PLAY GIRL JATUH CINTA
Part 4. Mendung di Wajah Tata
Tilulit suara
tivi dimatikan, gadis dengan wajah masam segera menaiki tangga menuju
persembunyiannya. Rumah kembali sepi setelah hanya tersisa penghuni aslinya.
Tata berlalu dari orang tuanya tanpa berbasa basi, sementara Pak Darmawan dan
isteri meluruskan punggungnya di Sofabed
yang ada di ruang tamu. Sedikit melirik ke arah sang putri yang melenggang
tanpa suara Pak Darmawan hanya bisa mengangkat alisnya memandang siteri seakan
bertanya. Nyonya Jasmine mengangkat bahunya dan menghidupkan kembali layar
televisi.
“Mbak,
dibersihkan besok saja. Istirahat dulu,
udah malam”
Perintah
nyonya Jasmine pada pembantunya yang masih mondar mandir membawa peralatan
perang yang baru mereka selesaikan
“Iya
Bu sebentar lagi”
Jawab
sang pembantu sopan.
Nyonya
Jasmine meregangkan ototnya, memindah mindah channel mencari hiburan sedikit
mengacuhkan pertanyaan suaminya perihal sikap putri semata wayang yang tiba
tiba aneh bak roolercoaster hanya dalam hitungan jam. Walau sangat memahami
watak sang anak yang moody, tapi kali ini untuk pertama kalinya pemandangan itu
lelaki paruh baya itu dapatkan tanpa tahu sebabnya.
“Pa….
pa…. lihat deh, bukannya itu….”
“Apaan
sih Ma?”
Sang
isteri yang semula tidak menggubrisnya tiba tiba mengagetkan Pak Darmawan
sambil mengacungkan telunjuknya ke layar televisi.
“Cepetan
Papa, ini keburu habis iklannya…..”
Nyonya
Jasmine yang kini sudah merubah posisi rebahannya menjadi terduduk setengah
berdiri karena semangatnya melambai lambaikan tangannya meminta Pak Darmawan
untuk segera mendekat.
“Apa
sih Ma? Sampe segitunya”
“tuh….
Tuh… tuh, lihat baik baik deh Pa, bukannya dia….”
“Beneran
nih Ma? Nggak salah si Tata?”
“Lah
itu dia, beneran kan Pa, dia yang tadi kan?”
“Iya
bener Ma, siapa tadi… indra… eeeeeh siapa sih?”
“Hendra
Pa, Mahendra!”
“Iya
itu dia…. Pantesan Papa lihat itu anak kok cakep bener”
Keributan
kecil di ruang keluarga sedikit mereda, suami istri itu berpandangan seakan
mencoba menebak apa yang sebenarnya terjadi setelah iklan yang mereka lihat
dengan penuh keantusiasan berlalu.
“Ah
Molla…. Anak muda susah ditebak Pa”
“iiiih
bahasa Mama kok jadi lebay gini”
Nyonya
Jasmine mengangkat pundaknya dan tersenyum kembali merebahkan diri. Pak
Darmawan yang sebelumnya memeriksa email dalam ponsel pintarnya kini masih
belum beranjak dari tempatnya, duduk di tepi Sofabed tempat isterinya membaringkan diri sambil berfikir. Melihat
suaminya melihat televisi tanpa ada komentar ataupun ekspresi, nyonya Jasmine
menengok raut wajah suaminya. Dengan melepaskan satu nafas berat dia menepuk
pundak sang suami
“Papa,
mikir apaan?.... kalau mikir Tata tidak akan ada titik temunya Pa”
“Bukan
itunya Ma, si Tata hari ini aneh banget……
Datang
dengan cowok, lalu memperlakukan dia tidak seperti biasanya dan tiba tiba
mukanya kesel gitu. Nggak ngomong, nggak basa basi langsung mlengos. Apa kita
melakukan kesalahan yang membuat dia kecewa”
“tadi
dia biasa saja kok Pa, datang dan manja tanpa perduli itu si Hendra merhatiin.
Malah mama yang grogi. Tadinya itu mama pikir si Al yang datang, mama lupa
kalau itu anak udah molor di kamar Tata karena kecapekan ngintilin mama
belanja”
“Kira
kira apa ya Ma yang membuat Tata jadi kucel gitu?”
“Nggak
tahu, tadi udah mama tanya jawabnya cuma Auh Ah gelap, bodoh… auh ah gelap dan
bodoh lagi! Memang tadi sempat mati lampu ya Pa? hahahaha”
Nyonya
Jasmine menggoda suaminya yang sedang penasaran pada putrinya.
“Ih
Mama ditanyain serius malah ngajak bercanda”
“Siapa
yang bercanda, si Tata jawabnya memang gitu kok”
Meski
memahami watak sang putri yang moody, tapi perubahan sikap Tata hanya dalam
hitungan menit tanpa sebab pasti membuat sang Papa bertanya tanya.
“Udahlah
Pa, bukan itu yang penting, tapi yang paling penting adalah si Hendra itu
apanya Tata, kenal dimana dan statusnya apa?”
Nyonya
Jasmine kembali mengusik penasaran yang ia rasakan mencoba menyeret suaminya
untuk ikut memikirkan kemungkinan yang ada di kepalanya. Pak Darmawan kini yang
bingung menjawab pertanyaan isterinya
“Seingat
mama, yang dekat dengan Tata itu ada si Toni, Bram dan Putra. Menurut Zaldy…
Tony sekarang di Ausy. Kalau Bram si Tatanya masih jaga jarak. Putra itu temen
Tata saat pemotretan. Dan nama Hendra itu nggak pernah disebut sama Zaldy, Pa”
“Pertanyaan
Papa, dari sekian banyak cowok yang dekat dengan anak kita, pacarnya itu yang
mana?”
“Tony”
“Lah
katanya di Ausy”
“Putus”
Pak
Darmawan melotot kaget dengan jawaban ringan isterinya, tapi kemudian tiba tiba
dia tertawa lepas sehingga isterinya bingung
“Si
Tata itu mewarisi gen emaknya…. Hahahahhaha”
“Maksud
papa???!!”
Pak
Darmawan membungkam mulutnya merasa telah salah mengucapkan sesuatu
“Mama
nggak pernah ya punya banyak cowok macam itu”
“Iya
nggak pernah, tapi selalu di kelilingi cowok….. tapi apa Mama nggak hawatir tu
sama Tata kalau dia seperti itu”
Nyonya
Jasmine menggelengkan kepalanya santai
“Mama
percaya sama Tata, toh sejauh ini laporan mbak Martha ataupun Al selalu
positif. Dia nggak pernah pulang melewati batas jam malam, nggak pernah dugem,
masih ga doyan ngeMall, nilainya masih
oke dan yang terpenting kata Al, si Tata itu punya police line dalam dirinya”
“Police
line?? Apaan itu Ma?”
“Ah
Papa kepo…. Udah ah mama ngantuk mau tidur. Kalau Papa masih penasaran nanti
kita bahas dalam mimpi ya”
Wanita
cantik setengah baya itu berdiri dari posisinya dan menyerahkan remote control
pada sang suami dengan senyum menggoda sang suami yang masih sedikit dibuat
bingung oleh penjelasan yang ia berikan.
---
Malam
semakin larut, Tata masih berguling guling di atas kasurnya. Sayup sayup lagu
Geisha yang ia putar tidak mampu membawanya masuk dalam alam tidur. Pikirannya
masih sedikit terganggu oleh kata kata Raka. Wajah Hendra terus muncul dalam
pikirannya, bukan karena ia merindukan pemuda itu, tapi ia merasa terganggu
oleh pendapat Raka tentang dirinya dan ia merasa bingung harus bersikap seperti
apa pada Hendra. Ia sebenarnya sadar jika selama ini Hendra menunggu jawaban
darinya, tapi ia selalu menghindar. Tata merasa dirinya tidak melakukan
kesalahan apapun yang membuat dirinya dilarang untuk dekat dengan Hendra. Kini
dia bukan lagi pacar seseorang yang mengharuskannya menolak seorang cowok yang
berkeinginan mendekatinya.
‘gue bebas mau dekat
dengan siapapun, status gue juga bukan pacar cowok manapun. Jomblo…. Ya, gue
jomblo…. Gue nggak salah kok, kenapa gue jadi sepusing ini? Apa gue salah kalau
harus memberikan kesempatan sama Hendra. Don’t look something by the cover’
“Huft….
Haaaah bodoh ah”
Tata
melepaskan kekesalannya dalam hembusan nafas berat dan dengan cepat ia menutup seluruh
badannya dengan Bed Cover berharap hari segera berganti dan membawa pergi
segala kekesalan yang ada di hatinya. Belum berhasil, hanya dalam hitungan
detik makhluk ajaib itu terbangun kembali dan terduduk di ranjangnya. Kini mata
indahnya yang mulai memerah karena lelah itu terpaku pada satu titik, iphone.
Ponsel pintar yang tergeletak di meja sisi ranjangnya itu diam membisu. Sudah
semingguan ini ponsel yang ia pegang jadi sedikit pendiam
‘Apa itu sumber
masalahnya? Kalau memang itu, kenapa dia yang protes dan bukan si Al. toh ini
bukan pertama kalinya. Apa Al ngeluh ya? Kalau ngeluh harusnya dia bilang saat
mengirim kembali pesan pesan buat gue’
Ia
terus bermain dengan pikirannya sementara matanya tidak lepas dari benda
canggih itu. Belum menemukan jawaban dari apa yang ia pikirkan, ia mengambil
benda itu lalu berjalan menuju meja belajarnya (tentunya bukan untuk belajar
dong). Ia menoleh pada jam dinding yang berdetak di dinding kamar, ‘belum terlalu malam’ pikirnya.
Sent to me:
‘Lo udah molor belum?’
Tik
tok tik tok, jemari Tata bermain di atas meja menunggu jawaban. Kling satu pesan masuk dan segera ia
buka
From Me:
‘Kalau udah molor
artinya gue ga bisa balas pesen lo kan?’
To Me :
‘Lo bakik ke rumah gue
ya, gue tunggu cepetan!!’
From Me :
‘lo jangan gila Ta, gue
baru masuk rumah nih?’
To Me :
‘Buruan gue tunggu di
depan, ga pake lama’
Tata
tidak lagi menunggu jawaban dari Zaldy, dia turun dari ranjangnya dan menyamber
Cadigan yang ada di sandaran kursi belajarnya dan berhambur keluar kamar.
Menuruni
tangga tampak ada sang Mama yang sedang megambil air minum di dapur, langkah
kakinya hati hati berharap mama tidak akan menengok ke belakang
“Mau
kemana Ta?”
Harapan
Tata sia sia, ia yang sedang males untuk berdebat kini mau tidak mau harus
menjawab pertanyaan mamanya
“Ke
depan Ma sebentar”
Sang
Mama melongok ke arah jam dinding yang ada di ruang tamu, masih dengan membawa
gelas di tangan, nyonya Jasmine melangkah mendekati Tata, tapi Tata lebih cepat
mengjndar sehingga pembicaraan tidak dapat dilakukan dengan benar
“Ta….
Udah malam sayang”
“Cuma
ke teras kok Ma, bentar doang… Tata sesak dalam kamar”
‘sesak’ kening Nyonya Jasmine berkerut,
kebiasaan Tata adalah mengurung diri dalam kamar dan membuat kegaduhan dari
sana tanpa pernah mengijinkan orang lain masuk mencampuri. Rasanya kata sesak
bukanlah kata yang tepat menggambarkan keadaan suasana hati putrinya kini,
namun wanita itu tidak banyak berkomentar melarang
“Jangan
terlalu lama, udah hampir tengah malam Ta”
Tata
melenggang tanpa suara keluar rumah.
---
Zaldy
meletakkan kembali potongan apel yang baru ia ambil dari dalam lemari es
bersiap meluncur ke rumah Tata sesuai dengan apa yang Tata inginkan, entahlah
apapun kata Tata meskipun ia enggan menggerakkan badan tapi ia masih tetap
bergegas walaupun ada omelan kecil tak jelas di dengarkan keluar dari mulutnya.
“Mas,
pergi bentar”
Pamitnya
pada Raka yang juga masih terjaga di ruang keluarga menikmati tayangan
televisi.
“Kemana,
dugem?!”
“Sejak
kapaaaan???!”
Raka
mengangkat tangannya dan menunjuk ke arah jam tangan yang ia kenakan tanpa
bersuara
“Jangan
kolot deh Mas, kayak perawan aja”
“Al…..”
“Iya
iya…. Ini majikan manggil. Bentar doang kok Mas, selesai juga langsung balik”
“Tata?”
Raka
berdiri dari duduknya lalu melangkah mendekati Zaldy. Kunci motor yang ada di
genggaman Al ia ambil dengan cepat membuat Zaldy keheranan. Dia paham watak
kakaknya yang tegas, tapi dia tidak pernah melarangnya pergi sejauh ini asalkan
alasannya memang masuk akal, apalagi untuk alasan Tata. Ini adalah larangan pertama
yang ia terima. Al tidak berani membantah, ia pikir apa yang Tata inginkan
memang sedikit tidak masuk akal
“Jangan
buat gadis egois itu makin egois dengan terus menuruti kemauannya, tidur sana”
Zaldy
melangkah dengan mengangkat bahunya, ia sadar posisinya kini akan menjadi
sasaran empuk bagi amarah kedua belah pihak. Amarah Tata ataupun kakaknya,
Raka.
“Al,
nggak mau ribut ya Mas… ini, pasti dia akan terus neror Al”
Al
meletakkan Handphone nya diatas meja, Raka hanya diam tak menimpali. Ia
meletakkan kembali kunci motor yang ia ambil dari sang adik dan kemudian
kembali ke posisinya di depan tivi.
Sedikit
terganggu oleh pikirannya sendiri, Raka mengambil HP Zaldy yang tergeletak
diatas meja. Ia membuka pesan yang ada di sana. Dengan menopang dagunya ia berfikir
gadis itu kini sedang menunggu kedatangan Zaldy. Raka ragu tapi kemudian dia
menulis pesan pada Tata
‘Zaldy nggak akan
datang, nggak usah ditunggu dan tidurlah. Udah malam’
Lama
menunggu balasan, Raka sedikit cemas menduga Tata tidak membawa ponselnya dan
masih menunggu di depan rumah
‘Belajarlah untuk
menahan diri, dewasa’
‘OKAY!!!’
Jawaban
singkat itu cukup membuat Raka bernafas lega, ia tahu bagaimana ekspresi gadis
itu saat menjawab pesan yang ia kirimkan. Senyum penuh ketenangan mengembang di
bibirnya, kini ia bisa menghabiskan waktunya dengan tenang hingga kantuk benar
benar datang menyapanya.
Malam
semakin larut, suasana rumah juga terasa sangatlah lengang. Raka belum bisa
memejamkan matanya, raganya yang terlalu capek membuatnya susah tidur. Banyak
hal yang ia upayakan untuk bisa benar benar mengistirahatkan ragawinya, mulai
dari membaca, mendengarkan music sampai mengisi perutnya, semuanya gagal. Ia
masih tetap terjaga hingga dini hari tiba. Dalam kegelisahan tiba tiba HP Zaldy
(handphone Tata) yang ia bawa bersuara, suara HP yang berisik membuatnya cepat
bergerak untuk membuatnya diam, tapi belum lagi panggilan itu terjawab olehnya
HP kembali diam. Keadaan ini berlangsung beberapa kali hingga membuat dia
sedikit emosi. Ia menyandarkan dirinya di tepi rangjang dan menghidupkan
kembali lampu kamar karena ia penasaran dengan si usil yang menghubungi nomor
gadis itu di jam jam tidak wajar. ‘X’
hanya itu yang dapat menjelaskan rasa penasaran Raka.
Kling
satu pesan masuk saat Raka mencoba tidak memusingkan tentang siapa X, ia membuka pesan itu tanpa berpikir
panjang.
‘Jangan sok cantik
hanya karena dia mengejar lo, gue tidak akan pernah diam’
Pesan
singkat itu sangat aneh, rasa penasaran Raka membuatnya membuka riwayat pesan
dari nomor aneh itu, rupanya sudah banyak pesan pesan senada yang dikirimkan
oleh nomor itu di jam jam dini hari.
‘Jika memang gue tidak
lebih cantik dari pada Lo, so kenapa lo pusing dengan keberadaan gue. Gue nggak
kenal cowok yang lo maksud. Gue nggak pernah minta cowok lo untuk suka sama
gue. Jika lo memang mencintai dia, kenapa lo nggak percaya sama dia. Lebih
tepat jika lo tanya cowok lo dari pada neror gue. Kenal juga nggak. Cinta itu
bukan mengendalikan dan menguasi tapi mengerti dan percaya. Dan lo perlu catet
dengan garis besar di hati lo, Violetta nggak butuh tukang selingkuh! bilang
itu sama cowok lo jika memang dia suka ma gue seperti yang lo bilang dan
hawatirin itu’
‘Orang yang tidak
cantik ini mau tidur. So, good night’
Raka
tersenyum, dari sekian deretan pesan yang masuk rupanya hanya ada tiga balasan
yang diberikan, dia tahu kecuekan Tata. Begitu banyak cacian dan makian yang
dilontarkan rupanya dia hanya mengabaikan tanpa balas. Satu balasan panjang ia
berikan dan satu balasan pendek sudah cukup dan satu balasan yang kasar dengan
kata kata yang ia pikir itu adalah kerjaan adiknya
‘Lo nggak lihat jam
berapa sekarang, Lo bangsa kunti ya? Sono nyari sate biar bisa masuk kubur
lagi’
Dari
pesan pesan itu Raka cukup penasaran dengan seseorang yang disebut sebagai Bintang
lapangan, siapa dia kenapa tidak dijelaskan secara detail. Apakah sang peneror
hanya mencari celah untuk bisa dekat dengan Tata, ataukah dia seseorang yang
tidak ingin jati dirinya terungkap, lalu apa tujuannya meneror Tata jika dia
tidak ingin di ketahui. Shutdown
akhirnya pilihan itu yang Raka ambil untuk menjamin ketengan jam istirahatnya,
ia tidak terlalu memusingkan isi ponsel Tata, ia sangat mengenal siapa Tata.
Beberapa nama cowok berjajar dalam id line yang masuk, tapi sedikitpun tidak
mengusik rasa keingin tahuannya. Ia matikan kembali lampu kamarnya dan mencoba
untuk memejamkan mata, yang ia butuhkan bukanlah jawaban atas rasa penasarannya
melainkan istirahat.
---
Masih
cukup pagi untuk memulai hari, embun yang menempel pada dedaunan juga belum
terkikis. Tata mematikan mesin mobilnya dan dengan langkah cepat memasuki rumah
bercat putih itu dengan wajah cemberut. Matanya masih sedikit sembab karena
kurang tidur, tanpa banyak kata Tata
langsung naik ke lantai dua. Kesan pertama yang Tata dapatkan di rumah itu
adalah sepi. Di ruang Keluarga Tata sempat menyapa Pak Arifin namun dia tidak
sempat berbasa basi walau hanya menjawab pertanyaan pria paruh baya itu. Ia hanya
menggeleng dan mengangguk saja lantas meninggalkannya dalam rasa bingung. Kamar
itu masih tertutup rapat yang menandakan pemiliknya belum memulai aktivitas,
Tata menarik nafas dalam
Tok tok tok
“Aaaaaal..... bangun woi, bukain pintunya!!”
Suaranya cukup kencang hingga bisa terdengar oleh nyonya
Martha yang ada di dapur. Wanita itu menggeleng dengan mulutnya yang berdecak
tidak habis fikir dengan segala kejutan yang selalu Tata bawa tiap kali
bertandang ke kediaman keluarganya, namun ia membiarkan.
“Zaldy...... bukain!!”
Tidak ada sahutan, wajah Tata mulai memerah menahan emosi
yang ia pendam. Gadis itu membalikkan badan. Tepat di sebelah kamar Zaldy
adalah kamar Raka. Tata menggelengkan kepalanya kencang lalu kembali mengetuk
pintu kamar Zaldy
“Aaaaaal.... ini Tata, bukain buruaaan!!!”
Tata benar benar tidak memperdulikan dimana ia saat ini,
rumah keluarga Arifin sudah seperti rumahnya sendiri. Hampir 90% waktu yang ia
miliki dihabiskan disana, segala bentuk rasa sungkan dan canggung tidak ia
miliki lagi. Bukan keluarga namun inilah rumah pertamanya. Tata medengus kesal,
tidak ada tanda tanda kehidupan dari dalam kamar. Ia kembali menuruni tangga.
“Tante, Zaldy kemana?”
Dengan nada manja menahan air mata ia merengek pada
nyonya Martha
“Aduh aduh ada apa ini..... sayang kok nangis? Tengkar sama
Zaldy”
Tata menggeleng, namun ia enggan untuk memberikan
penjelasan.
“Buka aja pintunya, pasti nggak dikunci kok. Al jarang
kunci pintu kamar”
“Nggak bisa, pintunya dikunciiii!”
Rengeknya lagi dengan suara parau
“Ada apaan sih Ta, pintu kamar Al kebuka kok”
Belum sempet nyonya Martha menenangkan Tata, Raka dengan
handuk kecilnya muncul penuh keheranan. Keringat yang menetes dipelipis dan
ujung rambutnya seakan tiba tiba mengering melihat wajah Tata yang muram, ia
mengangkat alisnya dan berpandangan dengan sang Mama namun nyonya Martha juga
tidak bisa memberikan jawaban penyebab sikap dan ekspresi Tata pagi ini. Tata
bergegas naik kembali menuju kamar Zaldy tanpa merespon pertanyaan Raka bahkan
melirik ke arah Raka seakan enggan untuk ia lakukan
“Memang Zaldy belum bangun Ka”
Tanya nyonya Martha pada putra sulungnya sambil
melanjutkan kembali rutinitas paginya
“Udah kok Ma”
jawab Raka singkat sambil mengambil satu jajanan yang
tersedia di atas piring, ia cuek mengacuhkan kembali keanehan Tata dan mulai
membaca koran pagi sambil mengunyah makanannya di meja makan.
“Pintunya di kunci?”
“Nggak juga, Raka buka bisa kok. Si Al lagi mandi kali”
Jawabnya lagi.
“Udah Ma, Tata lagi nggak fokus saja jadinya aneh gitu. Bentar
lagi juga ceria”
“Aneh aja Ka, nggak biasanya dia seperti itu. Seburuk apapun
suasana hatinya, dia nggak pernah nangis lo Ka?”
“Nangis??”
Raka meletakkan koran yang ia pegang dan menatap sang
mama, nyonya Martha mengangguk namun kemudian mengangkat bahunya
‘apakah
karena.......’
“Mas, HP Tata mana??”
Belum sempat Raka memikirkan pemicu kekesalan Tata, Zaldy
muncul bertelanjang dada dan suara yang sedikit gusar
“Di Kamar”
“Kacau tuh cewek”
Zaldy mengacak rambutnya yang basah dengan gelengan
kepala
“Apa?”
Spontan tanya Raka singkat, tapi tanpa memberikan jawaban
apapun Zaldy segera berlari meninggalkan Mama dan kakaknya yang masih bertanya
tanya menuju kamar sang kakak. Raka menggeser kursinya sededar ingin memudahkan
badannya untuk melihat situasi macam apa yang kini ada di rumahnya, ada apa
dengan Tata?
Masih dengan wajah tak bercahaya, Tata mendekati meja
makan. Raka yang masih membisu membaca situasi, Nyonya Martha yang sibuk dengan
peralatan dapurnya sejenak terbengong
“Tata pamit Tan”
Tata mencium pipi wanita paruh baya itu lalu berjalan ke
ruang keluaga dan melakukan hal yang sama pada Pak Arifin. Semua ia lalukan
tanpa ekspresi sama sekali bahkan dia melewati Raka begitu saja seakan pemuda
itu tidak nampak disana. Tata menghilang dibalik pintu dan hanya meninggalkan
derungan mesin mobilnya dengan sejuta tanda tanya yang ada di benak keluarga
Arifin.
Dont Miss it :
Part 3 : PLAY GIRL JATUH CINTA : Amazing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar