PLAY GIRL JATUH CINTA
Part
10. Diantara kepingan puzzle
Nafas
Zaldy terdengar tidak beraturan, dia memasuki rumah Tata dengan sedikit
berlarian. Rasa hawatir dan penasaran kini memenuhi pikirannya, tanpa melihat
sekitar cowok jangkung itu menaiki tangga menuju kamar Tata. Rumah terlihat
sepi bahkan dari kamar Tatapun terlihat lengang, tidak ada tanda tanda
kecemasan. Nyonya Jasmine ataupun pembantu rumah tangga mereka tidak terlihat,
yang aneh hanya satu yaitu pintu kamar Tata yang biasanya selalu tertutup kini
terbuka lebar. Zaldy mempercepat langkahnya setengah berlari, tapi langkahnya
terhenti tepat di depan pintu. Zaldy tertegun dengan pandangan yang tertuju
pada satu titik di dalam ruangan kamar Tata.... ia membalikkan badannya
perlahan mencoba untuk mengatur rasa kagetnya. Dengan sedikit wajah yang
berubah, Zaldy kembali menuruni tangga dan mendaratkan tubuh lelahnya diatas
Sofa Bed. Entah kemana pikirannya kini berjalan, namun wajah Irene yang sedih
saat harus merelakan segala rencana kencannya berantakan sangat jelas dalam ingatannya.
“Mbak...
tante Jasmine kemana?”
Suara
Zaldy menghentikan langkah pembantu Tata yang akan menaiki tangga
“Nyonya
belanja, Mas”
“Sini
deh mbak... Tata tadi nggak muntah kan??”
Gelengan
kepala pembantu Tata dengan wajah herannya sedikit memberikan kelegaan pada
Zaldy
“Mbak
mau kemana??”
Sekali
lagi Zaldy memastikan bahwa pembanti itu tidak akan naik kelantai dua
“Mau
manggil Mbak Tata?”
“Ngapain?”
“Kenapa
sih Mas, Mbak Tata sakit beneran ya.... apa makan malamnya saya bawa ke atas
saja?”
“Ehm...
nggak usah. Mbak balik lagi deh, biar saya yang bilangin ke Tata”
Usaha
Zaldy menghentikan langkah pembantu itu untuk mendekati kamar Tata berhasil,
tapi kini segudang kebingungan dan keraguan membuatnya pusing. Zaldy mondar
mandir di depan tangga, sedetik ia berniat untuk naik tapi kemudian dia
mengurungkan niatnya.... beberapa kali ia meragu sampai akhirnya dia menyerah
dan membiarkan saja semuanya tanpa perlu dia melibatkan diri. Zaldy melemparkan
tubuhnya kembali diatas sofa dan memainkan remot kontrol untuk memindah mindah
chanel tivi mencoba mengalihkan segala pikirannya walau apa yang ia lihat
sangat mengganggu dan tidak bisa ia abaikan begitu saja
‘Aaaaah shit... ngapain gue yang
senewen sih. Mereka udah gede kali, udah bisa mengambil keputusan yang benar.
Tapi kenapa harus Raka?? Hendra dikemanain dan...... mbak Irene, apa kabarnya
gadis itu?.... Aish Raka gila.... apakah ini alasan dia selalu menolak untuk
pacara, apakah sebenarnya dia mencintai Tata? Lalu Tata, apakah dia udah nggak
waras??? Aaaaargh....’
Zaldy
mengacak acak rambutnya sendiri, dia bingung untuk mengambil sikap. Wajah Irene
dan Hendra kini berseliweran didepan matanya. Apa yang Hendra katakan padanya
dan apa yang ia minta dari dirinya beberapa waktu lalu seakan menjadi satu batu
besar yang masuk dalam rongga dadanya dan menyesakkan jalan nafas. Zaldy
tertunduk memegangi kepalanya sendiri
“Al??
Lo kenapa?”
Zaldy
dengan cepat mengangkat kepalanya mendengar suara Raka, nafasnya tertahan
dengan gigi yang ia gigit kuat menahan segala apa yang sempat membuatnya
sedikit marah.
“ehmm
nggak, gimana Tata?”
“Udah
mendingan... untungnya lukanya nggak lebar jadi nggak banyak mengeluarkan
darah”
“Kepalanya
bocor??!!!”
Kini
segala emosi yang ada didada Zaldy menghilang saat mendengar ada luka yang Tata
dapatkan dari insiden senja tadi. Raka mengangguk dan melangkah ringan
mendekati Zaldy. Ia merebahkan badannya diatas karpet dan mengambil bantal
untuk menopang kepalanya
“Kalau
lo capek, pulang duluan aja deh Mas, biar gue yang nungguin tante Jasmine”
“heeemmmm....
nggak kok. Lo aja yang pulang duluan. Gue masih pingin disini barang sebentar”
‘Iya kali lo mau pulang dengan
keadaan Tata seperti saat ini, tapi apa lo lupa ada mbak Irene yang nunggu
kabar lo?’
Zaldy
sedikit dongkol melihat kakaknya yang kini memejamkan mata di hadapannya.
Keduanya diam tanpa suara. Sampai akhirnya pembantu Tata kembali muncul
dihadapan mereka
“Mas,
makanannya?”
“Huuuh....
Tatanya tidur mbak, biar nanti sajalah...”
Jawab
Zaldy santai dengan tetap memaikan ponsel yang ada ditangannya, Raka mendongak
sesaat namun kembali memejamkan matanya
“Mas
Al dan Mas Raka barang kali yang makan... atau saya bereskan saja”
“Biarin
saja mbak, nanti kita makan kalau laper”
Masih
dengan mata yang terpejam, Raka menjawab pertanyaan pembantu Tata
“Ya
sudah kalau begitu Mas, kalau ada apa apa.... saya dibelakang”
“Hmmm....
sudah sana Mbak”
Sekali
lagi Zaldy menyahut dengan nada yang aneh ditelinga Raka
“Lo,
kenapa sih Al? Sepertinya lo lagi bete gitu”
“Nggak
kok... gue baik baik aja. Hoaaam.... aduh kok jadi ngantuk yaaa. Makan yuk Mas,
sayang kalau dingin”
“Halah
elo... mana bisa lihat makanan dianggurin. Makan aja duluan, gue belum laper”
“Itu...
lo jangan lupa ngabarin mbak Irene tuh. Anak orang.....”
Sedikit
bergumam, Zaldy meneriaki kakaknya untuk mengingatkan pada apa yang sudah ia
lakukan pada Irene
“Wajib
gitu?... biar deh. Nanti juga dia bakal telepon kalau ada apa apa”
“Eh
ati ati lo, Mas.... kena karma tahu rasa lo”
“Karma??
Lo nyumpahin gue?”
“Ya
nggak sih, tapi gue nggak pingin lo disakitin cewek karena udah nyakitin mbak
Irene”
“Huh?...
maksud lo apaan Al?”
Kini
gantian Raka yang mulai terusik dengan kata kata adiknya, ia berabjak dari
tidurnya dan menyusul Zaldy mendekati meja makan. Mengambil potongan buah
semangka yang sudah tersaji diatas meja makan, Raka menunggu jawaban Zaldy
“Maksud
lo apaan Al?”
“Ya
elo udah pahamlah Mas, lo sama mbak Irene pacaran kan?”
Raka
terdiam, ia sadar bahwa ia sudah membulatkan hati untuk memberikan kesempatan
pada gadis itu memasuki kehidupannya. Raka mengatur nafasnya mencoba untuk
mengontrol setiap kaya yang akan ia keluarkan agar Zaldy tidak salah
mengartikan.
“Benar
kan, lo pacaran kan sama Mbak Irene?”
“Entahlah,
gue nggak sebut hubungan kami seperti itu”
“What???
Lo jangan mainin hati perempuan Mas. Mbak Irene itu berharap banyak sama Lo.
Kalau lo mau ya mau, kalau nggak ya nggak. Jangan memanfaatkan keadaan karena
lo tahu dia punya hati sama Lo.... Aish, kenapa jadi gue yang nashatin lo sih”
“Gue
hanya mencoba untuk membuka hati”
“Mencoba???
Aduuuuuh gue kudu bagaimana ya. Lo itu kakak gue, tapi sumpah lo bego banget
soal cinta. Ehmmmm.... ehm gini deh, lo jawab jujur ya? Tadi, saat lo nyuruh
mbak Irene balik sendiri dan lebih memilih nganterin Tata, itu atas dasar apa?”
“Maksud
lo?”
“Ya....
lo lebih memilih Tata itu karena apa? apakah hati lo membisikkan sesuatu kalau
lo harus lebih mengutamakan dia, apakah lo nggak merasa udah membuang seseorang
karena itu? Hmmm.... sederhananya lo ngrasa bersalah nggak udah ngecewain mbak
Irene?”
“Kenapa
Irene harus kecewa? Dia pasti akan ngertilah dengan keadaan yang terjadi tadi,
dia lihat sendiri kan keadaan Tata?”
“Auuuuh
bodoh ah Mas, angkat tangan gue.... lo beneran bego, apa sok bego sih?... udah
deh gini aja. Lo telepon mbak Irene, minta maaf gitu apa tanyain kabar dia
nyampe rumah baik baik aja apa bagaimana... pokoknya gue saranin itu ajalah”
“Kenapa
gue harus minta maaf?”
“Ya
udah deh terserah lo... anggap aja gue nggak pernah nanya sesuatu”
“Al....
Al tunggu deh, Irene beneran nampak kecewa gitu?”
“Huft....
Ampuni gue ya Tuhan. Kalau dia itu adalah Tata...ya... kalau Tata diposisi mbak
Irene tadi yang tiba tiba ditinggal tanpa ba bi bu, pasti dia udah mewek sambil
nelponin gue minta jemput. Paham nggak lo”
Raka
mengangkat alisnya sedikit membayangkan situasi seperti apa yang ia tinggalkan
ditaman tadi saat ia meninggalkan Irene sendirian disana. Zaldy yang merasa
sedikit dibuat kesal dan gemas dengan sikap kakaknya kini hanya bisa menggeleng
sambil terus menyantap masakan yang ada di piringnya
Sementara
itu Tata yang mencoba memejamkan matanya masih tidak sanggup membndung airmata
yang keluar dari sudut matanya, rasa kesal yang ia rasakan selama ini seakan
telah membatu dan tidak mudah dipecahkan hanya dengan satu kali luapan emosi.
‘Mau lo itu apa sih Ta, lo nyari
apa.... permintaan maaf sudah Raka sampaikan dan bahkan dia sudah meletakkan lo
dalam prioritas utamanya. Demi menolong
lo, dia bahkan meninggalkan gadis yang dia cintai. Dia selalu memperlakukan lo dengan
baik, perhatiannya selalu tulus walaupun lo udah bersikap jutek sama dia. Lalu,
apalagi??’
“Aaaaah
molla... molla... molla. Wae? Kenapa lo bikin gue pusing sih... kenapa gue
nangis sih... huuuaaa dia bukan siapa siapa lo, Ta. Wake uuuuup.... hiks hiks
hiks”
Tata
terus berbicara pada dirinya sendiri, tangannya tidak berhenti menyeka airmata
yang mengalir disudut matanya. Dengan wajah kesal dia bersandar pada ranjang
dan menatap lurus kedepan menelaah setiap kejadian yang sudah dilaluinya
‘Tidak ada yang akan merubah
kecantikan kamu, semuanya masih sama. Nggak akan meninggalkan bekas luka. Jadi
jangan terlalu hawatir. Kamu masih menjadi yang paling cantik’
‘Mbak
Irene disamping dia, tapi kenapa justru bela belain antar gue…. Ah kenapa itu
orang jungkir balik bener antara kelakuan sama omongannya… apa sih maunya? Eh
tunggu, kenapa gue jadi deg deg an ya… tadi juga dia pelukin kenapa gue nggak
ada nolak nolaknya?aaaaaah malunya gue… Tata lo beneran gagar otak kayaknya
karena pelepah sialan itu’
“Aaargh… kenapa keinget terus sih!!! Tata…. Sadar Ta….
Ish… Auw”
Tiba tiba Tata meringis kesakitan, upayanya untuk
menyingkirkan segala hal manis yang sudah ia dapatkan dari Raka sore ini dengan
menggelengkan dan menepuk kepalanya sendiri membuat ia sedikit melupakan rasa
pening yang masih belum sepenuhnya hilang sehingga rasa itu kembali terasa.
Drrrrt
drrrrt drrrrt……
Tiba
tiba telinga Tata terusik dengan suara getaran dari ponselnya, ia mencari cari
benda itu disekelilingnya namun tidak sama sekali nampak ada benda mungil nan
canggih itu disana. Tata membalik bantalnya tetap nggak ada, di meja tidak
nampak. Aaaargh ia mulai kesal, dengan memegangi kepala ia bermaksud untuk
turun dari ranjang, selimut tebal yang Raka pasangkan untuk menutupi tubuhnya
ia sibakkan kasar dan Klotak satu
benda terlempar ke lantai. Tata terduduk lemas melantai, ia kesal pada dirinya
sendiri karena ia merasa susah untuk menggapai benda sekecil ponsel miliknya
itu karena pusing di kepala yang masih sangat mengganggu gerak gesitnya.
Dibiarkan ponsel itu terus bergetar tanpa tahu siapa yang menelpon sampai
akhirnya diam kembali tidak bersuara. Tata berdiri, melangkah lemas mendekati
benda canggih itu dan membawanya terduduk di tepi ranjang. Kini semua keluh
kesahnya dan airmata yang mengalir itu sudah terhempas jauh dari pikiran saat
ia mulai focus pada benda serba bisa itu. Bibirnya sedikit cemberut, dahinya
mengerut menahan pusing dan tangannya mulai lincah membuka kunci ponsel. ‘Hendra?’ nama Mahendra tertera dilayar
ponselnya, Tata menghembuskan nafasnya sesaat lalu menjatuhkan diri kembali
hanya menatap layar ponselnya tidak melakukan apapun, satu nama itu membuatnya
sedikit bingung untuk bersikap dan inilah untuk kali pertama dia merasa
terbebani dengan hubungan yang ia jalani dengan seseorang. Tata sadar bahwa
sikapnya pada Hendra memang sudah melewati batas, bukan karena dia tidak
memikirkan perasaan pemuda tampan itu, tapi sikap Hendra yang seakan akan ingin
membatasi dunianya dengan keingintahuan yang ia miliki pada apapun yang Tata
lakukan membuatnya sedikit jengah.
“Halo…
ada apa?”
Suara
Tata sedikit kesal menjawab panggilan yang kembali masuk pada ponselnya
“Eh
beneran Lo kena musibah ya?? Lo nggak apa apa kan? Apa perlu gue ke rumah lo,
gue jenguk ya”
“Jangan
lebay deh… gue nggak apa apa kok. Kagak usah datang ntar malah ngrepotin lagi
deh lo”
“Anjir
Lo Ta…. Dihawatirin temen malah kayak gitu, songong amat itu mulut ya”
“Hahahhahaa
lagian gue nggak apa apa kok Ren, lo kok tahu gue kena apes hari ini, siapa
yang ember?”
“Ya
gue gitu loh, kabar apa sih yang nggak mampir ke kuping Renita. Kayaknya kabar
semut kawin aja gue tahu…. Hahahahha”
Keduanya
tertawa, Tata sedikit terhibur oleh telepon sahabatnya dan melupakan persoalan
Hendra maupun Raka yang sempat mengusik pikirannya. Mereka bercanda lewat percakapan
telepon itu, Renita yang memang tidak pernah bisa serius menanggapi segala
persoalan itu membuat apa yang yang Tata alami sebagai bahan olok olokannya
menyerang Tata dan rasanya tidak pernah membiarkan Tata sedikit mendramatisir
apa yang ia alami
“Tapi
Ta itu artinya lo udah lihat wajah anak pak Haji secara live kan?”
‘anak pak haji?’ kini Tata terbengong,
kembali ia memutar otak pada pertanyaan Renita.
“Maksud
lo?”
“Jangan
sok bego deh… yang nolongin lo si Ridho kan?”
“What???
Jadi bener Ridho yang nolongin gue itu dia???”
“Hah???
Lo nggak tahu…. Jangan bilang lo masih nggak ngeh sama orang seganteng dia,
jangan bilang mata lo kecolok ma hidung dia sehingga lo nggak bisa melek…
sumpah kali ini mata lo yang ngeblur ya Ta?”
“Serius
gue nanya, beneran Ridho itu yang nolongin gue?”
“Lah
elo yang mengalami musibah kenapa jadinya lo yang nanya ke gue! Ini yang bego
gue apa mukidi sih?”
“Gue
nggak sempet lihat mukanya Ren… jangankan lihat itu muka anak pak haji, saat
kejadian itu gue benar benar yang nggak sanggup nopang badan gue, semuanya kek bleng…. Lo paham kan sesuatu yang super
besar menghantam muka lo itu bakal kayak apa? Semuanya gelap muter muter gitu”
“Dan
diatas kepala lo itu muncul banyak bintang yang muter tuing tuing gt ya Ta?
Hahahhahhahaa”
“Lo
pikir lagi nonton kartun apa…. Ah sialan juga deh lo”
“Sorry
mbak bro… lagian lo udah ngintipin itu orang berhari hari malah udah masuk
itungan bulan eh giliran dia jreeng nongol depan muka lo malah lo merem. Ah
bagaimana sih lo…. Udah kali aja nih pertanda kalau lo nggak berjodoh sama dia
kali. Udah realain aja anak pak haji move on dari lo”
“Aish
siapa yang pingin berjodoh sama dia, gue cuma penasaran aja kok. Lagian kenal
juga kagak tapi kenapa itu rumors gencar banget kalau gue pacar dia. Kalau lo jadi
gue apa lo nggak merasa aneh dan penasaran? Pikir deh”
“Ya
kali si Ridho itu secret admirer lo gitu yang nyanjung lo dimana mana sampai
itu cabe cabe pada berkasak kusuk sendiri sebut lo sebagai pacar Ridho. Ya
secara logika aja deh Ta… siapa sih yang nggak kenal lo di kampus. Violetta
gitu loh, mana ada cewek yang nggak jiper denger nama lo, apalagi yang ada
hubungannya sama cowok. Kalau gue secara pribadi sih bakal mundur teraturlah
kalau tahu gebetan gue sukanya sama elo… bayangin aja kek ngarep durian runtuh
dari pohon nangka aja tu cowok bakal nglirik gue disaat yang ada di pelupuk
matanya cuma lo doang. Mustahal tahu.. contoh konkritnya tu si jones keren
Zaldy hahahahhaaaa….”
“Zaldy??
Apa hubungannya sama si Al…. lo jangan bikin issue baru deh”
“Tataaaaaa….
Lo beneran buta apa membutakan mata sih? Lihat itu si Al. Jujur deh lo,
seandainya lo bukan sahabat kecilnya dia, jamin nggak lo kalau nggak bakal
jatuh cinta. Ya kalau si Ridho punya wajah Arabian yang super kece dan bersinar
si lapangan, lah si Al??? oh my god dia nggak kalah lah sama Ridho… dia keren
lo Ta, tinggi, putih, bersih, badannya bagus, bibirnya merah halaaah pokoknya
gantenglah…. Hayooo kalau dia buakan temen kecil lo, lo juga mau kan pacaran
sama dia”
“Tinggi,
putih dan bersih…. Lo pikir sapi???
Ehhhmmmm
iya sih, Al memang keren dan sangat menarik lah gue pikir. Dia juga mahasiswa
yang otaknya encer. Tapi kenapa masih jomblo mulu ya… hahahahha”
“Dodol
deh lo ah…. Ya karena dia itu selalu nempel sama lo oneeeng!!!”
“Terus
apa hubungannya dia nempel sama gue dan jomblonya dia. Hayo dimana masalahnya”
“Semua
mata yang nglihat lo jalan sama Al itu pasti menilai kalian itu pasangan paling
ideal abad ini. Kemana mana sama sama, satu cantiknya super dan cowoknya keren
habis… yang mau deketin Al pasti ngaca seribu kali Taaa… apalagi lo kalau sama
Al kayak gitu, glendotan, gandeng and seret dia semau lo… ah lo mah nggak
nyadar juga diomongin dari tadi”
“Eh
Nyit, lo yakin ngakuin gue cantik banget ya…. Hahahahhaha”
“Eh
ngapin lo ikut ikutan panggil gue nyit nyit…. Cukup si Salsa aja ya yang
panggil gue gitu”
“Udah
jawab aja, beneran ya gue secantik itu??”
“Auh
ah…. Nyesel gue muji lo… udah nggak dapat apa apa malah lo semakin gede kepala”
“hahahhaaa….
Tapi seandainya lo gue comblangin sama Al pasti mau dong. Lo kan jones juga”
“Kagak
terima kasih yeee…. Gue juga bisa kali deketin sendiri, nggak butuh jembatan!”
“Yakin….
Si Al susah lo kriterianya, apalagi syarat dari emaknya. Yakin nggak mau
dicomblangin… yakin nolak pertolongan gue”
“Ah
udah ah… lo sitirahat sana, kepala utuh aja rada kopyor isinya apalagi habis di
keplak sama Tuhan pake pelepah palem gitu… gue yakin kewarasan lo perlu
dipertanyakan Ta… gue tutup”
“Eh
anjir lo….”
Tut tut tuuuut sambungan
telepon diputuskan, Tata tersenyum geli mengingat percakapannya dengan Renita.
Sahabatnya itu memang sosok yang nggak akan pernah bisa menyembunyikan apapun
darinya dan darinya lah untuk pertama kalinya ia mengetahui apapun di dunia
kampus khususnya tentang rumors yang menyangkut dirinya. Tentang Ridho dan kini
satu fakta tentang Zaldy juga ia dengar dari Renita
‘Ridho’ …. Ah Tata kembali mengingat
suara berat nan tegas yang meneriaki dirinya dan menyebut nyebut namanya tadi
sore, bibirnya tersenyum mendapati dirinya sudah berinteraksi dengan buruan
selama ini ia intai. Tangan kekar Ridho yang sempat menyentuh dan bahkan telah
mengangkat tubuh mungilnya ke bangku taman masih sangat jelas ia sadari, ya itu
bukanlah Raka yang pada akhirnya ia sdarai sebagai sosok yang merelakan bahunya
sebagai tempat Tata bersandar dan bahkan setia memeluk Tata selama menjadi
pusat perhatian di taman kota itu. Sekali lagi Tata tersenyum dengan sumringah
membayangkan Ridho menatap wajahnya yang mungkin nampak pucat dengan mata
tertutup serta tergeletak lemas diatara sadar dan tidak..
‘Aaaah artinya dia sudah sangat mengenal gue dong, eh
kenapa dia panggil gue mbak?? Bukankah dia tau nama gue Violetta. Kenapa nggak
sebut aja nama gue dengan sebutan Tata gitu. Ah sopan banget si lo…’
”Artinya….
Al kenal dong sama Ridho??? Anjir si Al sok bego apa emang nggak ngeh ya… apa
Ridho anak kompleks ini juga? Temen basket Al kan rata rata anak komplek sini
ajah…. Oh nooo. Al yaa… gue musti tanya ke Al”
Tata
merapikan pakaiannya, dengan langkah penuh kehati hatian ia keluar dari
kamarnya. Jam di dinding menunjukkan jam 8 malam. Perutnya sedikit lapar karena
hanya air yang masuk ke lambung sejak dia terkulai tadi sore. Rumah nampak
sepi, sepertinya sang mama belum kembali dari shopping. Tepat di ujung tangga,
mata Tata mencari cari sosok yang ia maksud tapi tak nampak seorangpun di
lantai bawah. Tata menuruni tangga dengan terus berfikir, ia memainkan bibirnya
dengan sesekali memiringkan kepalanya menemukan sesuatu dalam otaknya
‘Si Al sudah baca semua terror yang masuk di Hp gue,
dia udah balas beberapa diantaranya… masa dia nggak paham siapa yang
dimaksudkan? Masa iya kalah encer dengan Renita, tanpa disebut siapa namanya
saja Renita paham siapa yang dimaksudkan dalam setiap terror itu….. eh tunggu,
apa benar itu yang dimaksud adalah Ridho? Kan mereka nyebutnya bintang bukan
namanya langsung. Jangan jangan itu malah si Al, kan yang nempel sama gue itu
Al bukan si Ridho… Renita bilang kan sebenarnya banyak yang suka sama si Al
tapi jiper karena gue inthilin mulu. Huft gimana nih… tanya nggak ya?’
“Eh
sudah sehat lo?”
Tata
tersentak, tanpa terasa langkah kakinya dalam keragu-raguan itu membawanya
mendekati pendopo yang ada di sisi rumah dan ternyata Zaldy sedang menonton
tivi disana menemani pembantunya ngobrol
“Ehm…
Mama belom pulang ya?”
Dia
mengalihkan pembicaraan dan mengurungkan niatnya menanyakan perihal Ridho pada
Zaldy. Pikirannya mulai sedikit rancu tentang siapa sebenarnya yang dimaksud
dalam terror yang ditujukan padanya mengenai bintang basket idola kampus
“Lo
laper?? Makan deh sana… apa perlu gue temani. Mama lo belum balik nih”
Zaldy
berdiri dan mendekati Tata mencoba membantu Tata untuk berjalan karena ia lihat
gadis itu masih nampak pucat
“Apa
makanya di saya bawa kesini aja mbak”
“Nggak
usah mbak… hmmm ambilkan biscuit saja mbak sama juice ya”
“Juice
apa?”
“Apa
saja deh pokoknya bukan manga….”
Pembantu
berlari kearah dapur menyiapkan apa yang diminta nona mudanya sementara itu Al
dan Tata menunggu di pendopo ditemani suara jangkrik dan gemericik air kolam.
Tata merebahkan badannya di atas balai dan Al masih asyik dengan salat buah dan
tontonannya, tidak ada suara yang keluar dari mulut keduanya. Masing masing
sibuk dan larut dalam pikiran masing masing
“Emmm
beneran lo udah sadar sepenuhnya Ta”
Zaldy
cuek mengeluarkan pertanyaannya dengan sesekali mengarahkan pandangannya pada
Tata yang memejamkan mata diatas bale
“Iya”
“Lo
nggak muntah muntah kan tadi sore?”
“Nggak…
kepala gue masih aman Al… kepala gue seterong ya, nggak lembek”
“Iya
seterong and keras banget sampe itu watak kerasnya gila kek fosil tau nggak lo”
“Sialan
lo….”
Kini
dua sahabat kecil itu kembali
terlibat dalam pertengkaran kecil tidak penting yang selalu terjadi
diantara keduanya,
apa saja yang ada di depan mereka menjadi sasaran empuk sebagai alat membela
diri mulai dari bantalan kursi, majalah sampai box tissue melayang entah
kemana... suasana benar benar kacau di dalam pendopo, Al tidak akan pernah
mengalah pada sikap Tata yang keras dan Tatapun tidak akan pernah menyerah
sampai apa yang ia yakini diakui oleh sahabat kecilnya itu. Keadaan seperti itu
bukanlah pemandangan baru jika Tata dan Zaldy berselisih pendapat dan perang
ala Tom and Jerry hanya akan selesai jika salah satu diantara mereka merasakan
kelelahan seperti saat ini, Zaldy memilih mengalah saat mengingat Tata yang
masih belum kembali sehat seperti semula dari shock yang ia rasakan karena
selama ia menelak serangan satu tangannya sesekali memegangi kepala. Nafas Tata
dan Zaldy saling berkejaran, keduanya merasa kelelahan sampai sampai gelas
juice pesanan Tata yang dibawa pembantunya hampir tumpah karena mereka saling
berebut untuk meminumnya lebih dahulu.
“Ta, lo sama Hendra bagaimana?”
Akhirnya Al menemukan moment
untuk menyampaikan apa yang Hendra adukan padanya (Cowok ngadu??? Cemen amat yak)
“maksud lo?”
“Ya... hubungan lo sama dia? Aman
aman aja kan?”
“Menurut lo?”
“Hmm gimana ya, kok gue ga pernah
lihat lo jalan lagi sama dia, lebih banyak sama gue dan itupun jarang ketemu
Hendra. Lain saat lo sama Tony dulu yang selalu jadiin gue obat nyamuk”
“Ooooo lo kangen jadi obat
nyamuk?”
“Anjir lo... ya nggak gitu juga
kali. Ya maksud gue, gue nggak pernah lagi lihat lo mesra gitu sama dia. Sepertinya
waktu lo buat dia itu nggak ada sekarang. Udah nggak jalan dalam satu project
lantas kok ga ada komunikasi gitu”
“Ah sok tahu lo... apa perlu gue
lapor gitu kalau gue mau telepon, mau chat sama dia. Apa gue laporan aja ya
sama lo”
“Hmmm terserah lo deh Ta, gue
cuma prihatin sama dia. Kaum gue udah lo tindas tau nggak lo”
Sekali lagi bantal melayang ke
arah Tata tapi kali ini tidak ada balasan seakan Tata membenarkan apa yang Zaldy
sampaikan. Ia memegangi gelas juicenya sambil memikirkan sesuatu tentang Hendra
“Gue cuma kasih saran aja sih Ta,
kalau memang lo masih anggap dia sebagai orang terdekat lo, hubungi dia...
jangan menghindar apapun masalah lo sama dia. Gue ngomong ini karena jujur
Hendra sempat nemuin gue buat tanyain lo dan malah dia ngira lo selingkuh sama
gue. Gue cuma nggak mau kambing hitam macam gue akan muncul lagi nantinya”
“Gue sebenarnya nggak menghindari
dia sama sekali, Al. Ya lo tahu sendirilah gaya pacaran gue kayak apa. Lo mau
jalan sama ya lo kudu ikhlas dengan apapun mau
dan aturan gue. Jangan berharap aneh aneh apalagi membayangkan mendapatkan
sesuatu yang lebih dari gue, Itu aja. Gue tahu sejak dia kembali dari Surabaya
itu memang jarang ketemu karena dia sibuk dan gue juga memutuskan untuk banyak
mengambil job, jadwalnya jadi bentrok. Itu aja sih.. gue nggak selingkuh, dan
gue nggak ada deket dengan siapapun, terus masalahnya dimana? dia aja sih yang
terlalu lebay jadinya dianggap serius”
“Huh... mana gue tahu urusan
dalam negeri lo. Gue hanya bodyguard lo aja kok, ogah urusin urusan rumah
tangga lo yang rumit itu. Kalau aja Hendra nggak sempetin sempetin nemuin gue
buat mastiin lo pacaran apa nggak sama gue, gue nggak akan pusing. Ya itu
tadilah.. lo luangin waktu buat cowok lo, eh salah temen special lo”
“Gue ngira gue pacaran sama lo? Yeeeek
najis.... sekeren apapun lo kayaknya pacaran sama lo itu kok ya kebangetan
ya....”
“Eh hati hati lo ngomong... gini
gini yang antri buat jadi cewek gue banyak kali. Lo aja nggak nyadar kalau udah
nempel kek lintah sama cowok keren, idola gitu loh”
“bahahahahhaaa idola emak lo? Hmmmm
ngomong ngomong soal idola, beneran Al banyak yang ngidolain lo?? Dari segi
apa? Ganteng, pinter, atlet basket.... apa?”
“Ada deh!”
“Eh tapi Al... yang nolongin gue
tadi itu temen lo ya? Siapan namanya... gue tadi sempat denger antara sadar dan
tidak gitu. Dia anak kompleks sini?”
Intuisi Tata menemukan celah
untuk mengetahui kebenaran tentang dugaannya soal Ridho yang diyakini sebagai
secret admirer yang secara diam diam meyukai dirinya. Tanpa diduga Zaldy
menganggukkan kepalanya dan dengan cuek mengiyakan pertanyaan Tata, Tata
membelalakkan matanya tidak percaya bahwa dia berada dalam lingkungan yang sama
dengan seseorang yang selama ini sudah banyak menyita waktunya hanya sekedar
untuk mengintai (Tidak pernah membawa
hasil)
“Lo yakin, memang blok apa?? Kok gue
nggak pernah dengar namanya”
“Dia ikut tantenya disini, dia
aslinya mah di keraton Solo sana. Lo nggak bakal tahulah sama dia, dia bukan
orang jelalatan yang akan selalu ribut cari perhatian lo seperti fans fans
nggak jelas lo itu. Ketemu juga lo nggak akan pernah sadar kok kalau dia patut
untuk diperhitungkan sebagai cowok. Lo kan Apatis, kalau iklan iklan lewat mah
durasi habis udah nggak kepikiran lagi. Ya kan?”
“Nggak gitu juga kali Al... bener
namanya Ridho? Anak hukum di kampus kita yang banyak dikejar cewek itu kan?”
“huh? Lo tahu tentang Ridho, Ta? Tumben
Lo penasaran sama hal hal beginian... Ada apaan?? Jangan bilang lo tertarik
sama Ridho ya”
Tata kehilangan rem keponya,
tanpa sadar ia membuka rahasia penyelidikannya tentang Ridho sehingga Zaldy
bereaksi sedikit serius dan memutar posisi tubuhnya, meletakkan ponsel yang ia
pegang dan kini menatap Tata penuh selidik
“Ya elah Al.... gue cuma mastiin
aja, tadi.... maksud gue waktu gue setengah pingsan itu, gue sedikit lihat
wajahnya itu mirip sama yang suka main basket di kampus itu... gue sih nggak
tahu ya, yang di kampus itu namanya siapa, tapi Renita bilang kalau dia
idolanya anak hukum gitu”
Zaldy hanya senyum senyum tanpa
membenarkan apapun alasan yang Tata berikan, dia menatap wajah gadis itu dengan
pandangan yang aneh menahan tawa karena Tata menjadi agak kikuk.
“Bener nggak?”
“Gue nggak akan jawab kalau lo
nggak jujur.... percuma!”
“Ish... maksud lo apaan?”
Zaldy kembali membalikkan
badannya dan mulai sibuk dengan ponselnya mengacuhkan Tata yang menjadi
penasaran. Zaldy melirik dan tersenyum melihat reaksi Tata. Baginya reaksi
seperti ini sangat jarang ia lihat dari seorang Tata. Dia gadis yang tidak
pernah meributkan segala sesuatu yang dihebohkan oleh orang lain selama itu
tidak bersinggungan denganya dan kali ini untuk pertama kalinya Tata sedikit
penasaran pada sosok Ridho. Ridho yang selama ini banyak menyita perhatian
perhatian kaum hawa terkecuali Tata, Zaldy mencium sesuatu yang lain dari Tata
saat menanyakan tentang sosok Ridho.
“Ya kalau lo kenal kan gue bisa
berterima kasih secara langsung Al sama dia karena udah menolong gue tadi sore.
Masa iya sih gue jadi orang yang nggak tahu terima kasih.. beneran dia anak
kampus kita?”
“huum”
“Namanya Ridho.... ehmmm atau
lain waktu kalau lo latihan gue ikut deh biar lo percaya kalau gue nggak ada
motif lain”
“Ogah... dikampus udah nggak bisa
gerak, masa iya di lapangan basket lo juga bakal nempel kek lintah ke gue.
Nggak ah! Nggak ada acara ikut latihan segala”
“Elo mah kejam ya Al... orang mau
terima kasih juga masih juga dicurigai. Halaaaah okay gue akan jaga jarak dari
lo”
“Gini aja deh... namanya Ridho
Ahmad Afriyansah, oke dia anak hukum satu tahun di atas kita. Udah lo cari
sendiri dan nggak ada acara nempelin gue latihan basket. Iish bintang lapangan
mo di mau di spionase. Huh turunin pasaran aja lo”
“Bintang lapangan?? Elo?? Iiih
permainan lo standart gitu disebut bintang lapangan. Jangan mimpi deh!”
“Eh Ta... cuma elo ya yang nggak tahu kalau gue jago...”
“Eh Ta... cuma elo ya yang nggak tahu kalau gue jago...”
“Jago apaan nih?”
Tiba tiba saja nyonya Jasmine
datang menyela diantara mereka dan mengambil duduk disebelah Tata, memeluk dan
mencium putrinya yang membuat Zaldy merajuk membuka lebar kedua tangannya untuk
mendapatkan pelukan yang sama. Tata mengatupkan bibirnya berdiri melihat
tingkah Al dengan jijik..
“Eh sayang mau kemana? Mama baru
datang udah ditinggal aja. Nggak kangen ya sama Mama”
“Ah mama jangan lebay deh... Tata
capek! Lebih tepatnya capek lihat Al dan bosen lihat mukanya... tu badannya
juga bau habis latihan belum mandi”
Tata melenggang tidak lagi
memperdulikan apapun yang Al katakan
“Ta... itu Mas Raka suruh pindah
gih ke kamar tamu, kasihan sampai ketiduran gitu. Bangunin ya sayang”
“Raka??? Dia masih ada disini?’
Tata menghentikan langkah dan
membalikkan badannya kaget mendengar nama Raka disebutkan oleh mamanya, dia
melihat jam ditangannya udah jam sepuluh malam dan dia sama sekali tidak
menyadari keberadaan Raka sama sekali, dia mengira hanya Al yang bertahan untuk
menemaninya sampai larut seperti biasa saat di rumah tidak ada orang
“Iya tuh di ruang keluarga ada
mas Raka”
Jawab nyonya Jasmine tenang tanpa
curiga apapun bahkan dia tidak menyadari apapun yang sudah terjadi dengan
putrinya
‘Hah...
dia belum pulang, ngapain?? Mau mastiin keadaan gue... tumben amat? Haduuuuh kan
pusing deh kepala gue’
Dalam langkah bimbangnya antara
siapa bintang lapangan sebenarnya dan keberadaan Raka, Tata memasuki rumahnya
dan kemudian mendapati Raka yang nampak lelap dalam tidurnya. Matanya terlihat
lelah tertutup rapat masih dengan baju kerja yang ia kenakan. Saat menatap
wajah itu, segala hal manis diluar nalar yang sudah Raka lakukan untuknya
berseliweran di otaknya dan membangunkan kembali segala tanya yang ia miliki.
Tata menarik nafas dalam menghempaskan segala keraguannya. Saat ini misinya
tersa semakin bertambah ‘Zaldy, Ridho, Hendra dan Raka’ empat nama itu seakan
menjadi teka teki baru yang harus ia pecahkan dengan segera agar dia bisa
melangkah tanpa keraguan seperti dirinya sebelumnya, menghapus segala yang
buram untuk digantikan dengan satu hal yang jelas tanpa tanda tanya
Dont Miss It :
PLAY GIRL JATUH CINTA : Perdamaian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar