Jumat, 22 Juli 2016

PLAY GIRL JATUH CINTA : Amazing



PLAY GIRL JATUH CINTA
Part 3. Amazing

Dan lelahpun akhirnya membawa Tata pada kata menyerah, tanpa harus menunggu lokasi yang tepat gadis itu terlelap. Semilir angin sore itu cukup menyegarkan dan semakin membawa Tata jauh masuk ke alam tidurnya dalam situasi dan kondisi jauh dari kata layak (Pelor). Tidak seperti biasanya yang selalu menempel seperti badan dan bayangan dengan Zaldy, kali ini Tata seharian tak mencari cowok itu. Earphone yang menempel di telinganya dibiarkan tetap menyala sementara badannya yang kecil ia sandarkan pada post satpam kampusnya menunggu jemputan, tapi tubuh lelahnya tidak membiarkan matanya terus terjaga.
“Wooooiii... ngapain Lo masih disini?”
Satu senggolan ringan hampir menjatuhkan Tata dari posisinya, ia tergagap namun kemudian ia pun kembali memejamkan matanya ketika tahu siapa yang tengah berusaha mengacaukan alam mimpinya
“Lo nggak pulang?”
“Menurut Lo?”
Jawabnya masih dengan mata terpejam dan suara malasnya menyandarkan diri pada pundak sang pengganggu
“ngapain Lo disini, Nunggu si Al?”
“Enggak”
“terus?”
“gue ngantuk dan butuh tempat buat istirahat. Lo diem dulu ya”
“Gile aja Lo tidur di post satpam!, diparkiran kan bisa Ta... segitu ngantuknya ya Lo?”
“Ckckck cerewet amat si Lo, Ren. Kalau gue bawa mobil nggak bakal gue ada disini. Masih mending di post satpam bukannya di trotoar depan sono”
Renita nyengir menerima jitakan Tata yang akhirnya harus membuka mata karena pertanyaan yang terus keluar dari mulutnya begitupun dengan dua orang satpam yang ada di dalam post, mendengar dan melihat gurauan dua mahasiswa cantik itu mereka hanya senyum senyum, antara mengerti dan geli. Tata melihat layar ponselnya dan mematikan musik yang ia mainkan, menarik kabel earphone yang menamcap di telinganya kasar lalu ia mengedarkan pandangan ke sekitarnya
“Lo nunggu siapa si Ta? bareng gue aja yuk, mumpung Lo nggak bawa mobil, kita jalan jalan dulu bareng Salsa”
“Aneh!” jawabnya singkat sambil sibuk memasukkan earphone dalam saku tas ransel yang ia bawa.
“Hah? Kok aneh... ya kan memang biasanya kita jalan bareng”
“bukan itunya, ngajak jalan itu pas gue bawa mobil, enak nggak usah panas panasan”
Emang Lo hapal jalan? kagak asyik kalau harus ngajak Al.... aish apaan paling dia ntar bikin ribet”
Mendengar jawaban Renita, Tata hanya bisa menyeringai karena katidaksabarannya menghadapi lalu lintas ibu kota yang selalu membuatnya mencari jalan tikus dan membawanya berputar putar tak karuan karena kesasar. Sama halnya kini, kesabarannya untuk menahan kantuk disela menunggu jemputan membuatnya kembali menyandarkan kepalanya. Belum lagi sempat memasuki alam tidur dengan benar, tubuhnya diguncang guncangkan kembali oleh tangan Renita
“Ta.... Ta buka mata Lo”
“Haduuuh ada apaan lagi sih?” Tata tak bersemangat dan tetap tak menggubris
“Lo udah nggak penasaran sama anak Bang haji ya?”
“Huft... maksud lo apaan?”
“buka mata Lo kenapa sih, pelor amat!”
Renita sedikit berbisik dengan nada yang keras menepuk pundak Tata
“lagian apa hubungannya gue ngantuk sama anak pak haji itu!!”
Tata sedikit mendorong pundak Renita karena mulai kesal rasa kantuknya tak terobati, bibirnya mengerucut dan enggan menanggapi, tapi tangan Renita terus menarik kemeja Tata yang tengah berusaha mencari tempat bersandar yang nyaman untuk kepalanya sehingga membuat gadis itu mendengus kesal
“Haaaah ada apaan sih, udah ambil sendiri aja, info lo soal anak Bang Haji nggak akurat, cari info lagi sana”
“aduuuuh nih anak, noh noh noh buka mata lo cepetaaaan keburu dia nyebrang”
Tata masih tidak bersemangat menanggapi kehebohan Renita, ia tahu itu hanya akal akalan Renita untuk memaksanya terjaga, ia tahu dengan pasti Renita tidak akan seheboh itu jika obyek yang mereka bicarakan ada di depan mata. Cewek dengan gengsi yang tinggi itu tidak akan rela imagenya hancur berantakan hanya karena targetnya ada dalam jangkauan dan ia justru akan memasang harga yang tinggi untuk menaikkan standar nilai yang ia miliki
“ckckckckckck Ta, gue pinjam raga Lo bentar bisa ga ya”
Suara yang berbeda membuat Tata seketika membuka matanya, bukan karena penasaran pada sumber kehebohan yang terus Renita sebut sebagai anak pak haji melainkan pada suara Renita yang tiba tiba berubah di telinganya, Salsa yang kini sudah bergabung dengan kedua sahabatnya itu memegang pundak Tata dengan pandangan jauh ke seberang jalan. Tata mendengus sedikit kesal dengan pemandangan yang sama sekali nggak asyik baginya, dia tahu hal yang membuat kedua sahabatnya bisa bersikap aneh tidak akan jauh dari cowok asing nan cakep ala model atau eksekutif muda keren nan menggoda iman yang layak dijadikan target.
“Aish… God susah bener hidup nyaman di dunia ini”
gerutu Tata sembari membenarkan posisinya dan dnegan santai menengok ke arah yang di maksudkan oleh dua wanita muda yang kini hanya bisa membelalakkan matanya sambil terus memasang senyum terbaik yang mereka miliki ke arah seberang jalan. Seorang cowok dengan perawakan tegap berkulit putih dan rambut legamnya setengah ikal ada di hadapan mereka. Cowok dengan setelan jeans dan kaos oblong ketat berwarna putih lengkap dengan kaca mata hitamnya tengah sibuk menyeberangi jalan, senyum mengembang diwajah gantengnya. Lambaian tangan cowok itu seakan mengarah pada mereka sontak membuat Renita dan Salsa melongo tak percaya, keduanya celingukan ingin meyakinkan diri bahwasannya ke GR an yang mereka rasakan tidaklah salah. Tata yang masih dengan santainya merapikan tas yang ia bawa tersenyum dengan menggigit bibirnya, Salsa mengernyitkan dahi menangkap wajah aneh Tata yang membelakangi mereka
“Ta, lo nggak lagi main kucing kucingan sama kita kan?”
“hmm?”
“Jangan pura pura bego, jangan bilang itu cowok yang akan jemput lo!” Renita menimpali dengan nada penuh kecurigaan
“tunggu tunggu tunggu…. Bukannya Lo lagi penasaran sama anak bang Haji ya?...... terus cowok itu siapa?”
Salsa yang masih belum bisa menangkap maksud kecurigaan Renita dengan polos menyela
“Cowok baru Lo???”
Belum lagi pertanyaan pertanyaan itu terjawab oleh Tata, cowok yang menjadi sumber kegaduhan wanita muda itu datang menghampiri ketiganya
“Hai, sorry agak telat”
Suara dengan timbre sedikit berat menyapa, ia melepaskan kaca mata hitam yang ia kenakan dengan menebar senyum ramah. Salsa dan Renita terdiam tidak berhenti mengembangkan senyum sambil tangan keduanya menarik narik lengan baju yang Tata kenakan
“haduuuuh…. Kalian kenapa sih? Kenalin ini Hendra”
Hendra melemparkan senyum pada Salsa dan Renita, ia menyodorkan tangannya tanpa kecanggungan sedikitpun. Tanpa melewatkan kesempatan yang ada Renita dan Salsa menyambut uluran tangan itu penuh antusias dan sedikit melupakan Tata yang kini sedikit kesal dengan ulah norak kedua sahabatnya
“Gimana, mau nebeng sama kita, atau kalian mau jalan sendiri?”
Suara Tata membuyarkan imajinasi kedua sahabatnya yang meleleh melihat wajah ganteng bak model yang kini tepat berada dihadapan mereka (lebay)
“tapi tidak ada acara ngeMall ya…” Tata kembali menegaskan
Renita mendengus kesal, belum lagi terjawab rasa penasarannya akan sosok Hendra yang ada dibenaknya, tapi Tata seakan menjauhkan kemungkinan baginya untuk sedikit mengorek informasi tentang cowok yang tiba tiba menjemput Tata itu. Perawakan dan penampilan mulus membuat Renita masih berfikir cowok itu adalah model. Entahlah
---
Kling satu pesan masuk dalam ponsel Hendra, ia menghentikan langkahnya sejenak. Jam yang melingkar di tangan sudah menunjukkan pukul dua siang.
‘Violetta?’ ia masih tidak percaya dengan apa yang ia baca, selama kurang lebih dua bulan ia memburu gadis itu dan kini secara tiba tiba Violetta menghubunginya.
‘Sibuk nggak? kalau nggak ada kegiatan, bisa jemput gue di kampus?’
‘benarkan ini nomornya Mahendra?, ini Tata’
Satu nafas panjang ia hembuskan cepat, ia masih tidak pernah menyangka akhirnya Tata akan menghubunginya. Sekali lagi ia melirik jam di tangan dan menggelengkan kepalanya.
‘sekarang?’
‘ya, gue tunggu ya’
okay, tapi mungkin sedikit terlambat, gue masih di Gym nih
‘Okay, not problem’
Mengurungkan niat untuk melakukan treadmill, ia memutar langkahnya menuju parkiran mobil. Dengan langkah yang sedikit lebar ia sangat bersemangat menuju lokasi dimana Tata berada. Menembus kemacetan, Hendra terus melaju. Rasa kepercayaan dirinya membuncah.
Sampai di depan area kampus, dia menepikan mobilnya. Dari kejauhan ia sudah menangkap keberadaan Tata, gadis itu tengah bersama dua orang teman kampusnya. Sejenak ia terdiam, tangannya memutar mutar ponsel, berniat untuk menelpon Tata tapi ia ragu. Tiba tiba ia teringat pada Zaldy. Walaupun dia tidak mengenal Zaldy secara pribadi, tapi nama itu sudah tidak asing baginya dan dia sangat hafal dengan segala hal yang ada disekitar Tata begitupun dengan Zaldy yang tak ubahnya bagaikan bayangan Tata.
‘seandainya Zaldy ada, Tata nggak mungkin menghubungi gue. Tenang Dra, kesabaran lo menuai hasil. Siapapun Zaldy bagi Tata kini lo yang lebih diinginkan oleh Tata’ Hendra sedikit berusaha menenangkan dirinya. Zaldy tidak terlihat sedikitpun bahkan bayangannya pun tak tertangkap oleh bias sinar mentari siang ini. Mesin dimatikan, tangan Hendra mengambil kaca mata reyban yang ia simpan dalam dashboard, membenarkan tatanan rambutnya lalu melepaskan Seat Belt siap menjemput impiannya. Cuaca masih sangat terang bahkan terasa panas menyengat kulit, lalu lalang lalu lintas sedikit padat di kawasan itu, ia melambaikan tangannya ke arah Tata, tapi sepertinya Tata tidak menyadari lambaian tangannya. Ia terus mendekati gadis itu, sedikit cuek dan membuatnya meragu tapi senyum dari bibir Tata yang sempat ia tangkap membuatnya yakin melangkah mendekat
“Hai, sorry agak telat” sapanya sesantai mungkin menjaga wibawa sambil melepaskan kaca matanya, Anggukan kecil Tata membuat senyumnya menyungging, tapi…..
‘My God… apakah Tata akan membawa dua makhluk ini bersama kami’ dalam senyumnya Hendra sedikit kecewa dengan apa yang ia lihat. Dua orang gadis yang bersama Tata hampir tak berkedip menatap kearahnya dengan tangan keduanya yang terus menarik narik lengan baju Tata
“haduuuuh…. Kalian kenapa sih? Kenalin ini Hendra”
Dengan sedikit kesal Tata yang selesai membereskan ranselnya memperkenalkan Hendra pada sahabatnya, Hendra membatin lirih dalam senyum dan uluran tangannya ramah
‘Jangan kau buat urusan yang belum jelas ini semakin ruwet oleh mereka Ta’
Sedikit kaget oleh sahutan tangan kedua gadis itu Hendra mencoba tenang, dalam hatinya ia berkata bahwa ini adalah tantangan yang harus ia hadapi untuk benar benar bisa memenangkan hati Tata
 “Gimana, mau nebeng sama kita, atau kalian mau jalan sendiri?”
Jedeeer suara Tata membuat Hendra menelan ludah, ia tak percaya kalau untuk pertama kalinya diberikan kesempatan justru ia harus menjadi supir taksi pribadi bagi Tata dan kawan kawannya, sedetik ia memutar matanya melirik Tata dan kembali tersenyum pada dua gadis itu berharap mereka bisa memahami kemauan hati Hendra
 “tapi tidak ada acara ngeMall ya…” dengan penuh penekanan Tata kembali bersuara dan kini Hendra harus terima nasib mengulum senyumnya yang kecut, harapannya untuk bisa mengajak Tata jalan sebelum mengantarnya pulang akan lenyap, padahal dalam perjalanan ia sudah mengatur beberapa strategi agar bisa membawa Tata sekedar jalan jalan ke toko buku atau toko kaset demi bisa sedikit berlama lama dengan gadis itu. Ekspresi wajah yang sedikit lemas dari salah satu teman Tata serta isyarat tangan bahwa mereka mengijinkan dirinya dan Tata untuk pergi berdua sedikit membuatnya lega. Tawa Tata dengan lambaian tangan pada sahabatnya dan gandengan di lengannya sedikit membuat dia bernafas lega.
“Kemana kita sekarang?”
Tanya Hendra saat keduanya sudah memasuki mobil, Tata menatap tegas padanya tanpa jawaban
“Okay, kita pulang”
“huum”
jawaban Tata benar benar diluar dugaan, gadis itu mengiyakan tanpa sedikitpun merasa berdosa telah menyita waktunya hanya untuk mengantarkannya pulang tak ubahnya sopir taksi bayaran yang siap melayani. Mobil dijalankan, sekilas Hendra melirik ke arah Tata, gadis itu menguap. Beberapa menit mobil melaju, Hendra semakin gigit jari. Tata benar benar terlelap tak sadarkan diri. Lepas dari salemba, Hendra bimbang. Haruskah ia terus melaju memasuki kawasan perumahan Tata ataukah dia harus egois memaksakan keinginannya. Ia biarkan Tata terlelap, ia terus berfikir dengan apa yang akan ia putuskan, ia tak ingin peluang yang Tata berikan akan lenyap seketika oleh keputusan bodohnya. Sebenarnya tidak membutuhkan waktu yang lama untuk sampai ke kawasan perumahan Tata dari kampusnya hanya saja kemacetan membuat sedikit lebih lama dari seharusnya. Hendra semestinya bersyukur dengan kemacetan yang membuatnya bisa menikmati waktu lebih lama bersama Tata seandainya gadis itu terjaga. Melewati perempatan Hendra menepi, ia kini pasrah pada apapun yang akan Tata inginkan saat ia terjaga, seandainya harus bernasib seperti sopir taksi yang hanya menjemput dan mengantar sampai tujuan, iapun ikhlas. Beberapa meter lagi sebenarnya ia bisa membawa Tata sekedar menikmati suasana sore hari di Taman Menteng, tapi dia lebih memilih untuk mengamankan diri terlebih dahulu untuk saat ini, ia harus bermain cantik.
“Hmmm… sampai dimana kita, Hend?”
Sambil mengucek matanya dan sedikit menguap Tata bersuara, Hendra yang membungkukkan diri diatas kemudi segera mengangkat wajah, ia tersenyum.
“Menteng”
Jawabnya singkat
“Oh udah sampai ya……
Terus kenapa masih disini, jangan bilang lo lupa alamat rumah gue” Tata yang menyadari keberdaannya kini menatap Hendra
“Kita makan dulu yuk”
Ajak Hendra tanpa basa basi lagi, Tata melihat jam tangannya. Hampir jam lima sore. Ia tersenyum pada Hendra
“kenapa nggak makan dirumah gue aja, jam segini harusnya Mama sama Papa udah ada di rumah”
“Apa??”
Hendra tak percaya dengan apa yang ia dengarkan, Tata mengajaknya untuk makan bersama dengan keluarganya. Ia menyipitkan matanya, sekedar meminta Tata memberikan penjelasan yang detil
“Jarak ke rumah gue udah tinggal sejengkal, kan lebih baik makan disana dari pada buang uang”
“otak Lo tetep ya Ta, ekonomis”
“hahhahahhahaa bilang aja kalau lo mau sebut gue peritungan atau pelit sekalian”
“Nggak lah Ta…”
“hayooooo buruan, nanti kan enak bisa istirahat juga di rumah, ngobrol sama Papa….. kalau ada sih, hehehehe”
Tata cekikikan sendiri karena tidak yakin Papanya sudah ada di rumah, tapi Hendra yang semula sedikit lemas kini mulai bersemangat. Dia tidak lagi menasa ke GR an akan ajakan Tata, tatapan mata Tata sangat jelas jika dia tulus dan itu ia tangkap sebagai sinyal bagus buat hubungan mereka nantinya.
­---
Gelak tawa terdengar begitu ceria sore itu di kediaman Darmawan. Ini adalah pemandangan langkah. Rumah yang nyaris tak berpenghuni itu kini sedikit menemukan nyawanya. Tuan dan Nyonya rumah lengkap berada di kediaman mereka. Sehari harinya rumah mewah itu selalu sepi penghuni, hanya di jam jam tertentu terlihat kehidupan disana. Tuan rumah yang sangat sibuk dengan pengelolahan bisnisnya tak jarang membawa serta istri tercinta ke luar kota sekedar untuk menemani tatkala pekerjaan menuntutnya untuk meninggalkan ibu kota sementara putri semata wayang mereka lebih betah berada di luar rumah dan menghabiskan waktu di rumah keluarga Arifin.
Wajah Pak Darmawan sedikit tegang memandangi pion yang ada diatas meja, ia memegangi dagunya sembari berfikir untuk mengalahkan musuh. Keasyikan bermain catur sore itu begitu lengkap saat nyonya Jasmine membawa teh hangat lengkap dengan kudapannya bergabung dengan suaminya di teras samping rumah menghadap kolam renang.
kreeeet suara pagar di dorong oleh satpam, nyonya Jasmine beranjak dari duduknya. Ia melangkahkan kaki menuju ruang tamu sekedar ingin tahu siapa gerangan yang memasuki pelatara rumahnya
‘hari ini Tata tidak membawa mobilnya, lalu siapa yang datang ya’ nyonya Jasmine berpikir dalam langkah kakinya mendekati pintu utama. Ia menyibakkan horden berwarna blue sky yang melapisi kaca rumah, tampak olehnya sebuah mobil sport hitam memasuki pelataran.
‘Zaldy?’
Ia menebak, namun sedikit ragu karena ia merasa sangat kenal dengan pemuda itu yang akan lebih memilih membawa motor ketimbang mobil mewah. Ia mengabaikan rasa penasarannya dan berjalan ke arah pintu
“biar saya saja mbak” sela nyonya Jasmine saat assisten rumah tangganya berniat membukakan pintu. Pintu terbuka tapi belum ada yang keluar dari mobil dan mesin mobilpun masih menyala. Beberapa saat menunggu dengan rasa penasaran, akhirnya nyonya Jasmine semakin mengembangkan senyumnya tatkala wajah putri tunggalnya terlihat keluar dari dalam mobil
“Mamaaaaaa”
Kemajaan Tata yang tidak melihat sikon kembali kambuh, ia tidak perduli dengan keberadaan Hendra disana. Tidak ada alasan baginya untuk tidak menjadi dirinya sendiri di hadapan siapapun. Ia berjalan dengan langkah setengah berlari kearah sang Mama dan kemudian bergelayut manja sembari mencium kedua pipi sang mama, sementara Hendra mengikuti dari belakang dengan senyumnya. Hendra menundukkan kepalanya hormat, ia memasang senyum manis yang ia miliki semakin menyempurnakan penampilannya yang sporty.
“Eh iya Ma, kenalin ini temen Tata, Hendra”
Hendra mengulurkan tangannya memberikan salam pada mamanya Tata
“Mahendra, tante” Hendra memperkenalkan diri penuh hormat, nyonya Jasmine tersenyum ramah
“Ayo silahkan masuk nak Hendra, jangan sungkan”
“Masuk Hend, santai aja disini. Nggak usah tegang, ortu gue demokratis kok…. Hehe” Tata menimpali dengan santai dan mempersilahkan Hendra untuk memasuki ruang tamu, Hendra sedikit canggung. Ini baru pertama kalinya ia memasuki rumah Tata, ia bingung harus bersikap seperti apa di rumah itu. Rasa kikuk tidak pernah terbayangkan sebelumnya saat ia begitu bersemangat menerima ajakan Tata untuk main ke rumah. Hendra melupakan status Tata yang merupakan anak tunggal, artinya Hendra tidak akan menemukan teman ngobrol yang lain selain Tata seandainya orang tua Tata khususnya Papa Tata berpenampilan horror layaknya seorang Bapak yang memiliki anak gadis.
“gue tinggal sebentar ya Hend….. bau keringat, nggak enak”
Tata meninggalkan Hendra dengan kecanggungannya di ruang tamu bermaksud untuk membersihkan diri. Lamat lamat Hendra menangkap suara pria tengah berbincang, degup jantungnya semakin cepat, ia grogi.
“Wah gimana ini, kudapannya cuma ini. Hayo dicicipi nak Hendra mumpung masih anget. Ini hasil karya tante sendiri loh”
“Iya Tante, terima kasih. Ini sudah banyak Tante” Hendra mencoba bersikap santai saat nyonya Jasmine membawa sepiring Risoles dan buah serta teh hangat di atas nampan.
“Kebetulan Om dan Tante lagi di rumah jadinya ada makanan… oh iya, makasih ya udah anterin Tata”
“Ah iya, tante. Nggak apa apa, Hendra senang kok Tan bisa bantuin Tata”
“ya begitulah Tata, dia paling malas kalau harus setir sendiri. Naik taksi, dia udah parno duluan. Jadinya punya hobby repotin gitu”
“Nggak kok Tan, Hendra nggak merasa di repotkan”
Ditemani mama Tata yang ramah, Hendra sedikit rileks. Obrolan mengalir begitu saja, mulai dari obrolan tentang Tata sampai asal usul Hendra sudah dilewatkan tanpa rasa kikuk. Mama Tata yang santai membuat Hendra merasa sedang ngobrol dengan temannya, tidak heran kalau Tata memiliki kepribadian supel dan gampang bergaul. Jelas terlihat itu ada dalam diri sang mama. Beberapa menit berselang, suara dua pria yang tengah mengobrol dengan sesekali diselingi tawa masih terdengar, lamat lamat suara Tata kembali terdengar. Sedikit gaduh, sepertinya Tata sedang memaksa seseorang untuk menuruti kemauannya. Nyonya Jasmine tersenyum, ia menganggukkan kepalanya menatap Hendra seakan menegaskan jika itulah putrinya. Manja dan keras kepala tidak terkalahkan. Hendra mengerti
“Buruan…. Ayooo Al, kan lo juga kenal sama dia” suara Tata merengek
“Gue nggak kenal kok, ogah Ta…. Gue ngantuk”
“Nggak ada, pokoknya harus turun….. buruan Al. ah ini badan gede doang tapi ga bertenaga”
“Lagian lo ada ada aja sih Ta, demen banget bikin orang repot”
Suara adu mulut it uterus terdengar, nyonya Jasmine dan Hendra tersenyum mendengarkan dengan seksama
“Itu Tata kalau sama Al ya seperti itu… selalu ribut. Nak Hendra kenal kan sama Zaldy” nyonya Jasmine mengalihkan perhatian Hendra dari kegaduhan kecil yang Tata lakukan
“Nggak Tante, tapi Hendra tau si Al”
“Oh, bukan teman kampusnya Tata? Tante kirain nak Hendra satu kampus dengan Tata”
“Bukan Tante, kami beda kampus”
Senyum nyonya Jasmine kini sedikit beda, senyum khas seorang ibu yang menangkap sinyal dari putrinya. Hendra tidak bisa mengartikan senyum itu
“Tata… kenapa sih selalu ribut gitu”
Kini suara yang sedari tadi terdengar oleh kuping Hendra tengah berbincang semakin jelas. Seorang pria berusia sekitar 50 an dengan wajah yang ganteng dan hidung mancungnya muncul dari ruang keluarga
“Oh ada tamu toh Ma” pria itu mendekat ke arah Hendra dan mengulurkan tangannya, Hendra bangun dari tempatnya memberikan salam.
“Temennya Tata?”
Hendra mengangguk, pria yang tidak lain adalah Papanya Tata itu sangat ramah mempersilahkan Hendra.
“Al sudah turun sini, Tata juga sudah sini turun jangan kayak anak kecil” pria itu memanggil Tata dan Zaldy setengah memerintah
“Itu kenapa sih Ma?”
“Halah biasa Pa, si Tata kalau Al tidur di kamarnya pasti ribut gitu”
Nyonya Jasmine memberikan penjelasan pada suaminya perihal kegaduhan yang terjadi di lantai dua rumahnya
“sebentar ya, ini kalau Om nggak naik pasti nggak akan selesai” papa Tata bangkit dari duduknya kemudian disusul oleh istrinya. Tak beberapa lama Tata dan Al sudah nampak di ruang tamu
“Ah sebentar ya Hend… Al tolong temenin Hendra dulu ya”
Tata urung menjatuhkan diri di sofa, ia bergegas masuk kembali ke dalam rumah. Zaldy yang mendapatkan operan bola dadakan tidak memiliki pilihan untuk bertahan di ruang tamu menemani Hendra. Perbincangan keduanya mengalir, Hendra yang sudah memiliki rasa penasaran pada status hubungan Tata denga Zaldy kini semakin dibuat penasaran. Meskipun demikian, namun Hendra sedikitpun tidak menampakkannya dihadapan Zaldy. Mereka berdua cukup rileks dalam perbincangan.
Memasuki dapur, Tata melihat pembantunya sedang sibuk menyiapkan makanan. Dengan sedikit kecerewatannya ia memberikan instruksi. Dari sudut ruang kelarga sepasang mata memandang Tata penuh makna. Tata yang menyadari gerak geriknya diawasi mulai gerah, ia menatap balik ke arah yang menjadi sumber ketidaknyamananya. Raka dengan tablet ditangannya berpura pura tidak peduli.
“Ma, Mas Raka sama Al sudah lama disini”
Tanya Tata saat mamanya memasuki dapur
“Ya, lumayan… emang kenapa?”
“Nggak apa apa, cuma nanya doang”
“Tadi si Al datang duluan karena mama mintain untuk ngantar belanja. Kalau Mas Raka bareng Papamu habis olah raga bareng”
“ooooooh” jawab Tata
“Lah anak Mama nggak pulang pulang sih. Lagian kan udah biasa toh Ta mereka disini, kenapa kamu yang jadi aneh?”
“Aneh gimana sih, Tata nanya doang kok”
Tata kembali ke ruang Tamu untuk memanggil Hendra dan juga Zaldy. Saat membawa Hendra ke ruang makan, Pak Darmawan keluar dari kamarnya karena panggilan sang isteri. Pas dengan Adzan maghrib berkumandang, Pak Darmawan mengkomando untuk segera bersiap menunaikan kewajiban secara berjamaah. Acara makan di tertunda.
‘Perfect Family, hangat dan sangat menyenangkan’ itulah yang Hendra pikirkan saat mereka berenam duduk di depan meja makan siap dengan menu makan malam khas keluarga, sederhana namun lengkap, hanya satu hal yang mengganggu pikirannya keberadaan Zaldy serta seorang pria muda yang tak ia kenal bersama mereka. Siapa dan bagaimana hubungannya dengan Tata, apakah Zaldy adalah bagian dari keluarganya dan siapa pria muda yang kini duduk di sampingnya.
“Cobain ini Hend, ini khas bikinan Mama gue… uenak”
Tata menyodorkan satu sendok tumisan bunga papaya ke arah Hendra. Dia sedikitpun tidak merasa risih melakukan itu di depan kedua orang tuanya, justru Hendra yang sedikit salah tingkah karena malu.
“Uhuk”
Raka yang ada di hadapan Tata tersedak karena tidak percaya Tata mampu melakukan itu di hadapan mereka tanpa malu malu.
“hati hati kali Mas kalau makan, nih minum dulu”
Masih dengan gaya cueknya Tata menyodorkan satu gelas air putih pada Raka yang di terima dengan dingin oleh Raka. Masih belum berhenti disana, Tata terus menjamu Hendra seperti menjamu tamu istimewa yang itu sangat jarang ditemukan pada kelakuan Tata. Zaldy yang menghabiskan lebih banyak waktu bersama gadis itu juga tidak lepas dari komentar yang membuat Pak Darmawan dan nyonya Jasmine kaget.
“Amazing”
Sambil beranjak membawa piringnya Zaldy hanya mengeluarkan satu kata dengan penuh penekanan. Seakan akan dia benar benar tidak nyaman dengan apa yang Tata lakukan.
Lepas dari acara makan malam, Hendra yang merasa agak kikuk dengan suasana yang sudah Tata rusak oleh sikapnya yang sedikit over memutuskan untuk undur diri. Zaldy, Pak Darmawan dan Raka yang ada di teras rumah mereka dengan agenda BBQ dadakan ramai bercanda, Hendra memutuskan untuk tidak bergabung karena dia tidak ingin Tata kembali memperlakukannya dengan perlakuan yang akan mempersulit dia untuk berintraksi disana.
“Lho…. Kok pulang, kita seru seruan dulu, ini mumpung formasi lengkap. Disini dulu ya”
“Terima kasih Om, Hendra ada keperluan”
Sedikit berbasa basi berhasil melepaskan Hendra. Tata memang benar benar Amazing, setelah perlakuannya di meja makan yang diluar ekspektasi kini dia justru sangat cuek mengijinkan Hendra pulang dan terkesan ‘buruan pulang’ walau tidak terucap tapi sikap dan senyum hambarnya mengatakan semuanya.

Malam semakin membawa tiga pria beda generasi itu larut dalam canda tawa, dilengkapi oleh pelayanan nyonya Jasmine membuat acara dadakan yang mereka ciptakan begitu menyenangkan. Menu minim hanya jagung dan tiga ekor ikan mujaer, tapi gelak tawa tidak ada putusnya terdengar. Tata yang juga ikut bergabung disana justru bersikap sangat aneh. Sepanjang waktu wajahnya ditekuk lengkap dengan bibir tipis yang tergigit menahan kesal. Entahlah gadis itu terus bersikap aneh, beberapa kali tertangkap oleh Zaldy kalau ia melirik ke arah Raka dengan pandangan aneh. Memang lepas dari meja makan terlihat Raka membisikkan sesuatu pada Tata, mungkin itu pemicunya. Satu hal yang tidak pernah terlihat olehnya malam ini ia saksikan, seorang Violetta berekspresi kesal yang benar benar kesal.

 Dont Miss it :
Part 2 : PLAY GIRL JATUH CINTA : Cuek

Tidak ada komentar:

Posting Komentar