Rabu, 14 September 2016

PLAY GIRL JATUH CINTA : Diantara kepingan puzzle





PLAY GIRL JATUH CINTA

Part 10. Diantara kepingan puzzle

Nafas Zaldy terdengar tidak beraturan, dia memasuki rumah Tata dengan sedikit berlarian. Rasa hawatir dan penasaran kini memenuhi pikirannya, tanpa melihat sekitar cowok jangkung itu menaiki tangga menuju kamar Tata. Rumah terlihat sepi bahkan dari kamar Tatapun terlihat lengang, tidak ada tanda tanda kecemasan. Nyonya Jasmine ataupun pembantu rumah tangga mereka tidak terlihat, yang aneh hanya satu yaitu pintu kamar Tata yang biasanya selalu tertutup kini terbuka lebar. Zaldy mempercepat langkahnya setengah berlari, tapi langkahnya terhenti tepat di depan pintu. Zaldy tertegun dengan pandangan yang tertuju pada satu titik di dalam ruangan kamar Tata.... ia membalikkan badannya perlahan mencoba untuk mengatur rasa kagetnya. Dengan sedikit wajah yang berubah, Zaldy kembali menuruni tangga dan mendaratkan tubuh lelahnya diatas Sofa Bed. Entah kemana pikirannya kini berjalan, namun wajah Irene yang sedih saat harus merelakan segala rencana kencannya berantakan sangat jelas dalam ingatannya.
“Mbak... tante Jasmine kemana?”
Suara Zaldy menghentikan langkah pembantu Tata yang akan menaiki tangga
“Nyonya belanja, Mas”
“Sini deh mbak... Tata tadi nggak muntah kan??”
Gelengan kepala pembantu Tata dengan wajah herannya sedikit memberikan kelegaan pada Zaldy
“Mbak mau kemana??”
Sekali lagi Zaldy memastikan bahwa pembanti itu tidak akan naik kelantai dua
“Mau manggil Mbak Tata?”
“Ngapain?”
“Kenapa sih Mas, Mbak Tata sakit beneran ya.... apa makan malamnya saya bawa ke atas saja?”
“Ehm... nggak usah. Mbak balik lagi deh, biar saya yang bilangin ke Tata”
Usaha Zaldy menghentikan langkah pembantu itu untuk mendekati kamar Tata berhasil, tapi kini segudang kebingungan dan keraguan membuatnya pusing. Zaldy mondar mandir di depan tangga, sedetik ia berniat untuk naik tapi kemudian dia mengurungkan niatnya.... beberapa kali ia meragu sampai akhirnya dia menyerah dan membiarkan saja semuanya tanpa perlu dia melibatkan diri. Zaldy melemparkan tubuhnya kembali diatas sofa dan memainkan remot kontrol untuk memindah mindah chanel tivi mencoba mengalihkan segala pikirannya walau apa yang ia lihat sangat mengganggu dan tidak bisa ia abaikan begitu saja
‘Aaaaah shit... ngapain gue yang senewen sih. Mereka udah gede kali, udah bisa mengambil keputusan yang benar. Tapi kenapa harus Raka?? Hendra dikemanain dan...... mbak Irene, apa kabarnya gadis itu?.... Aish Raka gila.... apakah ini alasan dia selalu menolak untuk pacara, apakah sebenarnya dia mencintai Tata? Lalu Tata, apakah dia udah nggak waras??? Aaaaargh....’
Zaldy mengacak acak rambutnya sendiri, dia bingung untuk mengambil sikap. Wajah Irene dan Hendra kini berseliweran didepan matanya. Apa yang Hendra katakan padanya dan apa yang ia minta dari dirinya beberapa waktu lalu seakan menjadi satu batu besar yang masuk dalam rongga dadanya dan menyesakkan jalan nafas. Zaldy tertunduk memegangi kepalanya sendiri
“Al?? Lo kenapa?”
Zaldy dengan cepat mengangkat kepalanya mendengar suara Raka, nafasnya tertahan dengan gigi yang ia gigit kuat menahan segala apa yang sempat membuatnya sedikit marah.
“ehmm nggak, gimana Tata?”
“Udah mendingan... untungnya lukanya nggak lebar jadi nggak banyak mengeluarkan darah”
“Kepalanya bocor??!!!”
Kini segala emosi yang ada didada Zaldy menghilang saat mendengar ada luka yang Tata dapatkan dari insiden senja tadi. Raka mengangguk dan melangkah ringan mendekati Zaldy. Ia merebahkan badannya diatas karpet dan mengambil bantal untuk menopang kepalanya
“Kalau lo capek, pulang duluan aja deh Mas, biar gue yang nungguin tante Jasmine”
“heeemmmm.... nggak kok. Lo aja yang pulang duluan. Gue masih pingin disini barang sebentar”
‘Iya kali lo mau pulang dengan keadaan Tata seperti saat ini, tapi apa lo lupa ada mbak Irene yang nunggu kabar lo?’
Zaldy sedikit dongkol melihat kakaknya yang kini memejamkan mata di hadapannya. Keduanya diam tanpa suara. Sampai akhirnya pembantu Tata kembali muncul dihadapan mereka
“Mas, makanannya?”
“Huuuh.... Tatanya tidur mbak, biar nanti sajalah...”
Jawab Zaldy santai dengan tetap memaikan ponsel yang ada ditangannya, Raka mendongak sesaat namun kembali memejamkan matanya
“Mas Al dan Mas Raka barang kali yang makan... atau saya bereskan saja”
“Biarin saja mbak, nanti kita makan kalau laper”
Masih dengan mata yang terpejam, Raka menjawab pertanyaan pembantu Tata
“Ya sudah kalau begitu Mas, kalau ada apa apa.... saya dibelakang”
“Hmmm.... sudah sana Mbak”
Sekali lagi Zaldy menyahut dengan nada yang aneh ditelinga Raka
“Lo, kenapa sih Al? Sepertinya lo lagi bete gitu”
“Nggak kok... gue baik baik aja. Hoaaam.... aduh kok jadi ngantuk yaaa. Makan yuk Mas, sayang kalau dingin”
“Halah elo... mana bisa lihat makanan dianggurin. Makan aja duluan, gue belum laper”
“Itu... lo jangan lupa ngabarin mbak Irene tuh. Anak orang.....”
Sedikit bergumam, Zaldy meneriaki kakaknya untuk mengingatkan pada apa yang sudah ia lakukan pada Irene
“Wajib gitu?... biar deh. Nanti juga dia bakal telepon kalau ada apa apa”
“Eh ati ati lo, Mas.... kena karma tahu rasa lo”
“Karma?? Lo nyumpahin gue?”
“Ya nggak sih, tapi gue nggak pingin lo disakitin cewek karena udah nyakitin mbak Irene”
“Huh?... maksud lo apaan Al?”
Kini gantian Raka yang mulai terusik dengan kata kata adiknya, ia berabjak dari tidurnya dan menyusul Zaldy mendekati meja makan. Mengambil potongan buah semangka yang sudah tersaji diatas meja makan, Raka menunggu jawaban Zaldy
“Maksud lo apaan Al?”
“Ya elo udah pahamlah Mas, lo sama mbak Irene pacaran kan?”
Raka terdiam, ia sadar bahwa ia sudah membulatkan hati untuk memberikan kesempatan pada gadis itu memasuki kehidupannya. Raka mengatur nafasnya mencoba untuk mengontrol setiap kaya yang akan ia keluarkan agar Zaldy tidak salah mengartikan.
“Benar kan, lo pacaran kan sama Mbak Irene?”
“Entahlah, gue nggak sebut hubungan kami seperti itu”
“What??? Lo jangan mainin hati perempuan Mas. Mbak Irene itu berharap banyak sama Lo. Kalau lo mau ya mau, kalau nggak ya nggak. Jangan memanfaatkan keadaan karena lo tahu dia punya hati sama Lo.... Aish, kenapa jadi gue yang nashatin lo sih”
“Gue hanya mencoba untuk membuka hati”
“Mencoba??? Aduuuuuh gue kudu bagaimana ya. Lo itu kakak gue, tapi sumpah lo bego banget soal cinta. Ehmmmm.... ehm gini deh, lo jawab jujur ya? Tadi, saat lo nyuruh mbak Irene balik sendiri dan lebih memilih nganterin Tata, itu atas dasar apa?”
“Maksud lo?”
“Ya.... lo lebih memilih Tata itu karena apa? apakah hati lo membisikkan sesuatu kalau lo harus lebih mengutamakan dia, apakah lo nggak merasa udah membuang seseorang karena itu? Hmmm.... sederhananya lo ngrasa bersalah nggak udah ngecewain mbak Irene?”
“Kenapa Irene harus kecewa? Dia pasti akan ngertilah dengan keadaan yang terjadi tadi, dia lihat sendiri kan keadaan Tata?”
“Auuuuh bodoh ah Mas, angkat tangan gue.... lo beneran bego, apa sok bego sih?... udah deh gini aja. Lo telepon mbak Irene, minta maaf gitu apa tanyain kabar dia nyampe rumah baik baik aja apa bagaimana... pokoknya gue saranin itu ajalah”
“Kenapa gue harus minta maaf?”
“Ya udah deh terserah lo... anggap aja gue nggak pernah nanya sesuatu”
“Al.... Al tunggu deh, Irene beneran nampak kecewa gitu?”
“Huft.... Ampuni gue ya Tuhan. Kalau dia itu adalah Tata...ya... kalau Tata diposisi mbak Irene tadi yang tiba tiba ditinggal tanpa ba bi bu, pasti dia udah mewek sambil nelponin gue minta jemput. Paham nggak lo”
Raka mengangkat alisnya sedikit membayangkan situasi seperti apa yang ia tinggalkan ditaman tadi saat ia meninggalkan Irene sendirian disana. Zaldy yang merasa sedikit dibuat kesal dan gemas dengan sikap kakaknya kini hanya bisa menggeleng sambil terus menyantap masakan yang ada di piringnya

Sementara itu Tata yang mencoba memejamkan matanya masih tidak sanggup membndung airmata yang keluar dari sudut matanya, rasa kesal yang ia rasakan selama ini seakan telah membatu dan tidak mudah dipecahkan hanya dengan satu kali luapan emosi.
‘Mau lo itu apa sih Ta, lo nyari apa.... permintaan maaf sudah Raka sampaikan dan bahkan dia sudah meletakkan lo dalam prioritas utamanya.  Demi menolong lo, dia bahkan meninggalkan gadis yang dia cintai. Dia selalu memperlakukan lo dengan baik, perhatiannya selalu tulus walaupun lo udah bersikap jutek sama dia. Lalu, apalagi??’
“Aaaaah molla... molla... molla. Wae? Kenapa lo bikin gue pusing sih... kenapa gue nangis sih... huuuaaa dia bukan siapa siapa lo, Ta. Wake uuuuup.... hiks hiks hiks”
Tata terus berbicara pada dirinya sendiri, tangannya tidak berhenti menyeka airmata yang mengalir disudut matanya. Dengan wajah kesal dia bersandar pada ranjang dan menatap lurus kedepan menelaah setiap kejadian yang sudah dilaluinya
Tidak ada yang akan merubah kecantikan kamu, semuanya masih sama. Nggak akan meninggalkan bekas luka. Jadi jangan terlalu hawatir. Kamu masih menjadi yang paling cantik
‘Mbak Irene disamping dia, tapi kenapa justru bela belain antar gue…. Ah kenapa itu orang jungkir balik bener antara kelakuan sama omongannya… apa sih maunya? Eh tunggu, kenapa gue jadi deg deg an ya… tadi juga dia pelukin kenapa gue nggak ada nolak nolaknya?aaaaaah malunya gue… Tata lo beneran gagar otak kayaknya karena pelepah sialan itu’
“Aaargh… kenapa keinget terus sih!!! Tata…. Sadar Ta…. Ish… Auw”
Tiba tiba Tata meringis kesakitan, upayanya untuk menyingkirkan segala hal manis yang sudah ia dapatkan dari Raka sore ini dengan menggelengkan dan menepuk kepalanya sendiri membuat ia sedikit melupakan rasa pening yang masih belum sepenuhnya hilang sehingga rasa itu kembali terasa.
Drrrrt drrrrt drrrrt……
Tiba tiba telinga Tata terusik dengan suara getaran dari ponselnya, ia mencari cari benda itu disekelilingnya namun tidak sama sekali nampak ada benda mungil nan canggih itu disana. Tata membalik bantalnya tetap nggak ada, di meja tidak nampak. Aaaargh ia mulai kesal, dengan memegangi kepala ia bermaksud untuk turun dari ranjang, selimut tebal yang Raka pasangkan untuk menutupi tubuhnya ia sibakkan kasar dan Klotak satu benda terlempar ke lantai. Tata terduduk lemas melantai, ia kesal pada dirinya sendiri karena ia merasa susah untuk menggapai benda sekecil ponsel miliknya itu karena pusing di kepala yang masih sangat mengganggu gerak gesitnya. Dibiarkan ponsel itu terus bergetar tanpa tahu siapa yang menelpon sampai akhirnya diam kembali tidak bersuara. Tata berdiri, melangkah lemas mendekati benda canggih itu dan membawanya terduduk di tepi ranjang. Kini semua keluh kesahnya dan airmata yang mengalir itu sudah terhempas jauh dari pikiran saat ia mulai focus pada benda serba bisa itu. Bibirnya sedikit cemberut, dahinya mengerut menahan pusing dan tangannya mulai lincah membuka kunci ponsel. ‘Hendra?’ nama Mahendra tertera dilayar ponselnya, Tata menghembuskan nafasnya sesaat lalu menjatuhkan diri kembali hanya menatap layar ponselnya tidak melakukan apapun, satu nama itu membuatnya sedikit bingung untuk bersikap dan inilah untuk kali pertama dia merasa terbebani dengan hubungan yang ia jalani dengan seseorang. Tata sadar bahwa sikapnya pada Hendra memang sudah melewati batas, bukan karena dia tidak memikirkan perasaan pemuda tampan itu, tapi sikap Hendra yang seakan akan ingin membatasi dunianya dengan keingintahuan yang ia miliki pada apapun yang Tata lakukan membuatnya sedikit jengah.
“Halo… ada apa?”
Suara Tata sedikit kesal menjawab panggilan yang kembali masuk pada ponselnya
“Eh beneran Lo kena musibah ya?? Lo nggak apa apa kan? Apa perlu gue ke rumah lo, gue jenguk ya”
“Jangan lebay deh… gue nggak apa apa kok. Kagak usah datang ntar malah ngrepotin lagi deh lo”
“Anjir Lo Ta…. Dihawatirin temen malah kayak gitu, songong amat itu mulut ya”
“Hahahhahaa lagian gue nggak apa apa kok Ren, lo kok tahu gue kena apes hari ini, siapa yang ember?”
“Ya gue gitu loh, kabar apa sih yang nggak mampir ke kuping Renita. Kayaknya kabar semut kawin aja gue tahu…. Hahahahha”
Keduanya tertawa, Tata sedikit terhibur oleh telepon sahabatnya dan melupakan persoalan Hendra maupun Raka yang sempat mengusik pikirannya. Mereka bercanda lewat percakapan telepon itu, Renita yang memang tidak pernah bisa serius menanggapi segala persoalan itu membuat apa yang yang Tata alami sebagai bahan olok olokannya menyerang Tata dan rasanya tidak pernah membiarkan Tata sedikit mendramatisir apa yang ia alami
“Tapi Ta itu artinya lo udah lihat wajah anak pak Haji secara live kan?”
anak pak haji?’ kini Tata terbengong, kembali ia memutar otak pada pertanyaan Renita.
“Maksud lo?”
“Jangan sok bego deh… yang nolongin lo si Ridho kan?”
“What??? Jadi bener Ridho yang nolongin gue itu dia???”
“Hah??? Lo nggak tahu…. Jangan bilang lo masih nggak ngeh sama orang seganteng dia, jangan bilang mata lo kecolok ma hidung dia sehingga lo nggak bisa melek… sumpah kali ini mata lo yang ngeblur ya Ta?”
“Serius gue nanya, beneran Ridho itu yang nolongin gue?”
“Lah elo yang mengalami musibah kenapa jadinya lo yang nanya ke gue! Ini yang bego gue apa mukidi sih?”
“Gue nggak sempet lihat mukanya Ren… jangankan lihat itu muka anak pak haji, saat kejadian itu gue benar benar yang nggak sanggup nopang badan gue, semuanya kek bleng…. Lo paham kan sesuatu yang super besar menghantam muka lo itu bakal kayak apa? Semuanya gelap muter muter gitu”
“Dan diatas kepala lo itu muncul banyak bintang yang muter tuing tuing gt ya Ta? Hahahhahhahaa”
“Lo pikir lagi nonton kartun apa…. Ah sialan juga deh lo”
“Sorry mbak bro… lagian lo udah ngintipin itu orang berhari hari malah udah masuk itungan bulan eh giliran dia jreeng nongol depan muka lo malah lo merem. Ah bagaimana sih lo…. Udah kali aja nih pertanda kalau lo nggak berjodoh sama dia kali. Udah realain aja anak pak haji move on dari lo”
“Aish siapa yang pingin berjodoh sama dia, gue cuma penasaran aja kok. Lagian kenal juga kagak tapi kenapa itu rumors gencar banget kalau gue pacar dia. Kalau lo jadi gue apa lo nggak merasa aneh dan penasaran? Pikir deh”
“Ya kali si Ridho itu secret admirer lo gitu yang nyanjung lo dimana mana sampai itu cabe cabe pada berkasak kusuk sendiri sebut lo sebagai pacar Ridho. Ya secara logika aja deh Ta… siapa sih yang nggak kenal lo di kampus. Violetta gitu loh, mana ada cewek yang nggak jiper denger nama lo, apalagi yang ada hubungannya sama cowok. Kalau gue secara pribadi sih bakal mundur teraturlah kalau tahu gebetan gue sukanya sama elo… bayangin aja kek ngarep durian runtuh dari pohon nangka aja tu cowok bakal nglirik gue disaat yang ada di pelupuk matanya cuma lo doang. Mustahal tahu.. contoh konkritnya tu si jones keren Zaldy hahahahhaaaa….”
“Zaldy?? Apa hubungannya sama si Al…. lo jangan bikin issue baru deh”
“Tataaaaaa…. Lo beneran buta apa membutakan mata sih? Lihat itu si Al. Jujur deh lo, seandainya lo bukan sahabat kecilnya dia, jamin nggak lo kalau nggak bakal jatuh cinta. Ya kalau si Ridho punya wajah Arabian yang super kece dan bersinar si lapangan, lah si Al??? oh my god dia nggak kalah lah sama Ridho… dia keren lo Ta, tinggi, putih, bersih, badannya bagus, bibirnya merah halaaah pokoknya gantenglah…. Hayooo kalau dia buakan temen kecil lo, lo juga mau kan pacaran sama dia”
“Tinggi, putih dan bersih…. Lo pikir sapi???
Ehhhmmmm iya sih, Al memang keren dan sangat menarik lah gue pikir. Dia juga mahasiswa yang otaknya encer. Tapi kenapa masih jomblo mulu ya… hahahahha”
“Dodol deh lo ah…. Ya karena dia itu selalu nempel sama lo oneeeng!!!”
“Terus apa hubungannya dia nempel sama gue dan jomblonya dia. Hayo dimana masalahnya”
“Semua mata yang nglihat lo jalan sama Al itu pasti menilai kalian itu pasangan paling ideal abad ini. Kemana mana sama sama, satu cantiknya super dan cowoknya keren habis… yang mau deketin Al pasti ngaca seribu kali Taaa… apalagi lo kalau sama Al kayak gitu, glendotan, gandeng and seret dia semau lo… ah lo mah nggak nyadar juga diomongin dari tadi”
“Eh Nyit, lo yakin ngakuin gue cantik banget ya…. Hahahahhaha”
“Eh ngapin lo ikut ikutan panggil gue nyit nyit…. Cukup si Salsa aja ya yang panggil gue gitu”
“Udah jawab aja, beneran ya gue secantik itu??”
“Auh ah…. Nyesel gue muji lo… udah nggak dapat apa apa malah lo semakin gede kepala”
“hahahhaaa…. Tapi seandainya lo gue comblangin sama Al pasti mau dong. Lo kan jones juga”
“Kagak terima kasih yeee…. Gue juga bisa kali deketin sendiri, nggak butuh jembatan!”
“Yakin…. Si Al susah lo kriterianya, apalagi syarat dari emaknya. Yakin nggak mau dicomblangin… yakin nolak pertolongan gue”
“Ah udah ah… lo sitirahat sana, kepala utuh aja rada kopyor isinya apalagi habis di keplak sama Tuhan pake pelepah palem gitu… gue yakin kewarasan lo perlu dipertanyakan Ta… gue tutup”
“Eh anjir lo….”
Tut tut tuuuut sambungan telepon diputuskan, Tata tersenyum geli mengingat percakapannya dengan Renita. Sahabatnya itu memang sosok yang nggak akan pernah bisa menyembunyikan apapun darinya dan darinya lah untuk pertama kalinya ia mengetahui apapun di dunia kampus khususnya tentang rumors yang menyangkut dirinya. Tentang Ridho dan kini satu fakta tentang Zaldy juga ia dengar dari Renita
‘Ridho’ …. Ah Tata kembali mengingat suara berat nan tegas yang meneriaki dirinya dan menyebut nyebut namanya tadi sore, bibirnya tersenyum mendapati dirinya sudah berinteraksi dengan buruan selama ini ia intai. Tangan kekar Ridho yang sempat menyentuh dan bahkan telah mengangkat tubuh mungilnya ke bangku taman masih sangat jelas ia sadari, ya itu bukanlah Raka yang pada akhirnya ia sdarai sebagai sosok yang merelakan bahunya sebagai tempat Tata bersandar dan bahkan setia memeluk Tata selama menjadi pusat perhatian di taman kota itu. Sekali lagi Tata tersenyum dengan sumringah membayangkan Ridho menatap wajahnya yang mungkin nampak pucat dengan mata tertutup serta tergeletak lemas diatara sadar dan tidak..
‘Aaaah artinya dia sudah sangat mengenal gue dong, eh kenapa dia panggil gue mbak?? Bukankah dia tau nama gue Violetta. Kenapa nggak sebut aja nama gue dengan sebutan Tata gitu. Ah sopan banget si lo…’
”Artinya…. Al kenal dong sama Ridho??? Anjir si Al sok bego apa emang nggak ngeh ya… apa Ridho anak kompleks ini juga? Temen basket Al kan rata rata anak komplek sini ajah…. Oh nooo. Al yaa… gue musti tanya ke Al”
Tata merapikan pakaiannya, dengan langkah penuh kehati hatian ia keluar dari kamarnya. Jam di dinding menunjukkan jam 8 malam. Perutnya sedikit lapar karena hanya air yang masuk ke lambung sejak dia terkulai tadi sore. Rumah nampak sepi, sepertinya sang mama belum kembali dari shopping. Tepat di ujung tangga, mata Tata mencari cari sosok yang ia maksud tapi tak nampak seorangpun di lantai bawah. Tata menuruni tangga dengan terus berfikir, ia memainkan bibirnya dengan sesekali memiringkan kepalanya menemukan sesuatu dalam otaknya
‘Si Al sudah baca semua terror yang masuk di Hp gue, dia udah balas beberapa diantaranya… masa dia nggak paham siapa yang dimaksudkan? Masa iya kalah encer dengan Renita, tanpa disebut siapa namanya saja Renita paham siapa yang dimaksudkan dalam setiap terror itu….. eh tunggu, apa benar itu yang dimaksud adalah Ridho? Kan mereka nyebutnya bintang bukan namanya langsung. Jangan jangan itu malah si Al, kan yang nempel sama gue itu Al bukan si Ridho… Renita bilang kan sebenarnya banyak yang suka sama si Al tapi jiper karena gue inthilin mulu. Huft gimana nih… tanya nggak ya?’
“Eh sudah sehat lo?”
Tata tersentak, tanpa terasa langkah kakinya dalam keragu-raguan itu membawanya mendekati pendopo yang ada di sisi rumah dan ternyata Zaldy sedang menonton tivi disana menemani pembantunya ngobrol
“Ehm… Mama belom pulang ya?”
Dia mengalihkan pembicaraan dan mengurungkan niatnya menanyakan perihal Ridho pada Zaldy. Pikirannya mulai sedikit rancu tentang siapa sebenarnya yang dimaksud dalam terror yang ditujukan padanya mengenai bintang basket idola kampus
“Lo laper?? Makan deh sana… apa perlu gue temani. Mama lo belum balik nih”
Zaldy berdiri dan mendekati Tata mencoba membantu Tata untuk berjalan karena ia lihat gadis itu masih nampak pucat
“Apa makanya di saya bawa kesini aja mbak”
“Nggak usah mbak… hmmm ambilkan biscuit saja mbak sama juice ya”
“Juice apa?”
“Apa saja deh pokoknya bukan manga….”
Pembantu berlari kearah dapur menyiapkan apa yang diminta nona mudanya sementara itu Al dan Tata menunggu di pendopo ditemani suara jangkrik dan gemericik air kolam. Tata merebahkan badannya di atas balai dan Al masih asyik dengan salat buah dan tontonannya, tidak ada suara yang keluar dari mulut keduanya. Masing masing sibuk dan larut dalam pikiran masing masing
“Emmm beneran lo udah sadar sepenuhnya Ta”
Zaldy cuek mengeluarkan pertanyaannya dengan sesekali mengarahkan pandangannya pada Tata yang memejamkan mata diatas bale
“Iya”
“Lo nggak muntah muntah kan tadi sore?”
“Nggak… kepala gue masih aman Al… kepala gue seterong ya, nggak lembek”
“Iya seterong and keras banget sampe itu watak kerasnya gila kek fosil tau nggak lo”
“Sialan lo….”
Kini dua sahabat kecil itu kembali terlibat dalam pertengkaran kecil tidak penting yang selalu terjadi diantara keduanya, apa saja yang ada di depan mereka menjadi sasaran empuk sebagai alat membela diri mulai dari bantalan kursi, majalah sampai box tissue melayang entah kemana... suasana benar benar kacau di dalam pendopo, Al tidak akan pernah mengalah pada sikap Tata yang keras dan Tatapun tidak akan pernah menyerah sampai apa yang ia yakini diakui oleh sahabat kecilnya itu. Keadaan seperti itu bukanlah pemandangan baru jika Tata dan Zaldy berselisih pendapat dan perang ala Tom and Jerry hanya akan selesai jika salah satu diantara mereka merasakan kelelahan seperti saat ini, Zaldy memilih mengalah saat mengingat Tata yang masih belum kembali sehat seperti semula dari shock yang ia rasakan karena selama ia menelak serangan satu tangannya sesekali memegangi kepala. Nafas Tata dan Zaldy saling berkejaran, keduanya merasa kelelahan sampai sampai gelas juice pesanan Tata yang dibawa pembantunya hampir tumpah karena mereka saling berebut untuk meminumnya lebih dahulu.
“Ta, lo sama Hendra bagaimana?”
Akhirnya Al menemukan moment untuk menyampaikan apa yang Hendra adukan padanya (Cowok ngadu??? Cemen amat yak)
“maksud lo?”
“Ya... hubungan lo sama dia? Aman aman aja kan?”
“Menurut lo?”
“Hmm gimana ya, kok gue ga pernah lihat lo jalan lagi sama dia, lebih banyak sama gue dan itupun jarang ketemu Hendra. Lain saat lo sama Tony dulu yang selalu jadiin gue obat nyamuk”
“Ooooo lo kangen jadi obat nyamuk?”
“Anjir lo... ya nggak gitu juga kali. Ya maksud gue, gue nggak pernah lagi lihat lo mesra gitu sama dia. Sepertinya waktu lo buat dia itu nggak ada sekarang. Udah nggak jalan dalam satu project lantas kok ga ada komunikasi gitu”
“Ah sok tahu lo... apa perlu gue lapor gitu kalau gue mau telepon, mau chat sama dia. Apa gue laporan aja ya sama lo”
“Hmmm terserah lo deh Ta, gue cuma prihatin sama dia. Kaum gue udah lo tindas tau nggak lo”
Sekali lagi bantal melayang ke arah Tata tapi kali ini tidak ada balasan seakan Tata membenarkan apa yang Zaldy sampaikan. Ia memegangi gelas juicenya sambil memikirkan sesuatu tentang Hendra
“Gue cuma kasih saran aja sih Ta, kalau memang lo masih anggap dia sebagai orang terdekat lo, hubungi dia... jangan menghindar apapun masalah lo sama dia. Gue ngomong ini karena jujur Hendra sempat nemuin gue buat tanyain lo dan malah dia ngira lo selingkuh sama gue. Gue cuma nggak mau kambing hitam macam gue akan muncul lagi nantinya”
“Gue sebenarnya nggak menghindari dia sama sekali, Al. Ya lo tahu sendirilah gaya pacaran gue kayak apa. Lo mau jalan sama ya lo kudu ikhlas dengan apapun mau  dan aturan gue. Jangan berharap aneh aneh apalagi membayangkan mendapatkan sesuatu yang lebih dari gue, Itu aja. Gue tahu sejak dia kembali dari Surabaya itu memang jarang ketemu karena dia sibuk dan gue juga memutuskan untuk banyak mengambil job, jadwalnya jadi bentrok. Itu aja sih.. gue nggak selingkuh, dan gue nggak ada deket dengan siapapun, terus masalahnya dimana? dia aja sih yang terlalu lebay jadinya dianggap serius”
“Huh... mana gue tahu urusan dalam negeri lo. Gue hanya bodyguard lo aja kok, ogah urusin urusan rumah tangga lo yang rumit itu. Kalau aja Hendra nggak sempetin sempetin nemuin gue buat mastiin lo pacaran apa nggak sama gue, gue nggak akan pusing. Ya itu tadilah.. lo luangin waktu buat cowok lo, eh salah temen special lo”
“Gue ngira gue pacaran sama lo? Yeeeek najis.... sekeren apapun lo kayaknya pacaran sama lo itu kok ya kebangetan ya....”
“Eh hati hati lo ngomong... gini gini yang antri buat jadi cewek gue banyak kali. Lo aja nggak nyadar kalau udah nempel kek lintah sama cowok keren, idola gitu loh”
“bahahahahhaaa idola emak lo? Hmmmm ngomong ngomong soal idola, beneran Al banyak yang ngidolain lo?? Dari segi apa? Ganteng, pinter, atlet basket.... apa?”
“Ada deh!”
“Eh tapi Al... yang nolongin gue tadi itu temen lo ya? Siapan namanya... gue tadi sempat denger antara sadar dan tidak gitu. Dia anak kompleks sini?”
Intuisi Tata menemukan celah untuk mengetahui kebenaran tentang dugaannya soal Ridho yang diyakini sebagai secret admirer yang secara diam diam meyukai dirinya. Tanpa diduga Zaldy menganggukkan kepalanya dan dengan cuek mengiyakan pertanyaan Tata, Tata membelalakkan matanya tidak percaya bahwa dia berada dalam lingkungan yang sama dengan seseorang yang selama ini sudah banyak menyita waktunya hanya sekedar untuk mengintai (Tidak pernah membawa hasil)
“Lo yakin, memang blok apa?? Kok gue nggak pernah dengar namanya”
“Dia ikut tantenya disini, dia aslinya mah di keraton Solo sana. Lo nggak bakal tahulah sama dia, dia bukan orang jelalatan yang akan selalu ribut cari perhatian lo seperti fans fans nggak jelas lo itu. Ketemu juga lo nggak akan pernah sadar kok kalau dia patut untuk diperhitungkan sebagai cowok. Lo kan Apatis, kalau iklan iklan lewat mah durasi habis udah nggak kepikiran lagi. Ya kan?”
“Nggak gitu juga kali Al... bener namanya Ridho? Anak hukum di kampus kita yang banyak dikejar cewek itu kan?”
“huh? Lo tahu tentang Ridho, Ta? Tumben Lo penasaran sama hal hal beginian... Ada apaan?? Jangan bilang lo tertarik sama Ridho ya”
Tata kehilangan rem keponya, tanpa sadar ia membuka rahasia penyelidikannya tentang Ridho sehingga Zaldy bereaksi sedikit serius dan memutar posisi tubuhnya, meletakkan ponsel yang ia pegang dan kini menatap Tata penuh selidik
“Ya elah Al.... gue cuma mastiin aja, tadi.... maksud gue waktu gue setengah pingsan itu, gue sedikit lihat wajahnya itu mirip sama yang suka main basket di kampus itu... gue sih nggak tahu ya, yang di kampus itu namanya siapa, tapi Renita bilang kalau dia idolanya anak hukum gitu”
Zaldy hanya senyum senyum tanpa membenarkan apapun alasan yang Tata berikan, dia menatap wajah gadis itu dengan pandangan yang aneh menahan tawa karena Tata menjadi agak kikuk.
“Bener nggak?”
“Gue nggak akan jawab kalau lo nggak jujur.... percuma!”
“Ish... maksud lo apaan?”
Zaldy kembali membalikkan badannya dan mulai sibuk dengan ponselnya mengacuhkan Tata yang menjadi penasaran. Zaldy melirik dan tersenyum melihat reaksi Tata. Baginya reaksi seperti ini sangat jarang ia lihat dari seorang Tata. Dia gadis yang tidak pernah meributkan segala sesuatu yang dihebohkan oleh orang lain selama itu tidak bersinggungan denganya dan kali ini untuk pertama kalinya Tata sedikit penasaran pada sosok Ridho. Ridho yang selama ini banyak menyita perhatian perhatian kaum hawa terkecuali Tata, Zaldy mencium sesuatu yang lain dari Tata saat menanyakan tentang sosok Ridho.
“Ya kalau lo kenal kan gue bisa berterima kasih secara langsung Al sama dia karena udah menolong gue tadi sore. Masa iya sih gue jadi orang yang nggak tahu terima kasih.. beneran dia anak kampus kita?”
“huum”
“Namanya Ridho.... ehmmm atau lain waktu kalau lo latihan gue ikut deh biar lo percaya kalau gue nggak ada motif lain”
“Ogah... dikampus udah nggak bisa gerak, masa iya di lapangan basket lo juga bakal nempel kek lintah ke gue. Nggak ah! Nggak ada acara ikut latihan segala”
“Elo mah kejam ya Al... orang mau terima kasih juga masih juga dicurigai. Halaaaah okay gue akan jaga jarak dari lo”
“Gini aja deh... namanya Ridho Ahmad Afriyansah, oke dia anak hukum satu tahun di atas kita. Udah lo cari sendiri dan nggak ada acara nempelin gue latihan basket. Iish bintang lapangan mo di mau di spionase. Huh turunin pasaran aja lo”
“Bintang lapangan?? Elo?? Iiih permainan lo standart gitu disebut bintang lapangan. Jangan mimpi deh!”
“Eh Ta... cuma elo ya yang nggak tahu kalau gue jago...”
“Jago apaan nih?”
Tiba tiba saja nyonya Jasmine datang menyela diantara mereka dan mengambil duduk disebelah Tata, memeluk dan mencium putrinya yang membuat Zaldy merajuk membuka lebar kedua tangannya untuk mendapatkan pelukan yang sama. Tata mengatupkan bibirnya berdiri melihat tingkah Al dengan jijik..
“Eh sayang mau kemana? Mama baru datang udah ditinggal aja. Nggak kangen ya sama Mama”
“Ah mama jangan lebay deh... Tata capek! Lebih tepatnya capek lihat Al dan bosen lihat mukanya... tu badannya juga bau habis latihan belum mandi”
Tata melenggang tidak lagi memperdulikan apapun yang Al katakan
“Ta... itu Mas Raka suruh pindah gih ke kamar tamu, kasihan sampai ketiduran gitu. Bangunin ya sayang”
“Raka??? Dia masih ada disini?’
Tata menghentikan langkah dan membalikkan badannya kaget mendengar nama Raka disebutkan oleh mamanya, dia melihat jam ditangannya udah jam sepuluh malam dan dia sama sekali tidak menyadari keberadaan Raka sama sekali, dia mengira hanya Al yang bertahan untuk menemaninya sampai larut seperti biasa saat di rumah tidak ada orang
“Iya tuh di ruang keluarga ada mas Raka”
Jawab nyonya Jasmine tenang tanpa curiga apapun bahkan dia tidak menyadari apapun yang sudah terjadi dengan putrinya
‘Hah... dia belum pulang, ngapain?? Mau mastiin keadaan gue... tumben amat? Haduuuuh kan pusing deh kepala gue’
Dalam langkah bimbangnya antara siapa bintang lapangan sebenarnya dan keberadaan Raka, Tata memasuki rumahnya dan kemudian mendapati Raka yang nampak lelap dalam tidurnya. Matanya terlihat lelah tertutup rapat masih dengan baju kerja yang ia kenakan. Saat menatap wajah itu, segala hal manis diluar nalar yang sudah Raka lakukan untuknya berseliweran di otaknya dan membangunkan kembali segala tanya yang ia miliki. Tata menarik nafas dalam menghempaskan segala keraguannya. Saat ini misinya tersa semakin bertambah ‘Zaldy, Ridho, Hendra dan Raka’ empat nama itu seakan menjadi teka teki baru yang harus ia pecahkan dengan segera agar dia bisa melangkah tanpa keraguan seperti dirinya sebelumnya, menghapus segala yang buram untuk digantikan dengan satu hal yang jelas tanpa tanda tanya



 Dont Miss It :
PLAY GIRL JATUH CINTA : Perdamaian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar