Kamis, 28 Juli 2016

PLAY GIRL JATUH CINTA : Mendung di Wajah Tata





PLAY GIRL JATUH CINTA


Part 4. Mendung di Wajah Tata

Tilulit suara tivi dimatikan, gadis dengan wajah masam segera menaiki tangga menuju persembunyiannya. Rumah kembali sepi setelah hanya tersisa penghuni aslinya. Tata berlalu dari orang tuanya tanpa berbasa basi, sementara Pak Darmawan dan isteri meluruskan punggungnya di Sofabed yang ada di ruang tamu. Sedikit melirik ke arah sang putri yang melenggang tanpa suara Pak Darmawan hanya bisa mengangkat alisnya memandang siteri seakan bertanya. Nyonya Jasmine mengangkat bahunya dan menghidupkan kembali layar televisi.
“Mbak, dibersihkan besok saja. Istirahat dulu, udah malam”
Perintah nyonya Jasmine pada pembantunya yang masih mondar mandir membawa peralatan perang yang baru mereka selesaikan
“Iya Bu sebentar lagi”
Jawab sang pembantu sopan.
Nyonya Jasmine meregangkan ototnya, memindah mindah channel mencari hiburan sedikit mengacuhkan pertanyaan suaminya perihal sikap putri semata wayang yang tiba tiba aneh bak roolercoaster hanya dalam hitungan jam. Walau sangat memahami watak sang anak yang moody, tapi kali ini untuk pertama kalinya pemandangan itu lelaki paruh baya itu dapatkan tanpa tahu sebabnya.
“Pa…. pa…. lihat deh, bukannya itu….”
“Apaan sih Ma?”
Sang isteri yang semula tidak menggubrisnya tiba tiba mengagetkan Pak Darmawan sambil mengacungkan telunjuknya ke layar televisi.
“Cepetan Papa, ini keburu habis iklannya…..”
Nyonya Jasmine yang kini sudah merubah posisi rebahannya menjadi terduduk setengah berdiri karena semangatnya melambai lambaikan tangannya meminta Pak Darmawan untuk segera mendekat.
“Apa sih Ma? Sampe segitunya”
“tuh…. Tuh… tuh, lihat baik baik deh Pa, bukannya dia….”
“Beneran nih Ma? Nggak salah si Tata?”
“Lah itu dia, beneran kan Pa, dia yang tadi kan?”
“Iya bener Ma, siapa tadi… indra… eeeeeh siapa sih?”
“Hendra Pa, Mahendra!”
“Iya itu dia…. Pantesan Papa lihat itu anak kok cakep bener”
Keributan kecil di ruang keluarga sedikit mereda, suami istri itu berpandangan seakan mencoba menebak apa yang sebenarnya terjadi setelah iklan yang mereka lihat dengan penuh keantusiasan berlalu.
“Ah Molla…. Anak muda susah ditebak Pa”
“iiiih bahasa Mama kok jadi lebay gini”
Nyonya Jasmine mengangkat pundaknya dan tersenyum kembali merebahkan diri. Pak Darmawan yang sebelumnya memeriksa email dalam ponsel pintarnya kini masih belum beranjak dari tempatnya, duduk di tepi Sofabed tempat isterinya membaringkan diri sambil berfikir. Melihat suaminya melihat televisi tanpa ada komentar ataupun ekspresi, nyonya Jasmine menengok raut wajah suaminya. Dengan melepaskan satu nafas berat dia menepuk pundak sang suami
“Papa, mikir apaan?.... kalau mikir Tata tidak akan ada titik temunya Pa”
“Bukan itunya Ma, si Tata hari ini aneh banget……
Datang dengan cowok, lalu memperlakukan dia tidak seperti biasanya dan tiba tiba mukanya kesel gitu. Nggak ngomong, nggak basa basi langsung mlengos. Apa kita melakukan kesalahan yang membuat dia kecewa”
“tadi dia biasa saja kok Pa, datang dan manja tanpa perduli itu si Hendra merhatiin. Malah mama yang grogi. Tadinya itu mama pikir si Al yang datang, mama lupa kalau itu anak udah molor di kamar Tata karena kecapekan ngintilin mama belanja”
“Kira kira apa ya Ma yang membuat Tata jadi kucel gitu?”
“Nggak tahu, tadi udah mama tanya jawabnya cuma Auh Ah gelap, bodoh… auh ah gelap dan bodoh lagi! Memang tadi sempat mati lampu ya Pa? hahahaha”
Nyonya Jasmine menggoda suaminya yang sedang penasaran pada putrinya.
“Ih Mama ditanyain serius malah ngajak bercanda”
“Siapa yang bercanda, si Tata jawabnya memang gitu kok”
Meski memahami watak sang putri yang moody, tapi perubahan sikap Tata hanya dalam hitungan menit tanpa sebab pasti membuat sang Papa bertanya tanya.
“Udahlah Pa, bukan itu yang penting, tapi yang paling penting adalah si Hendra itu apanya Tata, kenal dimana dan statusnya apa?”
Nyonya Jasmine kembali mengusik penasaran yang ia rasakan mencoba menyeret suaminya untuk ikut memikirkan kemungkinan yang ada di kepalanya. Pak Darmawan kini yang bingung menjawab pertanyaan isterinya
“Seingat mama, yang dekat dengan Tata itu ada si Toni, Bram dan Putra. Menurut Zaldy… Tony sekarang di Ausy. Kalau Bram si Tatanya masih jaga jarak. Putra itu temen Tata saat pemotretan. Dan nama Hendra itu nggak pernah disebut sama Zaldy, Pa”
“Pertanyaan Papa, dari sekian banyak cowok yang dekat dengan anak kita, pacarnya itu yang mana?”
“Tony”
“Lah katanya di Ausy”
“Putus”
Pak Darmawan melotot kaget dengan jawaban ringan isterinya, tapi kemudian tiba tiba dia tertawa lepas sehingga isterinya bingung
“Si Tata itu mewarisi gen emaknya…. Hahahahhaha”
“Maksud papa???!!”
Pak Darmawan membungkam mulutnya merasa telah salah mengucapkan sesuatu
“Mama nggak pernah ya punya banyak cowok macam itu”
“Iya nggak pernah, tapi selalu di kelilingi cowok….. tapi apa Mama nggak hawatir tu sama Tata kalau dia seperti itu”
Nyonya Jasmine menggelengkan kepalanya santai
“Mama percaya sama Tata, toh sejauh ini laporan mbak Martha ataupun Al selalu positif. Dia nggak pernah pulang melewati batas jam malam, nggak pernah dugem, masih ga doyan ngeMall,  nilainya masih oke dan yang terpenting kata Al, si Tata itu punya police line dalam dirinya”
“Police line?? Apaan itu Ma?”
“Ah Papa kepo…. Udah ah mama ngantuk mau tidur. Kalau Papa masih penasaran nanti kita bahas dalam mimpi ya”
Wanita cantik setengah baya itu berdiri dari posisinya dan menyerahkan remote control pada sang suami dengan senyum menggoda sang suami yang masih sedikit dibuat bingung oleh penjelasan yang ia berikan.
---

Malam semakin larut, Tata masih berguling guling di atas kasurnya. Sayup sayup lagu Geisha yang ia putar tidak mampu membawanya masuk dalam alam tidur. Pikirannya masih sedikit terganggu oleh kata kata Raka. Wajah Hendra terus muncul dalam pikirannya, bukan karena ia merindukan pemuda itu, tapi ia merasa terganggu oleh pendapat Raka tentang dirinya dan ia merasa bingung harus bersikap seperti apa pada Hendra. Ia sebenarnya sadar jika selama ini Hendra menunggu jawaban darinya, tapi ia selalu menghindar. Tata merasa dirinya tidak melakukan kesalahan apapun yang membuat dirinya dilarang untuk dekat dengan Hendra. Kini dia bukan lagi pacar seseorang yang mengharuskannya menolak seorang cowok yang berkeinginan mendekatinya.
‘gue bebas mau dekat dengan siapapun, status gue juga bukan pacar cowok manapun. Jomblo…. Ya, gue jomblo…. Gue nggak salah kok, kenapa gue jadi sepusing ini? Apa gue salah kalau harus memberikan kesempatan sama Hendra. Don’t look something by the cover’
“Huft…. Haaaah bodoh ah”
Tata melepaskan kekesalannya dalam hembusan nafas berat dan dengan cepat ia menutup seluruh badannya dengan Bed Cover berharap hari segera berganti dan membawa pergi segala kekesalan yang ada di hatinya. Belum berhasil, hanya dalam hitungan detik makhluk ajaib itu terbangun kembali dan terduduk di ranjangnya. Kini mata indahnya yang mulai memerah karena lelah itu terpaku pada satu titik, iphone. Ponsel pintar yang tergeletak di meja sisi ranjangnya itu diam membisu. Sudah semingguan ini ponsel yang ia pegang jadi sedikit pendiam

‘Apa itu sumber masalahnya? Kalau memang itu, kenapa dia yang protes dan bukan si Al. toh ini bukan pertama kalinya. Apa Al ngeluh ya? Kalau ngeluh harusnya dia bilang saat mengirim kembali pesan pesan buat gue’

Ia terus bermain dengan pikirannya sementara matanya tidak lepas dari benda canggih itu. Belum menemukan jawaban dari apa yang ia pikirkan, ia mengambil benda itu lalu berjalan menuju meja belajarnya (tentunya bukan untuk belajar dong). Ia menoleh pada jam dinding yang berdetak di dinding kamar, ‘belum terlalu malam’ pikirnya.

Sent to me:
‘Lo udah molor belum?’ 

Tik tok tik tok, jemari Tata bermain di atas meja menunggu jawaban. Kling satu pesan masuk dan segera ia buka

From Me:
‘Kalau udah molor artinya gue ga bisa balas pesen lo kan?’

To Me :
‘Lo bakik ke rumah gue ya, gue tunggu cepetan!!’

From Me :
‘lo jangan gila Ta, gue baru masuk rumah nih?’

To Me :
‘Buruan gue tunggu di depan, ga pake lama’

Tata tidak lagi menunggu jawaban dari Zaldy, dia turun dari ranjangnya dan menyamber Cadigan yang ada di sandaran kursi belajarnya dan berhambur keluar kamar. 
Menuruni tangga tampak ada sang Mama yang sedang megambil air minum di dapur, langkah kakinya hati hati berharap mama tidak akan menengok ke belakang
“Mau kemana Ta?”
Harapan Tata sia sia, ia yang sedang males untuk berdebat kini mau tidak mau harus menjawab pertanyaan mamanya
“Ke depan Ma sebentar”
Sang Mama melongok ke arah jam dinding yang ada di ruang tamu, masih dengan membawa gelas di tangan, nyonya Jasmine melangkah mendekati Tata, tapi Tata lebih cepat mengjndar sehingga pembicaraan tidak dapat dilakukan dengan benar
“Ta…. Udah malam sayang”
“Cuma ke teras kok Ma, bentar doang… Tata sesak dalam kamar”
sesak’ kening Nyonya Jasmine berkerut, kebiasaan Tata adalah mengurung diri dalam kamar dan membuat kegaduhan dari sana tanpa pernah mengijinkan orang lain masuk mencampuri. Rasanya kata sesak bukanlah kata yang tepat menggambarkan keadaan suasana hati putrinya kini, namun wanita itu tidak banyak berkomentar melarang
“Jangan terlalu lama, udah hampir tengah malam Ta”
Tata melenggang tanpa suara keluar rumah.


---
Zaldy meletakkan kembali potongan apel yang baru ia ambil dari dalam lemari es bersiap meluncur ke rumah Tata sesuai dengan apa yang Tata inginkan, entahlah apapun kata Tata meskipun ia enggan menggerakkan badan tapi ia masih tetap bergegas walaupun ada omelan kecil tak jelas di dengarkan keluar dari mulutnya.
“Mas, pergi bentar”
Pamitnya pada Raka yang juga masih terjaga di ruang keluarga menikmati tayangan televisi.
“Kemana, dugem?!”
“Sejak kapaaaan???!”
Raka mengangkat tangannya dan menunjuk ke arah jam tangan yang ia kenakan tanpa bersuara
“Jangan kolot deh Mas, kayak perawan aja”
“Al…..”
“Iya iya…. Ini majikan manggil. Bentar doang kok Mas, selesai juga langsung balik”
“Tata?”
Raka berdiri dari duduknya lalu melangkah mendekati Zaldy. Kunci motor yang ada di genggaman Al ia ambil dengan cepat membuat Zaldy keheranan. Dia paham watak kakaknya yang tegas, tapi dia tidak pernah melarangnya pergi sejauh ini asalkan alasannya memang masuk akal, apalagi untuk alasan Tata. Ini adalah larangan pertama yang ia terima. Al tidak berani membantah, ia pikir apa yang Tata inginkan memang sedikit tidak masuk akal
“Jangan buat gadis egois itu makin egois dengan terus menuruti kemauannya, tidur sana”
Zaldy melangkah dengan mengangkat bahunya, ia sadar posisinya kini akan menjadi sasaran empuk bagi amarah kedua belah pihak. Amarah Tata ataupun kakaknya, Raka.
“Al, nggak mau ribut ya Mas… ini, pasti dia akan terus neror Al”
Al meletakkan Handphone nya diatas meja, Raka hanya diam tak menimpali. Ia meletakkan kembali kunci motor yang ia ambil dari sang adik dan kemudian kembali ke posisinya di depan tivi.
Sedikit terganggu oleh pikirannya sendiri, Raka mengambil HP Zaldy yang tergeletak diatas meja. Ia membuka pesan yang ada di sana. Dengan menopang dagunya ia berfikir gadis itu kini sedang menunggu kedatangan Zaldy. Raka ragu tapi kemudian dia menulis pesan pada Tata
‘Zaldy nggak akan datang, nggak usah ditunggu dan tidurlah. Udah malam’
Lama menunggu balasan, Raka sedikit cemas menduga Tata tidak membawa ponselnya dan masih menunggu di depan rumah
‘Belajarlah untuk menahan diri, dewasa’
‘OKAY!!!’
Jawaban singkat itu cukup membuat Raka bernafas lega, ia tahu bagaimana ekspresi gadis itu saat menjawab pesan yang ia kirimkan. Senyum penuh ketenangan mengembang di bibirnya, kini ia bisa menghabiskan waktunya dengan tenang hingga kantuk benar benar datang menyapanya.

Malam semakin larut, suasana rumah juga terasa sangatlah lengang. Raka belum bisa memejamkan matanya, raganya yang terlalu capek membuatnya susah tidur. Banyak hal yang ia upayakan untuk bisa benar benar mengistirahatkan ragawinya, mulai dari membaca, mendengarkan music sampai mengisi perutnya, semuanya gagal. Ia masih tetap terjaga hingga dini hari tiba. Dalam kegelisahan tiba tiba HP Zaldy (handphone Tata) yang ia bawa bersuara, suara HP yang berisik membuatnya cepat bergerak untuk membuatnya diam, tapi belum lagi panggilan itu terjawab olehnya HP kembali diam. Keadaan ini berlangsung beberapa kali hingga membuat dia sedikit emosi. Ia menyandarkan dirinya di tepi rangjang dan menghidupkan kembali lampu kamar karena ia penasaran dengan si usil yang menghubungi nomor gadis itu di jam jam tidak wajar. ‘X’ hanya itu yang dapat menjelaskan rasa penasaran Raka.
Kling satu pesan masuk saat Raka mencoba tidak memusingkan tentang siapa X, ia membuka pesan itu tanpa berpikir panjang.
‘Jangan sok cantik hanya karena dia mengejar lo, gue tidak akan pernah diam’
Pesan singkat itu sangat aneh, rasa penasaran Raka membuatnya membuka riwayat pesan dari nomor aneh itu, rupanya sudah banyak pesan pesan senada yang dikirimkan oleh nomor itu di jam jam dini hari.

‘Jika memang gue tidak lebih cantik dari pada Lo, so kenapa lo pusing dengan keberadaan gue. Gue nggak kenal cowok yang lo maksud. Gue nggak pernah minta cowok lo untuk suka sama gue. Jika lo memang mencintai dia, kenapa lo nggak percaya sama dia. Lebih tepat jika lo tanya cowok lo dari pada neror gue. Kenal juga nggak. Cinta itu bukan mengendalikan dan menguasi tapi mengerti dan percaya. Dan lo perlu catet dengan garis besar di hati lo, Violetta nggak butuh tukang selingkuh! bilang itu sama cowok lo jika memang dia suka ma gue seperti yang lo bilang dan hawatirin itu’

‘Orang yang tidak cantik ini mau tidur. So, good night’

Raka tersenyum, dari sekian deretan pesan yang masuk rupanya hanya ada tiga balasan yang diberikan, dia tahu kecuekan Tata. Begitu banyak cacian dan makian yang dilontarkan rupanya dia hanya mengabaikan tanpa balas. Satu balasan panjang ia berikan dan satu balasan pendek sudah cukup dan satu balasan yang kasar dengan kata kata yang ia pikir itu adalah kerjaan adiknya

‘Lo nggak lihat jam berapa sekarang, Lo bangsa kunti ya? Sono nyari sate biar bisa masuk kubur lagi’

Dari pesan pesan itu Raka cukup penasaran dengan seseorang yang disebut sebagai Bintang lapangan, siapa dia kenapa tidak dijelaskan secara detail. Apakah sang peneror hanya mencari celah untuk bisa dekat dengan Tata, ataukah dia seseorang yang tidak ingin jati dirinya terungkap, lalu apa tujuannya meneror Tata jika dia tidak ingin di ketahui. Shutdown akhirnya pilihan itu yang Raka ambil untuk menjamin ketengan jam istirahatnya, ia tidak terlalu memusingkan isi ponsel Tata, ia sangat mengenal siapa Tata. Beberapa nama cowok berjajar dalam id line yang masuk, tapi sedikitpun tidak mengusik rasa keingin tahuannya. Ia matikan kembali lampu kamarnya dan mencoba untuk memejamkan mata, yang ia butuhkan bukanlah jawaban atas rasa penasarannya melainkan istirahat.
---

Masih cukup pagi untuk memulai hari, embun yang menempel pada dedaunan juga belum terkikis. Tata mematikan mesin mobilnya dan dengan langkah cepat memasuki rumah bercat putih itu dengan wajah cemberut. Matanya masih sedikit sembab karena kurang tidur, tanpa banyak kata Tata langsung naik ke lantai dua. Kesan pertama yang Tata dapatkan di rumah itu adalah sepi. Di ruang Keluarga Tata sempat menyapa Pak Arifin namun dia tidak sempat berbasa basi walau hanya menjawab pertanyaan pria paruh baya itu. Ia hanya menggeleng dan mengangguk saja lantas meninggalkannya dalam rasa bingung. Kamar itu masih tertutup rapat yang menandakan pemiliknya belum memulai aktivitas, Tata menarik nafas dalam
Tok tok tok
“Aaaaaal..... bangun woi, bukain pintunya!!”
Suaranya cukup kencang hingga bisa terdengar oleh nyonya Martha yang ada di dapur. Wanita itu menggeleng dengan mulutnya yang berdecak tidak habis fikir dengan segala kejutan yang selalu Tata bawa tiap kali bertandang ke kediaman keluarganya, namun ia membiarkan.
“Zaldy...... bukain!!”
Tidak ada sahutan, wajah Tata mulai memerah menahan emosi yang ia pendam. Gadis itu membalikkan badan. Tepat di sebelah kamar Zaldy adalah kamar Raka. Tata menggelengkan kepalanya kencang lalu kembali mengetuk pintu kamar Zaldy
“Aaaaaal.... ini Tata, bukain buruaaan!!!”
Tata benar benar tidak memperdulikan dimana ia saat ini, rumah keluarga Arifin sudah seperti rumahnya sendiri. Hampir 90% waktu yang ia miliki dihabiskan disana, segala bentuk rasa sungkan dan canggung tidak ia miliki lagi. Bukan keluarga namun inilah rumah pertamanya. Tata medengus kesal, tidak ada tanda tanda kehidupan dari dalam kamar. Ia kembali menuruni tangga.
“Tante, Zaldy kemana?”
Dengan nada manja menahan air mata ia merengek pada nyonya Martha
“Aduh aduh ada apa ini..... sayang kok nangis? Tengkar sama Zaldy”
Tata menggeleng, namun ia enggan untuk memberikan penjelasan.
“Buka aja pintunya, pasti nggak dikunci kok. Al jarang kunci pintu kamar”
“Nggak bisa, pintunya dikunciiii!”
Rengeknya lagi dengan suara parau
“Ada apaan sih Ta, pintu kamar Al kebuka kok”
Belum sempet nyonya Martha menenangkan Tata, Raka dengan handuk kecilnya muncul penuh keheranan. Keringat yang menetes dipelipis dan ujung rambutnya seakan tiba tiba mengering melihat wajah Tata yang muram, ia mengangkat alisnya dan berpandangan dengan sang Mama namun nyonya Martha juga tidak bisa memberikan jawaban penyebab sikap dan ekspresi Tata pagi ini. Tata bergegas naik kembali menuju kamar Zaldy tanpa merespon pertanyaan Raka bahkan melirik ke arah Raka seakan enggan untuk ia lakukan
“Memang Zaldy belum bangun Ka”
Tanya nyonya Martha pada putra sulungnya sambil melanjutkan kembali rutinitas paginya
“Udah kok Ma”
jawab Raka singkat sambil mengambil satu jajanan yang tersedia di atas piring, ia cuek mengacuhkan kembali keanehan Tata dan mulai membaca koran pagi sambil mengunyah makanannya di meja makan.
“Pintunya di kunci?”
“Nggak juga, Raka buka bisa kok. Si Al lagi mandi kali”
Jawabnya lagi.
“Udah Ma, Tata lagi nggak fokus saja jadinya aneh gitu. Bentar lagi juga ceria”
“Aneh aja Ka, nggak biasanya dia seperti itu. Seburuk apapun suasana hatinya, dia nggak pernah nangis lo Ka?”
“Nangis??”
Raka meletakkan koran yang ia pegang dan menatap sang mama, nyonya Martha mengangguk namun kemudian mengangkat bahunya
‘apakah karena.......’
“Mas, HP Tata mana??”
Belum sempat Raka memikirkan pemicu kekesalan Tata, Zaldy muncul bertelanjang dada dan suara yang sedikit gusar
“Di Kamar”
“Kacau tuh cewek”
Zaldy mengacak rambutnya yang basah dengan gelengan kepala
“Apa?”
Spontan tanya Raka singkat, tapi tanpa memberikan jawaban apapun Zaldy segera berlari meninggalkan Mama dan kakaknya yang masih bertanya tanya menuju kamar sang kakak. Raka menggeser kursinya sededar ingin memudahkan badannya untuk melihat situasi macam apa yang kini ada di rumahnya, ada apa dengan Tata?

Masih dengan wajah tak bercahaya, Tata mendekati meja makan. Raka yang masih membisu membaca situasi, Nyonya Martha yang sibuk dengan peralatan dapurnya sejenak terbengong
“Tata pamit Tan”
Tata mencium pipi wanita paruh baya itu lalu berjalan ke ruang keluaga dan melakukan hal yang sama pada Pak Arifin. Semua ia lalukan tanpa ekspresi sama sekali bahkan dia melewati Raka begitu saja seakan pemuda itu tidak nampak disana. Tata menghilang dibalik pintu dan hanya meninggalkan derungan mesin mobilnya dengan sejuta tanda tanya yang ada di benak keluarga Arifin. 

Dont Miss it :
Part 3 : PLAY GIRL JATUH CINTA :  Amazing

Tidak ada komentar:

Posting Komentar