PLAY GIRL JATUH CINTA
Part
3. Amazing
Dan
lelahpun akhirnya membawa Tata pada kata menyerah, tanpa harus menunggu lokasi
yang tepat gadis itu terlelap. Semilir angin sore itu cukup menyegarkan dan
semakin membawa Tata jauh masuk ke alam tidurnya dalam situasi dan kondisi jauh
dari kata layak (Pelor). Tidak seperti biasanya yang selalu menempel seperti
badan dan bayangan dengan Zaldy, kali ini Tata seharian tak mencari cowok itu.
Earphone yang menempel di telinganya dibiarkan tetap menyala sementara badannya yang kecil
ia sandarkan pada post satpam kampusnya menunggu jemputan, tapi tubuh lelahnya
tidak membiarkan matanya terus terjaga.
“Wooooiii...
ngapain Lo masih disini?”
Satu
senggolan ringan hampir menjatuhkan Tata dari posisinya, ia tergagap namun
kemudian ia pun kembali memejamkan matanya ketika tahu siapa yang tengah
berusaha mengacaukan alam mimpinya
“Lo
nggak pulang?”
“Menurut
Lo?”
Jawabnya
masih dengan mata terpejam dan suara malasnya menyandarkan diri pada pundak
sang pengganggu
“ngapain
Lo disini,
Nunggu si Al?”
“Enggak”
“terus?”
“gue
ngantuk dan butuh tempat buat istirahat. Lo diem dulu ya”
“Gile
aja Lo tidur di post satpam!, diparkiran kan bisa Ta... segitu ngantuknya ya
Lo?”
“Ckckck
cerewet amat si Lo, Ren. Kalau gue bawa mobil nggak bakal gue ada disini. Masih
mending di post satpam bukannya di trotoar depan sono”
Renita
nyengir menerima jitakan Tata yang akhirnya harus membuka mata karena pertanyaan
yang terus keluar dari mulutnya
begitupun dengan dua orang satpam yang ada di dalam post, mendengar dan melihat
gurauan dua mahasiswa cantik itu mereka hanya senyum senyum, antara mengerti
dan geli. Tata melihat layar ponselnya dan mematikan musik
yang ia mainkan, menarik kabel earphone yang menamcap di telinganya kasar lalu
ia mengedarkan pandangan ke sekitarnya
“Lo
nunggu siapa si Ta? bareng gue aja yuk, mumpung Lo nggak bawa mobil, kita jalan
jalan dulu bareng Salsa”
“Aneh!” jawabnya singkat sambil sibuk memasukkan earphone
dalam saku tas ransel yang ia bawa.
“Hah?
Kok aneh... ya kan memang biasanya kita jalan bareng”
“bukan
itunya, ngajak jalan itu pas gue bawa mobil, enak nggak usah panas panasan”
“Emang Lo hapal jalan? kagak asyik
kalau harus ngajak Al.... aish apaan paling dia ntar bikin ribet”
Mendengar
jawaban Renita, Tata hanya bisa menyeringai karena katidaksabarannya menghadapi
lalu lintas ibu kota yang selalu membuatnya mencari jalan tikus dan membawanya
berputar putar tak karuan karena kesasar. Sama halnya kini, kesabarannya untuk
menahan kantuk disela menunggu jemputan membuatnya kembali menyandarkan
kepalanya. Belum lagi sempat memasuki alam tidur dengan benar, tubuhnya
diguncang guncangkan kembali
oleh tangan Renita
“Ta....
Ta buka mata Lo”
“Haduuuh
ada apaan lagi sih?”
Tata tak bersemangat dan tetap tak menggubris
“Lo
udah nggak penasaran sama anak Bang haji ya?”
“Huft...
maksud lo apaan?”
“buka
mata Lo kenapa sih, pelor amat!”
Renita
sedikit berbisik dengan nada yang keras menepuk pundak Tata
“lagian apa hubungannya gue ngantuk sama anak pak haji
itu!!”
Tata sedikit mendorong pundak Renita karena mulai
kesal rasa kantuknya tak terobati, bibirnya mengerucut dan enggan menanggapi,
tapi tangan Renita terus menarik kemeja Tata yang tengah berusaha mencari
tempat bersandar yang nyaman untuk kepalanya sehingga membuat gadis itu
mendengus kesal
“Haaaah
ada apaan sih, udah ambil sendiri aja, info lo soal anak Bang Haji nggak
akurat, cari info lagi sana”
“aduuuuh
nih anak, noh noh noh buka mata lo cepetaaaan keburu dia nyebrang”
Tata
masih tidak bersemangat menanggapi kehebohan Renita, ia tahu itu hanya akal akalan Renita untuk
memaksanya terjaga, ia tahu dengan pasti Renita tidak akan seheboh itu jika
obyek yang mereka bicarakan ada di depan mata. Cewek dengan gengsi yang tinggi
itu tidak akan rela imagenya hancur berantakan hanya karena targetnya ada dalam
jangkauan dan ia justru akan memasang harga yang tinggi untuk menaikkan standar
nilai yang ia miliki
“ckckckckckck
Ta, gue pinjam raga Lo bentar
bisa ga ya”
Suara
yang berbeda membuat Tata seketika membuka matanya, bukan karena penasaran pada
sumber kehebohan yang terus
Renita sebut sebagai anak pak haji melainkan pada suara
Renita yang tiba tiba berubah di telinganya, Salsa yang kini sudah bergabung
dengan kedua sahabatnya itu memegang pundak Tata dengan pandangan jauh ke
seberang jalan. Tata mendengus sedikit kesal dengan pemandangan yang sama
sekali nggak asyik baginya, dia tahu hal yang membuat kedua sahabatnya bisa
bersikap aneh tidak akan jauh dari cowok asing nan cakep ala model atau
eksekutif muda keren nan menggoda iman yang layak dijadikan target.
“Aish… God susah bener hidup nyaman di dunia ini”
gerutu Tata sembari membenarkan posisinya dan dnegan
santai menengok ke arah yang di maksudkan oleh dua wanita muda yang kini hanya
bisa membelalakkan matanya sambil terus memasang senyum terbaik yang mereka
miliki ke arah seberang jalan. Seorang cowok dengan perawakan tegap berkulit
putih dan rambut legamnya setengah ikal ada di hadapan mereka. Cowok dengan
setelan jeans dan kaos oblong ketat berwarna putih lengkap dengan kaca mata
hitamnya tengah sibuk menyeberangi jalan, senyum mengembang diwajah gantengnya.
Lambaian tangan cowok itu seakan mengarah pada mereka sontak membuat Renita dan
Salsa melongo tak percaya, keduanya celingukan ingin meyakinkan diri
bahwasannya ke GR an yang mereka rasakan tidaklah salah. Tata yang masih dengan
santainya merapikan tas yang ia bawa tersenyum dengan menggigit bibirnya, Salsa
mengernyitkan dahi menangkap wajah aneh Tata yang membelakangi mereka
“Ta, lo nggak lagi main kucing kucingan sama kita
kan?”
“hmm?”
“Jangan pura pura bego, jangan bilang itu cowok yang
akan jemput lo!” Renita menimpali dengan nada penuh kecurigaan
“tunggu tunggu tunggu…. Bukannya Lo lagi penasaran
sama anak bang Haji ya?...... terus cowok itu siapa?”
Salsa yang masih belum bisa menangkap maksud
kecurigaan Renita dengan polos menyela
“Cowok baru Lo???”
Belum lagi pertanyaan pertanyaan itu terjawab oleh
Tata, cowok yang menjadi sumber kegaduhan wanita muda itu datang menghampiri
ketiganya
“Hai, sorry agak telat”
Suara dengan timbre sedikit berat menyapa, ia
melepaskan kaca mata hitam yang ia kenakan dengan menebar senyum ramah. Salsa
dan Renita terdiam tidak berhenti mengembangkan senyum sambil tangan keduanya
menarik narik lengan baju yang Tata kenakan
“haduuuuh…. Kalian kenapa sih? Kenalin ini Hendra”
Hendra melemparkan senyum pada Salsa dan Renita, ia
menyodorkan tangannya tanpa kecanggungan sedikitpun. Tanpa melewatkan
kesempatan yang ada Renita dan Salsa menyambut uluran tangan itu penuh antusias
dan sedikit melupakan Tata yang kini sedikit kesal dengan ulah norak kedua
sahabatnya
“Gimana, mau nebeng sama kita, atau kalian mau jalan
sendiri?”
Suara Tata membuyarkan imajinasi kedua sahabatnya yang
meleleh melihat wajah ganteng bak model yang kini tepat berada dihadapan mereka
(lebay)
“tapi tidak ada acara ngeMall ya…” Tata kembali
menegaskan
Renita mendengus kesal, belum lagi terjawab rasa
penasarannya akan sosok Hendra yang ada dibenaknya, tapi Tata seakan menjauhkan
kemungkinan baginya untuk sedikit mengorek informasi tentang cowok yang tiba
tiba menjemput Tata itu. Perawakan dan penampilan mulus membuat Renita masih
berfikir cowok itu adalah model. Entahlah
---
Kling
satu pesan masuk dalam ponsel Hendra, ia menghentikan langkahnya sejenak. Jam
yang melingkar di tangan sudah menunjukkan pukul dua siang.
‘Violetta?’ ia
masih tidak percaya dengan apa yang ia baca, selama kurang lebih dua bulan ia
memburu gadis itu dan kini secara tiba tiba Violetta menghubunginya.
‘Sibuk nggak? kalau nggak ada
kegiatan, bisa jemput gue di kampus?’
‘benarkan ini nomornya Mahendra?,
ini Tata’
Satu
nafas panjang ia hembuskan cepat, ia masih tidak pernah menyangka akhirnya Tata
akan menghubunginya.
Sekali
lagi ia melirik jam di tangan dan menggelengkan kepalanya.
‘sekarang?’
‘ya, gue tunggu ya’
‘okay, tapi mungkin sedikit terlambat, gue
masih di Gym nih’
‘Okay, not problem’
Mengurungkan niat untuk melakukan treadmill, ia
memutar langkahnya menuju parkiran mobil. Dengan langkah yang sedikit lebar ia
sangat bersemangat menuju lokasi dimana Tata berada. Menembus kemacetan, Hendra
terus melaju. Rasa kepercayaan dirinya membuncah.
Sampai di depan area kampus, dia menepikan mobilnya.
Dari kejauhan ia sudah menangkap keberadaan Tata, gadis itu tengah bersama dua
orang teman kampusnya. Sejenak ia terdiam, tangannya memutar mutar ponsel,
berniat untuk menelpon Tata tapi ia ragu. Tiba tiba ia teringat pada Zaldy.
Walaupun dia tidak mengenal Zaldy secara pribadi, tapi nama itu sudah tidak
asing baginya dan dia sangat hafal dengan segala hal yang ada disekitar Tata
begitupun dengan Zaldy yang tak ubahnya bagaikan bayangan Tata.
‘seandainya
Zaldy ada, Tata nggak mungkin menghubungi gue. Tenang Dra, kesabaran lo menuai
hasil. Siapapun Zaldy bagi Tata kini lo yang lebih diinginkan oleh Tata’ Hendra sedikit berusaha menenangkan dirinya. Zaldy
tidak terlihat sedikitpun bahkan bayangannya pun tak tertangkap oleh bias sinar
mentari siang ini. Mesin dimatikan, tangan Hendra mengambil kaca mata reyban
yang ia simpan dalam dashboard,
membenarkan tatanan rambutnya lalu melepaskan Seat Belt siap menjemput impiannya. Cuaca masih sangat terang
bahkan terasa panas menyengat kulit, lalu lalang lalu lintas sedikit padat di
kawasan itu, ia melambaikan tangannya ke arah Tata, tapi sepertinya Tata tidak
menyadari lambaian tangannya. Ia terus mendekati gadis itu, sedikit cuek dan membuatnya
meragu tapi senyum dari bibir Tata yang sempat ia tangkap membuatnya yakin
melangkah mendekat
“Hai, sorry agak telat” sapanya sesantai mungkin
menjaga wibawa sambil melepaskan kaca matanya, Anggukan kecil Tata membuat
senyumnya menyungging, tapi…..
‘My
God… apakah Tata akan membawa dua makhluk ini bersama kami’ dalam senyumnya Hendra sedikit kecewa dengan apa yang
ia lihat. Dua orang gadis yang bersama Tata hampir tak berkedip menatap
kearahnya dengan tangan keduanya yang terus menarik narik lengan baju Tata
“haduuuuh…. Kalian kenapa sih? Kenalin ini Hendra”
Dengan sedikit kesal Tata yang selesai membereskan
ranselnya memperkenalkan Hendra pada sahabatnya, Hendra membatin lirih dalam senyum
dan uluran tangannya ramah
‘Jangan
kau buat urusan yang belum jelas ini semakin ruwet oleh mereka Ta’
Sedikit kaget oleh sahutan tangan kedua gadis itu
Hendra mencoba tenang, dalam hatinya ia berkata bahwa ini adalah tantangan yang
harus ia hadapi untuk benar benar bisa memenangkan hati Tata
“Gimana, mau
nebeng sama kita, atau kalian mau jalan sendiri?”
Jedeeer
suara Tata
membuat Hendra menelan ludah, ia tak percaya kalau untuk pertama kalinya
diberikan kesempatan justru ia harus menjadi supir taksi pribadi bagi Tata dan
kawan kawannya, sedetik ia memutar matanya melirik Tata dan kembali tersenyum
pada dua gadis itu berharap mereka bisa memahami kemauan hati Hendra
“tapi tidak ada
acara ngeMall ya…” dengan penuh penekanan Tata kembali bersuara dan kini Hendra
harus terima nasib mengulum senyumnya yang kecut, harapannya untuk bisa
mengajak Tata jalan sebelum mengantarnya pulang akan lenyap, padahal dalam
perjalanan ia sudah mengatur beberapa strategi agar bisa membawa Tata sekedar
jalan jalan ke toko buku atau toko kaset demi bisa sedikit berlama lama dengan
gadis itu. Ekspresi wajah yang sedikit lemas dari salah satu teman Tata serta
isyarat tangan bahwa mereka mengijinkan dirinya dan Tata untuk pergi berdua
sedikit membuatnya lega. Tawa Tata dengan lambaian tangan pada sahabatnya dan
gandengan di lengannya sedikit membuat dia bernafas lega.
“Kemana kita sekarang?”
Tanya Hendra saat keduanya sudah memasuki mobil, Tata
menatap tegas padanya tanpa jawaban
“Okay, kita pulang”
“huum”
jawaban Tata benar benar diluar dugaan, gadis itu
mengiyakan tanpa sedikitpun merasa berdosa telah menyita waktunya hanya untuk
mengantarkannya pulang tak ubahnya sopir taksi bayaran yang siap melayani. Mobil
dijalankan, sekilas Hendra melirik ke arah Tata, gadis itu menguap. Beberapa
menit mobil melaju, Hendra semakin gigit jari. Tata benar benar terlelap tak
sadarkan diri. Lepas dari salemba, Hendra bimbang. Haruskah ia terus melaju
memasuki kawasan perumahan Tata ataukah dia harus egois memaksakan
keinginannya. Ia biarkan Tata terlelap, ia terus berfikir dengan apa yang akan
ia putuskan, ia tak ingin peluang yang Tata berikan akan lenyap seketika oleh
keputusan bodohnya. Sebenarnya tidak membutuhkan waktu yang lama untuk sampai
ke kawasan perumahan Tata dari kampusnya hanya saja kemacetan membuat sedikit
lebih lama dari seharusnya. Hendra semestinya bersyukur dengan kemacetan yang
membuatnya bisa menikmati waktu lebih lama bersama Tata seandainya gadis itu
terjaga. Melewati perempatan Hendra menepi, ia kini pasrah pada apapun yang
akan Tata inginkan saat ia terjaga, seandainya harus bernasib seperti sopir
taksi yang hanya menjemput dan mengantar sampai tujuan, iapun ikhlas. Beberapa
meter lagi sebenarnya ia bisa membawa Tata sekedar menikmati suasana sore hari
di Taman Menteng, tapi dia lebih memilih untuk mengamankan diri terlebih dahulu
untuk saat ini, ia harus bermain cantik.
“Hmmm… sampai dimana kita, Hend?”
Sambil mengucek matanya dan sedikit menguap Tata
bersuara, Hendra yang membungkukkan diri diatas kemudi segera mengangkat wajah,
ia tersenyum.
“Menteng”
Jawabnya singkat
“Oh udah sampai ya……
Terus kenapa masih disini, jangan bilang lo lupa
alamat rumah gue” Tata yang menyadari keberdaannya kini menatap Hendra
“Kita makan dulu yuk”
Ajak Hendra tanpa basa basi lagi, Tata melihat jam
tangannya. Hampir jam lima sore. Ia tersenyum pada Hendra
“kenapa nggak makan dirumah gue aja, jam segini
harusnya Mama sama Papa udah ada di rumah”
“Apa??”
Hendra tak percaya dengan apa yang ia dengarkan, Tata
mengajaknya untuk makan bersama dengan keluarganya. Ia menyipitkan matanya,
sekedar meminta Tata memberikan penjelasan yang detil
“Jarak ke rumah gue udah tinggal sejengkal, kan lebih
baik makan disana dari pada buang uang”
“otak Lo tetep ya Ta, ekonomis”
“hahhahahhahaa bilang aja kalau lo mau sebut gue
peritungan atau pelit sekalian”
“Nggak lah Ta…”
“hayooooo buruan, nanti kan enak bisa istirahat juga
di rumah, ngobrol sama Papa….. kalau ada sih, hehehehe”
Tata cekikikan sendiri karena tidak yakin Papanya
sudah ada di rumah, tapi Hendra yang semula sedikit lemas kini mulai
bersemangat. Dia tidak lagi menasa ke GR an akan ajakan Tata, tatapan mata Tata
sangat jelas jika dia tulus dan itu ia tangkap sebagai sinyal bagus buat
hubungan mereka nantinya.
---
Gelak tawa terdengar begitu ceria sore itu di kediaman
Darmawan. Ini adalah pemandangan langkah. Rumah yang nyaris tak berpenghuni itu
kini sedikit menemukan nyawanya. Tuan dan Nyonya rumah lengkap berada di
kediaman mereka. Sehari harinya rumah mewah itu selalu sepi penghuni, hanya di
jam jam tertentu terlihat kehidupan disana. Tuan rumah yang sangat sibuk dengan
pengelolahan bisnisnya tak jarang membawa serta istri tercinta ke luar kota
sekedar untuk menemani tatkala pekerjaan menuntutnya untuk meninggalkan ibu
kota sementara putri semata wayang mereka lebih betah berada di luar rumah dan
menghabiskan waktu di rumah keluarga Arifin.
Wajah Pak Darmawan sedikit tegang memandangi pion yang
ada diatas meja, ia memegangi dagunya sembari berfikir untuk mengalahkan musuh.
Keasyikan bermain catur sore itu begitu lengkap saat nyonya Jasmine membawa teh
hangat lengkap dengan kudapannya bergabung dengan suaminya di teras samping
rumah menghadap kolam renang.
kreeeet suara pagar di dorong oleh satpam, nyonya Jasmine
beranjak dari duduknya. Ia melangkahkan kaki menuju ruang tamu sekedar ingin
tahu siapa gerangan yang memasuki pelatara rumahnya
‘hari ini Tata tidak membawa mobilnya, lalu siapa yang
datang ya’ nyonya Jasmine berpikir dalam langkah kakinya mendekati pintu utama.
Ia menyibakkan horden berwarna blue sky yang melapisi kaca rumah, tampak
olehnya sebuah mobil sport hitam memasuki pelataran.
‘Zaldy?’
Ia menebak, namun sedikit ragu karena ia merasa sangat
kenal dengan pemuda itu yang akan lebih memilih membawa motor ketimbang mobil
mewah. Ia mengabaikan rasa penasarannya dan berjalan ke arah pintu
“biar saya saja mbak” sela nyonya Jasmine saat
assisten rumah tangganya berniat membukakan pintu. Pintu terbuka tapi belum ada
yang keluar dari mobil dan mesin mobilpun masih menyala. Beberapa saat menunggu
dengan rasa penasaran, akhirnya nyonya Jasmine semakin mengembangkan senyumnya
tatkala wajah putri tunggalnya terlihat keluar dari dalam mobil
“Mamaaaaaa”
Kemajaan Tata yang tidak melihat sikon kembali kambuh,
ia tidak perduli dengan keberadaan Hendra disana. Tidak ada alasan baginya
untuk tidak menjadi dirinya sendiri di hadapan siapapun. Ia berjalan dengan
langkah setengah berlari kearah sang Mama dan kemudian bergelayut manja sembari
mencium kedua pipi sang mama, sementara Hendra mengikuti dari belakang dengan
senyumnya. Hendra menundukkan kepalanya hormat, ia memasang senyum manis yang
ia miliki semakin menyempurnakan penampilannya yang sporty.
“Eh iya Ma, kenalin ini temen Tata, Hendra”
Hendra mengulurkan tangannya memberikan salam pada
mamanya Tata
“Mahendra, tante” Hendra memperkenalkan diri penuh hormat,
nyonya Jasmine tersenyum ramah
“Ayo silahkan masuk nak Hendra, jangan sungkan”
“Masuk Hend, santai aja disini. Nggak usah tegang,
ortu gue demokratis kok…. Hehe” Tata menimpali dengan santai dan mempersilahkan
Hendra untuk memasuki ruang tamu, Hendra sedikit canggung. Ini baru pertama
kalinya ia memasuki rumah Tata, ia bingung harus bersikap seperti apa di rumah
itu. Rasa kikuk tidak pernah terbayangkan sebelumnya saat ia begitu bersemangat
menerima ajakan Tata untuk main ke rumah. Hendra melupakan status Tata yang
merupakan anak tunggal, artinya Hendra tidak akan menemukan teman ngobrol yang
lain selain Tata seandainya orang tua Tata khususnya Papa Tata berpenampilan
horror layaknya seorang Bapak yang memiliki anak gadis.
“gue tinggal sebentar ya Hend….. bau keringat, nggak
enak”
Tata meninggalkan Hendra dengan kecanggungannya di
ruang tamu bermaksud untuk membersihkan diri. Lamat lamat Hendra menangkap
suara pria tengah berbincang, degup jantungnya semakin cepat, ia grogi.
“Wah gimana ini, kudapannya cuma ini. Hayo dicicipi
nak Hendra mumpung masih anget. Ini hasil karya tante sendiri loh”
“Iya Tante, terima kasih. Ini sudah banyak Tante”
Hendra mencoba bersikap santai saat nyonya Jasmine membawa sepiring Risoles dan
buah serta teh hangat di atas nampan.
“Kebetulan Om dan Tante lagi di rumah jadinya ada
makanan… oh iya, makasih ya udah anterin Tata”
“Ah iya, tante. Nggak apa apa, Hendra senang kok Tan
bisa bantuin Tata”
“ya begitulah Tata, dia paling malas kalau harus setir
sendiri. Naik taksi, dia udah parno duluan. Jadinya punya hobby repotin gitu”
“Nggak kok Tan, Hendra nggak merasa di repotkan”
Ditemani mama Tata yang ramah, Hendra sedikit rileks.
Obrolan mengalir begitu saja, mulai dari obrolan tentang Tata sampai asal usul
Hendra sudah dilewatkan tanpa rasa kikuk. Mama Tata yang santai membuat Hendra
merasa sedang ngobrol dengan temannya, tidak heran kalau Tata memiliki
kepribadian supel dan gampang bergaul. Jelas terlihat itu ada dalam diri sang
mama. Beberapa menit berselang, suara dua pria yang tengah mengobrol dengan
sesekali diselingi tawa masih terdengar, lamat lamat suara Tata kembali
terdengar. Sedikit gaduh, sepertinya Tata sedang memaksa seseorang untuk
menuruti kemauannya. Nyonya Jasmine tersenyum, ia menganggukkan kepalanya
menatap Hendra seakan menegaskan jika itulah putrinya. Manja dan keras kepala
tidak terkalahkan. Hendra mengerti
“Buruan…. Ayooo Al, kan lo juga kenal sama dia” suara
Tata merengek
“Gue nggak kenal kok, ogah Ta…. Gue ngantuk”
“Nggak ada, pokoknya harus turun….. buruan Al. ah ini
badan gede doang tapi ga bertenaga”
“Lagian lo ada ada aja sih Ta, demen banget bikin
orang repot”
Suara adu mulut it uterus terdengar, nyonya Jasmine
dan Hendra tersenyum mendengarkan dengan seksama
“Itu Tata kalau sama Al ya seperti itu… selalu ribut.
Nak Hendra kenal kan sama Zaldy” nyonya Jasmine mengalihkan perhatian Hendra
dari kegaduhan kecil yang Tata lakukan
“Nggak Tante, tapi Hendra tau si Al”
“Oh, bukan teman kampusnya Tata? Tante kirain nak
Hendra satu kampus dengan Tata”
“Bukan Tante, kami beda kampus”
Senyum nyonya Jasmine kini sedikit beda, senyum khas
seorang ibu yang menangkap sinyal dari putrinya. Hendra tidak bisa mengartikan
senyum itu
“Tata… kenapa sih selalu ribut gitu”
Kini suara yang sedari tadi terdengar oleh kuping
Hendra tengah berbincang semakin jelas. Seorang pria berusia sekitar 50 an
dengan wajah yang ganteng dan hidung mancungnya muncul dari ruang keluarga
“Oh ada tamu toh Ma” pria itu mendekat ke arah Hendra
dan mengulurkan tangannya, Hendra bangun dari tempatnya memberikan salam.
“Temennya Tata?”
Hendra mengangguk, pria yang tidak lain adalah Papanya
Tata itu sangat ramah mempersilahkan Hendra.
“Al sudah turun sini, Tata juga sudah sini turun
jangan kayak anak kecil” pria itu memanggil Tata dan Zaldy setengah memerintah
“Itu kenapa sih Ma?”
“Halah biasa Pa, si Tata kalau Al tidur di kamarnya
pasti ribut gitu”
Nyonya Jasmine memberikan penjelasan pada suaminya
perihal kegaduhan yang terjadi di lantai dua rumahnya
“sebentar ya, ini kalau Om nggak naik pasti nggak akan
selesai” papa Tata bangkit dari duduknya kemudian disusul oleh istrinya. Tak
beberapa lama Tata dan Al sudah nampak di ruang tamu
“Ah sebentar ya Hend… Al tolong temenin Hendra dulu
ya”
Tata urung menjatuhkan diri di sofa, ia bergegas masuk
kembali ke dalam rumah. Zaldy yang mendapatkan operan bola dadakan tidak
memiliki pilihan untuk bertahan di ruang tamu menemani Hendra. Perbincangan
keduanya mengalir, Hendra yang sudah memiliki rasa penasaran pada status
hubungan Tata denga Zaldy kini semakin dibuat penasaran. Meskipun demikian,
namun Hendra sedikitpun tidak menampakkannya dihadapan Zaldy. Mereka berdua
cukup rileks dalam perbincangan.
Memasuki dapur, Tata melihat pembantunya sedang sibuk
menyiapkan makanan. Dengan sedikit kecerewatannya ia memberikan instruksi. Dari
sudut ruang kelarga sepasang mata memandang Tata penuh makna. Tata yang
menyadari gerak geriknya diawasi mulai gerah, ia menatap balik ke arah yang
menjadi sumber ketidaknyamananya. Raka dengan tablet ditangannya berpura pura tidak
peduli.
“Ma, Mas Raka sama Al sudah lama disini”
Tanya Tata saat mamanya memasuki dapur
“Ya, lumayan… emang kenapa?”
“Nggak apa apa, cuma nanya doang”
“Tadi si Al datang duluan karena mama mintain untuk
ngantar belanja. Kalau Mas Raka bareng Papamu habis olah raga bareng”
“ooooooh” jawab Tata
“Lah anak Mama nggak pulang pulang sih. Lagian kan
udah biasa toh Ta mereka disini, kenapa kamu yang jadi aneh?”
“Aneh gimana sih, Tata nanya doang kok”
Tata kembali ke ruang Tamu untuk memanggil Hendra dan
juga Zaldy. Saat membawa Hendra ke ruang makan, Pak Darmawan keluar dari
kamarnya karena panggilan sang isteri. Pas dengan Adzan maghrib berkumandang,
Pak Darmawan mengkomando untuk segera bersiap menunaikan kewajiban secara berjamaah.
Acara makan di tertunda.
‘Perfect
Family, hangat dan sangat menyenangkan’ itulah yang Hendra pikirkan saat mereka berenam duduk
di depan meja makan siap dengan menu makan malam khas keluarga, sederhana namun
lengkap, hanya satu hal yang mengganggu pikirannya keberadaan Zaldy serta
seorang pria muda yang tak ia kenal bersama mereka. Siapa dan bagaimana
hubungannya dengan Tata, apakah Zaldy adalah bagian dari keluarganya dan siapa
pria muda yang kini duduk di sampingnya.
“Cobain ini Hend, ini khas bikinan Mama gue… uenak”
Tata menyodorkan satu sendok tumisan bunga papaya ke
arah Hendra. Dia sedikitpun tidak merasa risih melakukan itu di depan kedua
orang tuanya, justru Hendra yang sedikit salah tingkah karena malu.
“Uhuk”
Raka yang ada di hadapan Tata tersedak karena tidak
percaya Tata mampu melakukan itu di hadapan mereka tanpa malu malu.
“hati hati kali Mas kalau makan, nih minum dulu”
Masih dengan gaya cueknya Tata menyodorkan satu gelas
air putih pada Raka yang di terima dengan dingin oleh Raka. Masih belum
berhenti disana, Tata terus menjamu Hendra seperti menjamu tamu istimewa yang
itu sangat jarang ditemukan pada kelakuan Tata. Zaldy yang menghabiskan lebih
banyak waktu bersama gadis itu juga tidak lepas dari komentar yang membuat Pak
Darmawan dan nyonya Jasmine kaget.
“Amazing”
Sambil beranjak membawa piringnya Zaldy hanya
mengeluarkan satu kata dengan penuh penekanan. Seakan akan dia benar benar
tidak nyaman dengan apa yang Tata lakukan.
Lepas dari acara makan malam, Hendra yang merasa agak
kikuk dengan suasana yang sudah Tata rusak oleh sikapnya yang sedikit over
memutuskan untuk undur diri. Zaldy, Pak Darmawan dan Raka yang ada di teras
rumah mereka dengan agenda BBQ dadakan ramai bercanda, Hendra memutuskan untuk
tidak bergabung karena dia tidak ingin Tata kembali memperlakukannya dengan
perlakuan yang akan mempersulit dia untuk berintraksi disana.
“Lho…. Kok pulang, kita seru seruan dulu, ini mumpung
formasi lengkap. Disini dulu ya”
“Terima kasih Om, Hendra ada keperluan”
Sedikit berbasa basi berhasil melepaskan Hendra. Tata
memang benar benar Amazing, setelah perlakuannya di meja makan yang diluar
ekspektasi kini dia justru sangat cuek mengijinkan Hendra pulang dan terkesan ‘buruan pulang’ walau tidak terucap tapi
sikap dan senyum hambarnya mengatakan semuanya.
Malam semakin membawa tiga pria beda generasi itu
larut dalam canda tawa, dilengkapi oleh pelayanan nyonya Jasmine membuat acara
dadakan yang mereka ciptakan begitu menyenangkan. Menu minim hanya jagung dan
tiga ekor ikan mujaer, tapi gelak tawa tidak ada putusnya terdengar. Tata yang
juga ikut bergabung disana justru bersikap sangat aneh. Sepanjang waktu
wajahnya ditekuk lengkap dengan bibir tipis yang tergigit menahan kesal.
Entahlah gadis itu terus bersikap aneh, beberapa kali tertangkap oleh Zaldy
kalau ia melirik ke arah Raka dengan pandangan aneh. Memang lepas dari meja
makan terlihat Raka membisikkan sesuatu pada Tata, mungkin itu pemicunya. Satu
hal yang tidak pernah terlihat olehnya malam ini ia saksikan, seorang Violetta
berekspresi kesal yang benar benar kesal.
Dont Miss it :
Part 2 : PLAY GIRL JATUH CINTA : Cuek
Tidak ada komentar:
Posting Komentar