PLAY GIRL JATUH CINTA
Part 1 : Innocent
Plak plak plak...
derap kaki Tata berantakan, entah apa yang mengejar gadis itu. Tidak seperti
biasanya dia terburu buru. Gadis tomboy yang selalu Easy Going itu seakan tengah mengejar sesuatu yang sangat penting.
Sesampai di pelataran Perpustakaan langkah Tata sempat terhenti, dia mengedarakan
pandangan ke sekitar, dia ingin memastikan kemana ia harus melangkahkan kakinya
untuk menemukan yang ia cari. Lima detik ia terdiam, akhirnya ia kembali
melangkahkan kakinya dengan pasti menuju satu titik. Satu gerombolan pria muda
yang tengah bersedau gurau ia dekati tanpa ada keraguan.
Plok kunci
mobil dengan gantungan kepala Hello Kitty ia jatuhkan tepat diatas tas salah
satu cowok yang ada disana. Satu satunya sisi feminisme yang Tata miliki hanya
terlihat dari Hello Kitty yang menggantung di kunci mobilnya. Diam sesaat,
semua mata tertuju pada Tata yang masih berdiri di dekat mereka. Seorang cowok
mendongakkan kepalanya dengan nafas berat seakan ia tahu bahwa itu adalah
perintah yang tidak dapat ia hindari.
“Apaan
Ta?”
Serunya
kemudian dengan muka lesu
“Ayo
buruan!” setengah memaksa Tata menggapai tangan cowok itu untuk segera berdiri.
Suara cekikikan dari yang lainnya mengganggu pendengaran Tata. Gadis itu
sedikit menekuk mukanya dan memicingkan memasang wajah sinis khas pengambekan
menatap cowok cowok itu.
“Udah
sana antar aja kenapa sih, Al. Pak Pir dilarang protes”
celetuk
salah satu diantaranya
Tata
tidak bersuara, dia hanya menatap Zaldy dengan pandangan tajam. Ia tak ingin di
bantah dan juga tidak ingin beradu argumen di depan umum. Zaldy mengangkat rangselnya
lemas, pipinya mengembung menahan nafas dan rasa kesalnya. Tak mungkin bagi
dirinya menolak permintaan Tata.
“TA
ya Bro...”
Zaldy
menepuk pundak temannya memberikan pesan untuk absensinya melewatkan
perkuliahan karena paksaan Tata.
“Okaaay,
beres. Yang penting kopinya ya”
Jawab
temennya dengan bercanda, Zaldy hanya bisa nyengir dan melambaikan tangannya
“Ta,
lain kali kalau mau ngajak kemana-mana bilang dulu kek. Jangan main paksa aja”
Zaldy
sedikit memprotes Tata saat mereka sudah ada di dalam mobil. Tata cuek tak
mengindahkan apa yang dibicarakan Zaldy, gadis itu sibuk dengan ponselnya.
Sesekali dia berdecak kesal kemudian mengetik pesan yang entah ia kirimkan pada
siapa. Zaldy hanya memperhatikan dengan muka kecutnya karena dicuekin.
“Airport
ya...”
“What??”
Zaldy
spontan menginjak rem dan menatap Tata tak percaya. Gadis itu sungguh ajaib
dimatanya, setelah diam seribu bahasa dan hanya memberi perintah untuk cabut
dari area kampus, kini bibir tipisnya hanya mengeluarkan satu kata Airport yang
mana itu adalah tujuan yang berlawanan arah dengan laju mobil yang ia
kemudikan. Beberapa kali klakson dari pengendara lain berteriak teriak karena
mobil yang berhenti tiba tiba. Zaldy pasrah dengan umpatan yang ia terima dari
pengendara lain.
“Lo
sadar nggak sih Ta, kenapa nggak bilang dari tadi”
Zaldy menahan rasa kesalnya sedemikian rupa
“emang
kenapa?”
“Violetta
Maharani Darmawan, kita berlawanan arah dengan Airport. Harusnya bilang dari
tadi kalau tujuannya kesono”
“Marah??”
tanya
Tata tanpa dosa menganggapi kekesalan Zaldy. Zaldy hanya bisa menggeleng dan
kemudian kembali menginjak pedal gas perlahan melaju mencari tempat untuk
memutar arah laju mobilnya. Suasana masih tidak berubah sampai mereka memarkirkan mobilnya di Airport. Tata masih
sibuk dengan ponselnya dan
sesekali melihat jam tangan yang melingkar dilengannya. Wajah Tata masih cukup
santai dan tenang, keadaan yang sangat bertolak belakang dengan ekspresi saat
ia menyeret Zaldy dengan paksa keluar kampus. Tata turun dari mobil, dia tampak
santai memasuki Airport.
“Ta, lo ngapain sih kesini?”
“Mau nemuin Toni”
“Busyeeet deh Ta, bukannya lo udah putus dari Toni ya?
Ngapain lo ngejar dia sampai Airport?”
Zaldy mulai kehilangan kesabaran, suaranya meninggi
tanpa memperdulikan pandangan orang yang lalu lalang di sekitarnya.
“Diem lo, yang jelas apa yang lo pikirkan itu salah”
Tiba tiba Tata, melesat meninggalkan Zaldy yang masih
memegangi kepalanya yang hampir meledak saking kesalnya. Kini cowok itu semakin
lunglai karena apa yang ia lihat. Tata keluar Airport dan berjalan menuju
parkiran seakan melupakan apa yang Zaldy korbankan untuk sampai ke tempat itu.
Tata berlari kecil mendekati seorang pemuda putih tinggi yang tengah sibuk
mengeluarkan kopernya dari bagasi. Dari kejauhan Zaldy yang terduduk melantai
cuek memegang kepalanya. Dari postur tubuh yang ia lihat, dia tahu itu adalah
Toni mantan pacar Tata. Setelah beberapa saat keduanya nampak telah selesai
dengan urusannya, Zaldy mulai mendekati keduanya dan dengan cueknya dia menepuk
bahu Toni tanpa memandang ke arah Tata.
“Selamat Jalan Bro, semoga perjalanan lo lancar”
“Makasih Al… oh iya, makasih ya dah mau direpotin”
“It’s okay, sudah biasa”
Zaldy meninggalkan Tata yang masih memasang muka
manisnya melepaskan kepergian Toni. Zaldy menghidupkan mesin mobil,
dia masih tidak mengerti dan tidak lagi berkeinginan untuk mengetahui alasan
Tata berlari ke Airport.
Tak ada yang Zaldy tanyakan pada Tata. Keadaan hening
bertahan sampai mobil memasuki pelataran sebuah rumah mewah bercat putih nan
teduh di pusat Jakarta.
Tanpa suara dan candaan khas keduanya, Zaldy memasuki
rumah. Nampak seorang pria muda duduk di teras dengan secangkir kopi dan
laptopnya memandang ke arah mereka dengan senyumnya
“Kok sudah pulang Al? katanya hari ini full day”
Zaldy hanya melengos tak memberikan jawaban. Tata pun
mulai menyususl untuk masuk ke dalam rumah. Tetap dengan wajah tanpa dosa, ia
memasang senyum termanis yang ia punya
“Di rumah Mas, nggak ngantor?”
Tanyanya kemudian setelah ia berada tepat dihadapan
pria muda itu.
“Nggak Ta, baru pulang dari luar kota, jadinya kerja
dirumah dulu sambil melepas lelah”
“Waaaah enak ya kalau jadi bos. Jam kerja tergantung
diri sendiri dan bisa disesuaikan”
“Nggak juga kali Ta, kalau giliran pusing juga pusing
banget”
Tata nyengir dengan jawaban yang dia terima. Sekali
lagi ponsel memainkan perannya, Tata yang sudah terduduk di kursi samping Raka
kini sudah terfokus pada layar ponsel pintarnya. Entah apa yang ia lihat, ia
nampak begitu serius. Raka yang mulanya berniat menyelesaikan pekerjaannya
dengan menghirup udara sore kini lebih focus memperhatikan setiap detil
perubahan mimik wajah Tata. Sesekali ia tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
***
Hari libur adalah surga dunia bagi Tata, jam sudah menunjukkan jam sepuluh siang,
tapi gadis itu masih berada di bawah selimutnya. Siapa
sangka gadis dengan sejuta pesona dan keajaibannya itu memiliki sisi yang benar
benar membuat orang jijik. Malaaaaazzz. Berkali kali alaram berbunyi dan
berakhir dengan pencetan tak jelas dari jemarinya.
Tok tok tok ada
yang mengetuj pintu kamarnya, tapi Tata tak mengindahkan suara ketujan itu.
Saar samar ia mendengar suara mamanya memanggil dan dia masih bertahan di balik
bantalnya.
“Ta,
bangun sayang... udah jam berapa ini? Mama mau pergi nih”
Tak
ada jawaban, gagang pintu sudah dalam genggaman sang mama, tapi beliau urung
membukanya
“Ta,
Mama pergi ya. Cuma tiga hari sayang. Nanti tante Rosa kesini buat nemenin
kamu”
Masih
belum ada jawaban, beberapa kali ketokan pintu dibiarkan tanpa jawaban
sementara yang empunya kamar masih enggan berpisah dari alam mimpinya. Senyap
menandakan bahwasannya sang mama menyerah untuk sekedar menemui putri semata
wayang sebelum berangkat beraktivitas.
Semetara
itu suasana kediaman Arifin sudah benar benar hidup, keadaan yang sangat
bertolak belakang dengan kediaman Darmawan yang selalu hening dan sepi. Rumah
ini selalu hangat dan dipenuhi oleh canda tawa.
Dua putra tidak membuat sang mama merasa kesepian. Dua karakter berbeda
dari kedua putranya membuat Nyonya Martha benar benar bahagia. Memahami putra
sulungnya yang adem ayem dalam kemisteriusannya diimbangi ulah jahil putra
kedua yang super usil membuat hari harinya berwarna. Dua pribadi yang bertolak
belakang justru membuat keduanya seakan saling melengkapi.
Kring Kring bunyi
telepon rumah meminta pertolongan dari penelpon yang menggelitiknya, Zaldy
berlari untuk menyapa melewati sang mama yang telah berjalan menuju meja
telepon dengan gaya energiknya menggoda sang mama yang akhirnya memilih untuk hanya diam terpaku
diposisinya menunggu jawaban keingintahuannya pada siapa yang membunyikan
telepon rumah minggu siang ini.
“Hallo”
“Hallo
Mr. Boy...” sapa si penelpon
“Ah
Tante Jasmine. Ada apa Tan, mau
bicara sama mama ya?”
“Bukan,
tante nyari kamu kok. Tadi tante telepon HP mu ga diangkat”
“Oh
maaf Tan, Hp Al ada di kamar soalnya”
“Iya
nggak apa apa, kamu sibuk Al”
“hmmm… kayaknya nggak Tan, Ada
apa?”
“Biasa,
tolong tengok tuan putri ya. Tadi tante sudah berusaha keras buat bangunin dia
untuk pamitan, tapi dianya nggak merespon. Tante nggak mungkin kan menerobos
masuk dengan kunci cadangan. Tau sendiri kalau ngamuk seperti apa”
Zaldy
tak merespon, dia sedikit berfikir dengan situasi yang ada diantara dirinya
dengan Tata saat ini. Perang dingin
“Al....
hallo, Zaldy bisa bantu Tante kan?”
“Oh...
oh iya Tan, nanti Al ke rumah”
“Tolong
ya, mungkin adik tante baru bisa datang nanti malam”
“Iya
Tan, asal jangan lupa oleh oleh buat Al ya Tan”
Uauuuch
Zaldy mengusap kepalanya yang kena getok sang Mama berbarengan dengan ia
menutup telepon, memasang senyum kudanya mendapati Mama dan kakaknya melotot ke
arahnya. Setelah terlepas dari tatapan intidasi keluarganya, Zaldy masih belum
bisa menemukan cara untuk menepati janjinya pada mama Tata. Cowok itu tertegun
sendiri sambil memeluk gitar di atas balkon kamarnya. Tata satu nama itu masih sangat membuatnya kesal, memang bukan kali
pertama Zaldy dibuat senewen oleh gadis itu, rasanya sepanjang usianya bernafas
nama itulah yang selalu membuatnya pusing. Hampir 24 jam nonstop nama itu
berputar putar dikepalanya. Melepaskan Tata dari bullying saat mereka sama sama
duduk di sekolah dasar mungkin yang menjadi cikal bakal permasalahan hidup
Zaldy sehingga tidak bisa lepas dari Tata. Siapa yang tidak mengenal gadis itu,
putri tunggal seorang pengusaha sukses. Cantik, pintar dan ceria. Siapapun
ingin dekat dan mengenalnya, sikapnya yang jauh dari kata sombong membuat semua
orang nyaman berada di dekat Tata, tapi sayang kepopulerannya sedikit
membuatnya dalam masalah. Segala embel embel yang menjadikannya sempurna
membuat beberapa gadis merasa tersaingi dan tentunya ingin membuat Tata dalam
kesulitan. Sedikit melakukan kesalahan maka Tata akan segera dikucilkan. Dan
disanalah awal peran Arifin bersaudara dalam hidup Tata. Zaldy yang kebetulan
seusia dengannya secara otomatis akan selalu memiliki kesempatan lebih banyak
untuk mendampingi Tata karena berada dalam satu tingkatan pendidikan yang sama. Sementara
Raka yang berbeda usia 6 tahun diatasnya hanya memiliki dua tahun untuk
melindungi gadis itu saat mereka berada dalam satu lingkungan sekolah yang
sama.
“Nggak ada acara Al?”
Tiba tiba Raka menepuk pundak adiknya yang masih
bengong memikirkan strategi untuk menemui Tata, karena berkosentrasi mencari
ide, dia tak menyadari sang kakak memasuki kamarnya. Zaldy hanya menengok
kakaknya tanpa memberikan jawaban. Melihat sang kakak di depan matanya dengan
Majalah yang mungkin diambilnya dari meja belajar membuat Al menemukan ide,
walaupun tidak yakin namun dia ingin mencoba
“Sebenarnya ada Mas, tapi….” Zaldy menggantungkan
kalimatnya mengharapkan ada tanggapan dari Raka yang akan membuat alasannya
terkesan sempurna. Dengan tetap memeluk gitarnya dan memegangi dagu dia melirik
ke arah Raka yang membolak balikkan majalah yang ada di tangannya. Menantikan
kelanjutan cerita Zaldy yang tertahan, Raka mengalihkan pandangannya dari
majalah ke arah adiknya yang masih tertegun seakan memikirkan sesuatu, namun
dia hanya menatap tanpa berkomentar
“Sebenarnya Al janji mau main basket bareng temen
temen di kampus, tapi Al kelupaan tadi janji juga sama Tante Jasmine”
“Lantas?”
“Ya itu masalahnya Mas. Al janji lihatin Tata tapi….”
Kembali Zaldy menghentikan kalimatnya dan kini dia
berdiri dari posisinya lalu mengambil majalah yang ada di tangan kakaknya
dengan ekspresi yang dirasa Raka sedikit mencurigakan
“Eiiit ada apa ini?”
“Sini sebentar Mas”
Zaldy meletakkan majalah yang ia ambil dari kakaknya
di atas kasur dan menyeret sang kakak keluar kamar
“Tunggu sebentar”
Zaldy menghentikan langkahnya dan meminta Raka
menunggu sementara dia berlari menerobos kamar Raka sehingga spontan membuat
Raka membelalakkan matanya heran sekaligus kaget dengan apa yang dilakukan
Zaldy
“Al, mau ngapain Lo!”
Sesaat Raka hanya berteriak tanpa bereaksi apapun
sampai dia menyadari apa yang akan Zaldy lakukan tapi dia sudah terlambat untuk
mengejar langkah adiknya karena saat ia mulai melangkah Zaldy sudah kembali ada
dihadapannya membawa kunci mobil lengkap dengan Sweeter lantas mendorong Raka
untuk menuruni tangga
“Ini apa apaan sih Al?”
Tanyanya masih belum tanggap dengan apa yang terjadi.
Melewati ruang tamu dan keluar memasuki garasi. Sang mama yang berada di ruang
keluarga memandang heran dengan ulah kedua putranya. Keduanya memang sangat
dekat tapi pemandangan seperti itu beliau rasakan sedikit aneh karena Raka yang
hanya mengenakan pant pendek dan kaos bukanlah gaya putra sulungnya saat hendak
meninggalkan rumah, apalagi Zaldy. Seingat sang mama Zaldy belum mengguyur
badannya sepanjang hari ini, kebiasaan jorok Zaldy saat hari libur.
“Al, Mas nggak mau ah”
“Ayolah Mas, bantuin Al kali ini saja” rengek Al
dengan ekspresi mengiba
“Mama, ini bantuin Raka dong” Raka melihat sang Mama
yang memperhatikannya mencoba meminta bantuan agar bisa lepas dari lemparan
tanggung jawab Zaldy
“Ayolah Mas, nggak susah kok. Cuma bujuk dia buat
bangun dan pastikan dia nggak berulah aja”
“Nggak mau ah, itu kan tugas kamu”
Raka menahan dirinya di depan pintu mobilnya untuk
tidak terdorong oleh Zaldy ke dalam mobil. Zaldy terus berusaha mendorong tubuh
Raka dan memohon. Pemandangan itu membuat nyonya Martha tersenyum.
“Please Mas, bantuin Al ya. Kali ini saja…. okay”
Zaldy menutup pintu mobil setelah sebelumnya
melemparkan sweeter Raka ke dalam mobil. Raka terduduk dibalik kemudi dan
kemudian sekilas ia memandang ke arah mamanya untuk meyakinkan diri tapi
melihat senyum sang mama dan anggukan kepala wanita paruh baya itu membuat Raka
pasrah lalu menghidupkan mesin
“Kalau ternyata nanti mas kesusahan menghadapi Tata,
kamu musti mau kesana ya”
Pesannya pada Zaldy yang tersenyum penuh kemenangan
bersandar di pintu garasi seakan mengisyaratkan Raka untuk segera meninggalkan ruangan
itu membawa mobilnya melaju ke rumah Tata. Sebenarnya untuk sampai ke rumah
Tata tidaklah begitu jauh, hanya terpisah beberapa blok saja dari kediaman
mereka, tapi tidaklah mungkin jika Raka harus berjalan kaki dibawah matahari
Jakarta yang terik belum lagi kalau Tata meminta untuk di antar kesana kemari
seperti yang biasanya ia minta dari Zaldy selama ini.
Tak membutuhkan waktu lama buat Raka untuk sampai di
rumah Tata, setelah memarkirkan mobilnya Raka membuka pintu rumah dengan kunci
yang disembunyikan dibelakang kotak post (baca : tempat rahasia). Sepi dan
sangat sepi, sepertinya Tata masih mengunci dirinya dalam kamar dan terlelap.
Ckckckck
Gadis macam apa jam segini masih ngorok. Ini rumah apa kuburan sih kok hening
gini, masih mending kuburan rada rame
Raka bergumam tidak jelas sambil terus melangkahkan
kakinya menuju kamar Tata. Pintu masih tertutup dan tidak ada suara apapun
terdengar dari sana. Raka mengetuk pintunya
“Ta, bangun Ta.. sebentar lagi udah sore nih”
Masih hening
“Ta, Lo tidur apa pingsan sih. Bangun gih malu tuh
sama bocah depan rumah udah pada mandi siang”
“Eemmm”
Sayup sayup suara Tata terdengar menyahut, Raka geleng
geleng dan berjalan menuju meja makan. Dia membuka tudung saji yang ada diatas
meja. Makanan sudah dingin semua. Dengan cekatan dia hangatkan sub yang ada di
mangkuk beserta aneka lauk yang disediakan untuk Tata. Selesai membereskan menu
sarapan yang sekaligus makan siang buat Tata, Raka kembali memanggil Tata yang
hanya menyahut dengan ham hem ria. Menunggu gadis itu keluar dari sarangnya,
Raka meraih remot control yang tergeletak diatas karpet di Ruang keluarga.
Diatas bantal besar yang ada di sana dia merebahkan diri sambil membaca majalah
remaja yang dia ambil di sudut ruangan, majalah Tata.
Music yang mengalun sedikit mengganggu kenyamanan
Tata, dari sekedar ham hem kini dia membuka selimut yang menutupi seluruh
tubuhnya, masih dalam posisi rebah dia membuka matanya dan sesekali
memejamkannya untuk memastikan bahwa ia sudah sepenuhnya terjaga. Turun dari
ranjang tanpa membersihkan diri, dia keluar dari kamarnya dan berjalan gontai
menuju dapur. Mengambil segelas air putih, dalam sekejap tandas berpindah
tempat dalam perutnya, ia membuka tudung saji dan lalu menutupnya kembali.
Hanya mengambil satu nugget, menguyahnya sambil jalan dengan mata sesekali ia
paksa untuk terbuka. Gontai ia rebahkan dirinya kembali diatas karpet, matanya
kembali menutup dan ia meraba raba mencari remot control untuk mematikan music
yang sudah memaksanya keluar dari persembunyian
“emmmh berisik Pa, matiin dong”
gumamnya nggak jelas. Raka yang tertidur oleh alunan
music masih dengan majalahnya telungkup diatas bantal disingkirkan oleh Tata
hingga sedikit bergeser demi mendapatkan bantalnya. Posisi yang sedikit tidak
nyaman membuat Raka sedikit menarik alas kepalanya kembali dan membuat Tata
yang mempertahankan kenyamanannya mendekatkan diri agar bisa berbagi. Kini
posisi sudah tidak aman, Tata yang tidak pernah bisa mengontrol posisi tidurnya
sudah memeluk Raka seakan tubuh itu tidak bernyawa. Beberapa menit berlalu Raka
mulai merasakan ada yang menjadi beban diatas perutnya, dalam ketidak
sadarannya ia meraba untuk memeriksa apa yang sebenarnya terjadi, belum lagi ia
menemukan jawabannya, sesuatu menggendus tepat disisi pipinya memberikan satu
bau asing tercium olehnya.
“Papa pake parfum baru ya Pa… lebih seger”
Sayup ia mendengar suara yang tertangkap oleh
telinganya, kini tangan kirinya sedikit hilang rasa tertindih oleh beban yang
belum jelas ia ketahui
Papa??
Apa ini sebenarnya..
Raka takut untuk membuka mata, ia menyadari ada yang
salah pada dirinya. Raka sedikit menggeser badannya untuk melepaskan diri dan
membuka matanya sedikit demi sedikit hingga jelas tertangkap olehnya sosok yang
kini sedang memeluk tubuhnya erat
“TATAAAAAAA”
Raka melepaskan diri dari pelukan Tata dan sigap
berpindah posisi ke atas sofa sambil terus memandang gadis kumal yang kini
tidur di hadapannya
“Aaaaaah Papa berisik banget sih”
Masih dengan posisi terlentang diatas karpet Tata
mengucek dua bola matanya agar sepenuhnya terjaga dan
“Mas Raka??”
Dua bola matanya terbelalak tanpa membutuhkan guyuran
air lagi, kini tubuh yang seharian seakan kehilangan tulang belakang kini
mendadak tegak terduduk kaget dan memasang wajah innocentnya menahan malu dan Raka hanya duduk lemas diatas sofa sambil
menatap Tata tanpa mampu mengucapkan kata apapun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar