Jumat, 01 Juli 2016

PLAY GIRL JATUH CINTA : INNOCENT



PLAY GIRL JATUH CINTA

Part 1 : Innocent

Plak plak plak... derap kaki Tata berantakan, entah apa yang mengejar gadis itu. Tidak seperti biasanya dia terburu buru. Gadis tomboy yang selalu Easy Going itu seakan tengah mengejar sesuatu yang sangat penting. Sesampai di pelataran Perpustakaan langkah Tata sempat terhenti, dia mengedarakan pandangan ke sekitar, dia ingin memastikan kemana ia harus melangkahkan kakinya untuk menemukan yang ia cari. Lima detik ia terdiam, akhirnya ia kembali melangkahkan kakinya dengan pasti menuju satu titik. Satu gerombolan pria muda yang tengah bersedau gurau ia dekati tanpa ada keraguan.
Plok kunci mobil dengan gantungan kepala Hello Kitty ia jatuhkan tepat diatas tas salah satu cowok yang ada disana. Satu satunya sisi feminisme yang Tata miliki hanya terlihat dari Hello Kitty yang menggantung di kunci mobilnya. Diam sesaat, semua mata tertuju pada Tata yang masih berdiri di dekat mereka. Seorang cowok mendongakkan kepalanya dengan nafas berat seakan ia tahu bahwa itu adalah perintah yang tidak dapat ia hindari.
“Apaan Ta?”
Serunya kemudian dengan muka lesu
“Ayo buruan!” setengah memaksa Tata menggapai tangan cowok itu untuk segera berdiri. Suara cekikikan dari yang lainnya mengganggu pendengaran Tata. Gadis itu sedikit menekuk mukanya dan memicingkan memasang wajah sinis khas pengambekan menatap cowok cowok itu.
“Udah sana antar aja kenapa sih, Al. Pak Pir dilarang protes”
celetuk salah satu diantaranya
Tata tidak bersuara, dia hanya menatap Zaldy dengan pandangan tajam. Ia tak ingin di bantah dan juga tidak ingin beradu argumen di depan umum. Zaldy mengangkat rangselnya lemas, pipinya mengembung menahan nafas dan rasa kesalnya. Tak mungkin bagi dirinya menolak permintaan Tata.
“TA ya Bro...”
Zaldy menepuk pundak temannya memberikan pesan untuk absensinya melewatkan perkuliahan karena paksaan Tata.
“Okaaay, beres. Yang penting kopinya ya”
Jawab temennya dengan bercanda, Zaldy hanya bisa nyengir dan melambaikan tangannya
“Ta, lain kali kalau mau ngajak kemana-mana bilang dulu kek. Jangan main paksa aja”
Zaldy sedikit memprotes Tata saat mereka sudah ada di dalam mobil. Tata cuek tak mengindahkan apa yang dibicarakan Zaldy, gadis itu sibuk dengan ponselnya. Sesekali dia berdecak kesal kemudian mengetik pesan yang entah ia kirimkan pada siapa. Zaldy hanya memperhatikan dengan muka kecutnya karena dicuekin.
“Airport ya...”
“What??”
Zaldy spontan menginjak rem dan menatap Tata tak percaya. Gadis itu sungguh ajaib dimatanya, setelah diam seribu bahasa dan hanya memberi perintah untuk cabut dari area kampus, kini bibir tipisnya hanya mengeluarkan satu kata Airport yang mana itu adalah tujuan yang berlawanan arah dengan laju mobil yang ia kemudikan. Beberapa kali klakson dari pengendara lain berteriak teriak karena mobil yang berhenti tiba tiba. Zaldy pasrah dengan umpatan yang ia terima dari pengendara lain.
“Lo sadar nggak sih Ta, kenapa nggak bilang dari tadi”
Zaldy menahan rasa kesalnya sedemikian rupa
“emang kenapa?”
“Violetta Maharani Darmawan, kita berlawanan arah dengan Airport. Harusnya bilang dari tadi kalau tujuannya kesono”
“Marah??”
tanya Tata tanpa dosa menganggapi kekesalan Zaldy. Zaldy hanya bisa menggeleng dan kemudian kembali menginjak pedal gas perlahan melaju mencari tempat untuk memutar arah laju mobilnya. Suasana masih tidak berubah sampai mereka  memarkirkan mobilnya di Airport. Tata masih sibuk dengan ponselnya dan sesekali melihat jam tangan yang melingkar dilengannya. Wajah Tata masih cukup santai dan tenang, keadaan yang sangat bertolak belakang dengan ekspresi saat ia menyeret Zaldy dengan paksa keluar kampus. Tata turun dari mobil, dia tampak santai memasuki Airport.
“Ta, lo ngapain sih kesini?”
“Mau nemuin Toni”
“Busyeeet deh Ta, bukannya lo udah putus dari Toni ya? Ngapain lo ngejar dia sampai Airport?”
Zaldy mulai kehilangan kesabaran, suaranya meninggi tanpa memperdulikan pandangan orang yang lalu lalang di sekitarnya.
“Diem lo, yang jelas apa yang lo pikirkan itu salah”
Tiba tiba Tata, melesat meninggalkan Zaldy yang masih memegangi kepalanya yang hampir meledak saking kesalnya. Kini cowok itu semakin lunglai karena apa yang ia lihat. Tata keluar Airport dan berjalan menuju parkiran seakan melupakan apa yang Zaldy korbankan untuk sampai ke tempat itu. Tata berlari kecil mendekati seorang pemuda putih tinggi yang tengah sibuk mengeluarkan kopernya dari bagasi. Dari kejauhan Zaldy yang terduduk melantai cuek memegang kepalanya. Dari postur tubuh yang ia lihat, dia tahu itu adalah Toni mantan pacar Tata. Setelah beberapa saat keduanya nampak telah selesai dengan urusannya, Zaldy mulai mendekati keduanya dan dengan cueknya dia menepuk bahu Toni tanpa memandang ke arah Tata.
“Selamat Jalan Bro, semoga perjalanan lo lancar”
“Makasih Al… oh iya, makasih ya dah mau direpotin”
“It’s okay, sudah biasa”
Zaldy meninggalkan Tata yang masih memasang muka manisnya melepaskan kepergian Toni. Zaldy menghidupkan mesin mobil, dia masih tidak mengerti dan tidak lagi berkeinginan untuk mengetahui alasan Tata berlari ke Airport.
Tak ada yang Zaldy tanyakan pada Tata. Keadaan hening bertahan sampai mobil memasuki pelataran sebuah rumah mewah bercat putih nan teduh di pusat Jakarta.
Tanpa suara dan candaan khas keduanya, Zaldy memasuki rumah. Nampak seorang pria muda duduk di teras dengan secangkir kopi dan laptopnya memandang ke arah mereka dengan senyumnya
“Kok sudah pulang Al? katanya hari ini full day”
Zaldy hanya melengos tak memberikan jawaban. Tata pun mulai menyususl untuk masuk ke dalam rumah. Tetap dengan wajah tanpa dosa, ia memasang senyum termanis yang ia punya
“Di rumah Mas, nggak ngantor?”
Tanyanya kemudian setelah ia berada tepat dihadapan pria muda itu.
“Nggak Ta, baru pulang dari luar kota, jadinya kerja dirumah dulu sambil melepas lelah”
“Waaaah enak ya kalau jadi bos. Jam kerja tergantung diri sendiri dan bisa disesuaikan”
“Nggak juga kali Ta, kalau giliran pusing juga pusing banget”
Tata nyengir dengan jawaban yang dia terima. Sekali lagi ponsel memainkan perannya, Tata yang sudah terduduk di kursi samping Raka kini sudah terfokus pada layar ponsel pintarnya. Entah apa yang ia lihat, ia nampak begitu serius. Raka yang mulanya berniat menyelesaikan pekerjaannya dengan menghirup udara sore kini lebih focus memperhatikan setiap detil perubahan mimik wajah Tata. Sesekali ia tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
***

Hari libur adalah surga dunia bagi Tata, jam sudah menunjukkan jam sepuluh siang, tapi gadis itu masih berada di bawah selimutnya. Siapa sangka gadis dengan sejuta pesona dan keajaibannya itu memiliki sisi yang benar benar membuat orang jijik. Malaaaaazzz. Berkali kali alaram berbunyi dan berakhir dengan pencetan tak jelas dari jemarinya.
Tok tok tok ada yang mengetuj pintu kamarnya, tapi Tata tak mengindahkan suara ketujan itu. Saar samar ia mendengar suara mamanya memanggil dan dia masih bertahan di balik bantalnya.
“Ta, bangun sayang... udah jam berapa ini? Mama mau pergi nih”
Tak ada jawaban, gagang pintu sudah dalam genggaman sang mama, tapi beliau urung membukanya
“Ta, Mama pergi ya. Cuma tiga hari sayang. Nanti tante Rosa kesini buat nemenin kamu”
Masih belum ada jawaban, beberapa kali ketokan pintu dibiarkan tanpa jawaban sementara yang empunya kamar masih enggan berpisah dari alam mimpinya. Senyap menandakan bahwasannya sang mama menyerah untuk sekedar menemui putri semata wayang sebelum berangkat beraktivitas.
Semetara itu suasana kediaman Arifin sudah benar benar hidup, keadaan yang sangat bertolak belakang dengan kediaman Darmawan yang selalu hening dan sepi. Rumah ini selalu hangat dan dipenuhi oleh canda tawa.  Dua putra tidak membuat sang mama merasa kesepian. Dua karakter berbeda dari kedua putranya membuat Nyonya Martha benar benar bahagia. Memahami putra sulungnya yang adem ayem dalam kemisteriusannya diimbangi ulah jahil putra kedua yang super usil membuat hari harinya berwarna. Dua pribadi yang bertolak belakang justru membuat keduanya seakan saling melengkapi.
Kring Kring bunyi telepon rumah meminta pertolongan dari penelpon yang menggelitiknya, Zaldy berlari untuk menyapa melewati sang mama yang telah berjalan menuju meja telepon dengan gaya energiknya menggoda sang mama yang akhirnya memilih untuk hanya diam terpaku diposisinya menunggu jawaban keingintahuannya pada siapa yang membunyikan telepon rumah minggu siang ini.
“Hallo”
“Hallo Mr. Boy...” sapa si penelpon
“Ah Tante Jasmine. Ada apa Tan, mau bicara sama mama ya?
“Bukan, tante nyari kamu kok. Tadi tante telepon HP mu ga diangkat”
“Oh maaf Tan, Hp Al ada di kamar soalnya”
“Iya nggak apa apa, kamu sibuk Al
hmmm… kayaknya nggak Tan, Ada apa?”
“Biasa, tolong tengok tuan putri ya. Tadi tante sudah berusaha keras buat bangunin dia untuk pamitan, tapi dianya nggak merespon. Tante nggak mungkin kan menerobos masuk dengan kunci cadangan. Tau sendiri kalau ngamuk seperti apa”
Zaldy tak merespon, dia sedikit berfikir dengan situasi yang ada diantara dirinya dengan Tata saat ini. Perang dingin
“Al.... hallo, Zaldy bisa bantu Tante kan?”
“Oh... oh iya Tan, nanti Al ke rumah”
“Tolong ya, mungkin adik tante baru bisa datang nanti malam”
“Iya Tan, asal jangan lupa oleh oleh buat Al ya Tan”
Uauuuch Zaldy mengusap kepalanya yang kena getok sang Mama berbarengan dengan ia menutup telepon, memasang senyum kudanya mendapati Mama dan kakaknya melotot ke arahnya. Setelah terlepas dari tatapan intidasi keluarganya, Zaldy masih belum bisa menemukan cara untuk menepati janjinya pada mama Tata. Cowok itu tertegun sendiri sambil memeluk gitar di atas balkon kamarnya. Tata satu nama itu masih sangat membuatnya kesal, memang bukan kali pertama Zaldy dibuat senewen oleh gadis itu, rasanya sepanjang usianya bernafas nama itulah yang selalu membuatnya pusing. Hampir 24 jam nonstop nama itu berputar putar dikepalanya. Melepaskan Tata dari bullying saat mereka sama sama duduk di sekolah dasar mungkin yang menjadi cikal bakal permasalahan hidup Zaldy sehingga tidak bisa lepas dari Tata. Siapa yang tidak mengenal gadis itu, putri tunggal seorang pengusaha sukses. Cantik, pintar dan ceria. Siapapun ingin dekat dan mengenalnya, sikapnya yang jauh dari kata sombong membuat semua orang nyaman berada di dekat Tata, tapi sayang kepopulerannya sedikit membuatnya dalam masalah. Segala embel embel yang menjadikannya sempurna membuat beberapa gadis merasa tersaingi dan tentunya ingin membuat Tata dalam kesulitan. Sedikit melakukan kesalahan maka Tata akan segera dikucilkan. Dan disanalah awal peran Arifin bersaudara dalam hidup Tata. Zaldy yang kebetulan seusia dengannya secara otomatis akan selalu memiliki kesempatan lebih banyak untuk mendampingi Tata karena berada dalam satu tingkatan pendidikan yang sama. Sementara Raka yang berbeda usia 6 tahun diatasnya hanya memiliki dua tahun untuk melindungi gadis itu saat mereka berada dalam satu lingkungan sekolah yang sama.
“Nggak ada acara Al?”
Tiba tiba Raka menepuk pundak adiknya yang masih bengong memikirkan strategi untuk menemui Tata, karena berkosentrasi mencari ide, dia tak menyadari sang kakak memasuki kamarnya. Zaldy hanya menengok kakaknya tanpa memberikan jawaban. Melihat sang kakak di depan matanya dengan Majalah yang mungkin diambilnya dari meja belajar membuat Al menemukan ide, walaupun tidak yakin namun dia ingin mencoba
“Sebenarnya ada Mas, tapi….” Zaldy menggantungkan kalimatnya mengharapkan ada tanggapan dari Raka yang akan membuat alasannya terkesan sempurna. Dengan tetap memeluk gitarnya dan memegangi dagu dia melirik ke arah Raka yang membolak balikkan majalah yang ada di tangannya. Menantikan kelanjutan cerita Zaldy yang tertahan, Raka mengalihkan pandangannya dari majalah ke arah adiknya yang masih tertegun seakan memikirkan sesuatu, namun dia hanya menatap tanpa berkomentar
“Sebenarnya Al janji mau main basket bareng temen temen di kampus, tapi Al kelupaan tadi janji juga sama Tante Jasmine”
“Lantas?”
“Ya itu masalahnya Mas. Al janji lihatin Tata tapi….”
Kembali Zaldy menghentikan kalimatnya dan kini dia berdiri dari posisinya lalu mengambil majalah yang ada di tangan kakaknya dengan ekspresi yang dirasa Raka sedikit mencurigakan
“Eiiit ada apa ini?”
“Sini sebentar Mas”
Zaldy meletakkan majalah yang ia ambil dari kakaknya di atas kasur dan menyeret sang kakak keluar kamar
“Tunggu sebentar”
Zaldy menghentikan langkahnya dan meminta Raka menunggu sementara dia berlari menerobos kamar Raka sehingga spontan membuat Raka membelalakkan matanya heran sekaligus kaget dengan apa yang dilakukan Zaldy
“Al, mau ngapain Lo!”
Sesaat Raka hanya berteriak tanpa bereaksi apapun sampai dia menyadari apa yang akan Zaldy lakukan tapi dia sudah terlambat untuk mengejar langkah adiknya karena saat ia mulai melangkah Zaldy sudah kembali ada dihadapannya membawa kunci mobil lengkap dengan Sweeter lantas mendorong Raka untuk menuruni tangga
“Ini apa apaan sih Al?”
Tanyanya masih belum tanggap dengan apa yang terjadi. Melewati ruang tamu dan keluar memasuki garasi. Sang mama yang berada di ruang keluarga memandang heran dengan ulah kedua putranya. Keduanya memang sangat dekat tapi pemandangan seperti itu beliau rasakan sedikit aneh karena Raka yang hanya mengenakan pant pendek dan kaos bukanlah gaya putra sulungnya saat hendak meninggalkan rumah, apalagi Zaldy. Seingat sang mama Zaldy belum mengguyur badannya sepanjang hari ini, kebiasaan jorok Zaldy saat hari libur.
“Al, Mas nggak mau ah”
“Ayolah Mas, bantuin Al kali ini saja” rengek Al dengan ekspresi mengiba
“Mama, ini bantuin Raka dong” Raka melihat sang Mama yang memperhatikannya mencoba meminta bantuan agar bisa lepas dari lemparan tanggung jawab Zaldy
“Ayolah Mas, nggak susah kok. Cuma bujuk dia buat bangun dan pastikan dia nggak berulah aja”
“Nggak mau ah, itu kan tugas kamu”
Raka menahan dirinya di depan pintu mobilnya untuk tidak terdorong oleh Zaldy ke dalam mobil. Zaldy terus berusaha mendorong tubuh Raka dan memohon. Pemandangan itu membuat nyonya Martha tersenyum.
“Please Mas, bantuin Al ya. Kali ini saja…. okay”
Zaldy menutup pintu mobil setelah sebelumnya melemparkan sweeter Raka ke dalam mobil. Raka terduduk dibalik kemudi dan kemudian sekilas ia memandang ke arah mamanya untuk meyakinkan diri tapi melihat senyum sang mama dan anggukan kepala wanita paruh baya itu membuat Raka pasrah lalu menghidupkan mesin
“Kalau ternyata nanti mas kesusahan menghadapi Tata, kamu musti mau kesana ya”
Pesannya pada Zaldy yang tersenyum penuh kemenangan bersandar di pintu garasi seakan mengisyaratkan Raka untuk segera meninggalkan ruangan itu membawa mobilnya melaju ke rumah Tata. Sebenarnya untuk sampai ke rumah Tata tidaklah begitu jauh, hanya terpisah beberapa blok saja dari kediaman mereka, tapi tidaklah mungkin jika Raka harus berjalan kaki dibawah matahari Jakarta yang terik belum lagi kalau Tata meminta untuk di antar kesana kemari seperti yang biasanya ia minta dari Zaldy selama ini.
Tak membutuhkan waktu lama buat Raka untuk sampai di rumah Tata, setelah memarkirkan mobilnya Raka membuka pintu rumah dengan kunci yang disembunyikan dibelakang kotak post (baca : tempat rahasia). Sepi dan sangat sepi, sepertinya Tata masih mengunci dirinya dalam kamar dan terlelap.
Ckckckck Gadis macam apa jam segini masih ngorok. Ini rumah apa kuburan sih kok hening gini, masih mending kuburan rada rame
Raka bergumam tidak jelas sambil terus melangkahkan kakinya menuju kamar Tata. Pintu masih tertutup dan tidak ada suara apapun terdengar dari sana. Raka mengetuk pintunya
“Ta, bangun Ta.. sebentar lagi udah sore nih”
Masih hening
“Ta, Lo tidur apa pingsan sih. Bangun gih malu tuh sama bocah depan rumah udah pada mandi siang”
“Eemmm”
Sayup sayup suara Tata terdengar menyahut, Raka geleng geleng dan berjalan menuju meja makan. Dia membuka tudung saji yang ada diatas meja. Makanan sudah dingin semua. Dengan cekatan dia hangatkan sub yang ada di mangkuk beserta aneka lauk yang disediakan untuk Tata. Selesai membereskan menu sarapan yang sekaligus makan siang buat Tata, Raka kembali memanggil Tata yang hanya menyahut dengan ham hem ria. Menunggu gadis itu keluar dari sarangnya, Raka meraih remot control yang tergeletak diatas karpet di Ruang keluarga. Diatas bantal besar yang ada di sana dia merebahkan diri sambil membaca majalah remaja yang dia ambil di sudut ruangan, majalah Tata.
Music yang mengalun sedikit mengganggu kenyamanan Tata, dari sekedar ham hem kini dia membuka selimut yang menutupi seluruh tubuhnya, masih dalam posisi rebah dia membuka matanya dan sesekali memejamkannya untuk memastikan bahwa ia sudah sepenuhnya terjaga. Turun dari ranjang tanpa membersihkan diri, dia keluar dari kamarnya dan berjalan gontai menuju dapur. Mengambil segelas air putih, dalam sekejap tandas berpindah tempat dalam perutnya, ia membuka tudung saji dan lalu menutupnya kembali. Hanya mengambil satu nugget, menguyahnya sambil jalan dengan mata sesekali ia paksa untuk terbuka. Gontai ia rebahkan dirinya kembali diatas karpet, matanya kembali menutup dan ia meraba raba mencari remot control untuk mematikan music yang sudah memaksanya keluar dari persembunyian
“emmmh berisik Pa, matiin dong”
gumamnya nggak jelas. Raka yang tertidur oleh alunan music masih dengan majalahnya telungkup diatas bantal disingkirkan oleh Tata hingga sedikit bergeser demi mendapatkan bantalnya. Posisi yang sedikit tidak nyaman membuat Raka sedikit menarik alas kepalanya kembali dan membuat Tata yang mempertahankan kenyamanannya mendekatkan diri agar bisa berbagi. Kini posisi sudah tidak aman, Tata yang tidak pernah bisa mengontrol posisi tidurnya sudah memeluk Raka seakan tubuh itu tidak bernyawa. Beberapa menit berlalu Raka mulai merasakan ada yang menjadi beban diatas perutnya, dalam ketidak sadarannya ia meraba untuk memeriksa apa yang sebenarnya terjadi, belum lagi ia menemukan jawabannya, sesuatu menggendus tepat disisi pipinya memberikan satu bau asing tercium olehnya.
“Papa pake parfum baru ya Pa… lebih seger”
Sayup ia mendengar suara yang tertangkap oleh telinganya, kini tangan kirinya sedikit hilang rasa tertindih oleh beban yang belum jelas ia ketahui
Papa?? Apa ini sebenarnya..
Raka takut untuk membuka mata, ia menyadari ada yang salah pada dirinya. Raka sedikit menggeser badannya untuk melepaskan diri dan membuka matanya sedikit demi sedikit hingga jelas tertangkap olehnya sosok yang kini sedang memeluk tubuhnya erat
“TATAAAAAAA”
Raka melepaskan diri dari pelukan Tata dan sigap berpindah posisi ke atas sofa sambil terus memandang gadis kumal yang kini tidur di hadapannya
“Aaaaaah Papa berisik banget sih”
Masih dengan posisi terlentang diatas karpet Tata mengucek dua bola matanya agar sepenuhnya terjaga dan
“Mas Raka??”
Dua bola matanya terbelalak tanpa membutuhkan guyuran air lagi, kini tubuh yang seharian seakan kehilangan tulang belakang kini mendadak tegak terduduk kaget dan memasang wajah innocentnya menahan malu dan Raka hanya duduk lemas diatas sofa sambil menatap Tata tanpa mampu mengucapkan kata apapun.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar