonton”
‘seandainya lo tahu syarat yang mama ajukan untuk calon pacar gue, gue yakin lo nggak akan bisa ketawa Ta’ Zaldy menggerutu dalam hati sambil memperhatikan ekspresi geli Tata akan apa yang ia ceritakan
“Lo mau olah raga apa mau manggung sih sebenarnya”
“dua duanya lah. Kalau bisa menyelam sambil minum air, kenapa nggak… apalagi hari Rabu gini pasti akan penuh yang lihat”
‘Rabu’ mendengar satu kata itu Tata tertegun dan tiba tiba Tata kembali bangun dari posisinya dan kini ia benar benar berdiri, tangan mungilnya menarik lengan Zaldy memaksa cowok itu untuk bangun
“Buruan Al…. hayooo cepetan”
“Ngapain sih Ta, kemana??”
Tata mendorong Zaldy untuk keluar rumah, mengambil kunci motor yang Zaldy geletakkan diatas meja dan memaksa cowok itu mengikuti kemauannya
“Bentar, lo nggak ganti baju…. Masa iya lo pake celana super pendek gini”
“Halaaah jangan sok sok an deh… ini Jakarta Bro bukan Arab Saudi”
“Emangnya kita mau kemana??”
“Anterin lo latihanlah…..”
“Ogah…. Gue males Ta, nggak mood”
“Gue temenin…. Iiiih ayooooo udah sana latihan”
Tata terus memaksa dan akhirnya Zaldypun menyerah. Meskipun enggan tapi Zaldy akhirnya menuruti kemauan Tata, ia membawa motornya melaju ke tujuan awalnya meninggalkan rumah. Dalam perjalanan yang tidak begitu jauh, Tata lebih banyak terdiam. Zaldy membiarkan tanpa banyak bertanya, ia tahu gadis itu sangat moody. Tidak akan membutuhkan waktu yang lama bagi Tata untuk berubah kembali bersemangat dan Zaldy yakin suasana yang ada di tempat latihannya akan kembali membangkitkan semangat Tata.

Suasana sore memang moment yang tepat untuk berjalan jalan di taman kota. Terik matahari yang mulai teduh menyapa alam serta angin yang semilir membuat udara terasa lebih segar dari sebelumnya. Zaldy menurunkan Tata sebelum ia memarkirkan motor, Tata menunggu Zaldy tidak jauh dari area parkir yang Zaldy tuju.
Setelah memasuki taman dan menuju lapangan basket tiba tiba Tata menghentikan langkahnya dan membuat Zaldy ikut menghentikan langkah
“Ada apa Ta?”
“Hmm lo duluan lah… gue nggak mau terlalu nempel sama lo”
“Gaya lo pake jaga jarak sama gue. Gue nggak mau main kok, kali ini gue mau nonton aja…. Hayo cepet”
Zaldy merangkul pundak Tata tanpa canggung, tapi gadis itu menepis tangan Zaldy dengan muka cemberutnya.
“Okay… gue paham kok. Lo nggak mau dikira cewek gue kan? Lo nggak mau pasaran lo jatuh kan”
“Anjing lo… pasaran, emang gue apaan?”
“Jangan jauh jauh jaraknya, ntar lo ada yang nyulik, gue yang repot….”
Zaldy memotong jalur Tata yang mulai memasang kuda kuda untuk berdebat, ia tahu cewek itu akan melancarkan segala kata kata pembelaan dan alasan yang mampu dia ucapkan untuk membela diri. Ia melangkah mendahului Tata menuju lapangan yang sudah terlihat di depan mata. Jarak yang tidak lebih dari 500 meter itu membuat Tata sedikit memutar arah, bukan karena ia tidak ingin terlihat datang bersama dengan Zaldy dengan alasan yang Zaldy katakana sebelumnya akan tetapi dia tidak begitu yakin dengan apa yang ia lakukan kini
‘Jika gue kesana sekarang, maka tidak akan sulit buat kenalin muka gue. Gue harus memastikan kali ini akan membawa hasil. Tapi…… ini masih sore, apakah dia akan latihan sore ini? Si Al bilang Rabu akan ramai oleh penonton dan itu tidak menutup kemungkinan karena magnet hidup…. Mudah mudahan gue nggak mendapatkan hasil nihil’
Dalam langkah kakinya yang semakin pelan, Tata membuka galeri ponselnya untuk memastikan kembali wajah buruan yang ia kejar selama ini….. akan tetapi langkah pelan itu benar benar terhenti saat pandangan matanya menangkap satu sosok yang sangat ia kenal ada tidak jauh di hadapannya. Tata tertegun dan sedikit memicingkan mata sekedar meyakinkan penglihatannya tidak salah dan
“Awaaaaas”
Satu suara membuat dia menoleh cepat tanpa menyadari apa yang terjadi dan ‘Praaak’ semua gelap dalam pandangan Tata menyisakan satu potongan siluet yang terekam memori…..


Dont Miss It :
Part 7 : PLAY GIRL JATUH CINTA  : Penuh Tanya 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar