Jumat, 05 Agustus 2016

PLAY GIRL JATUH CINTA : Unlucky


PLAY GIRL JATUH CINTA
Part 5. Unlucky

Tepukan keras mendarat di punggung Tata, gadis itu hampir menyemburkan seluruh isi mulutnya karena kaget. Ia mengumpat sekenanya. Renita yang ada di depannya pun tak lepas dari amunisi yang keluar cepat dari bibir tipisnya.
“Iiiiiih jorok amat si Ta”
Protes Renita dengan terus mengibaskan tangannya yang basah, ia merapikan isi meja. Semburan Tata mengacaukan segala yang ada. Mulut Renita terus komat kamit mengeluarkan kekesalannya dengan tissue kotor yang ia lemparkan ke arah pembuat onar yang kini berdiri cengar cengir di belakang Tata. Pun demikian dengan Tata, tapi ia hanya menoleh sesaat tanpa respon apapun. Zaldy mengambil tempat duduknya, ia memutar kursi sedemikan rupa sehingga ia bisa berhadapan dengan Tata. Masih dengan sedotan di bibirnya, Tata menatap Zaldy tanpa komentar. Beberapa detik Zaldy terus mengikuti apapun tindakan Tata, ia berharap suara khas Tata yang memekakkan telinganya memberikan perintah akan segera terdengar, namun usaha Zaldy tidak membuahkan hasil. Gadis itu tak bergeming.
“Okay.... gue nyerah. Lo kenapa sih?”
Akhirnya Zaldy bersuara sambil menyomot Batagor di piring Renita sehingga ia harus menerima pukulan sendok yang mendarat di atas punggung tangannya. Sedikit mengerang, namun Zaldy meneruskan apa yang ia lakukan, memanfaatkan keadaan untuk dapat makanan gratis.
“Semingguan ini Lo nggak main ke rumah, ga ada kabar sama sekali. Lo marah sama gue?”
“Cieeee cieeeee.... lo kangen ma Tata, Al. Hahahahaha apa gue bilang, lama lama lo bakal jatuh cinta sama Tata”
Renita menggoda Zaldy, tapi bukan reaksi pipi merona atau salah tingkah seperti yang selalu ia lihat dalam serial drama yang Zaldy tunjukkan jutru cowok itu menatap tajam ke arah Renita dengan bibir sedikit mengerucut kesal.
“Menghabiskan waktu bersama dalam kurun waktu yang lama sampai tidak lagi punya rahasia, hmmm rasa cinta itu pasti bersembunyi dalam bingkai yang berbeda untuk waktu yang lama dalam hati lo”
Renita mencoba cuek dengan ekpresi Zaldy dan terus nerocos melanjutkan aksinya menggoda cowok setia itu.
“Ngawur.....!”
“Auuuch..... iish lo ah”
Zaldy yang kesal mendaratkan satu jitakan di kepala Renita sehingga gadis itu mengadu kesakitan. Jitakan Zaldy membuat ekpresi genit Renita sontak berubah berbeda dengan Tata yang masih diam tanpa komentar, gadis itu justru sibuk memainkan rambut hitamnya dan fokus pada layar Phonecell  dengan senyum yang beberapa kali mengembang dibibir. Melihat itu Zaldy memberikan kode pada Renita tapi gadis itupun hanya bisa mengangkat bahu dan menggelengkan kepalanya
“Lo bawa mobil sendiri?”
Tanyanya lagi, dan kali ini gelengan tajam dari kelapa Renita memberikan jawaban atas pertanyaannya. Tata menoleh kearahnya sesaat lalu tersenyum
“Lo stress ya Ta.... ditanyain diem, malah cengar cengir. Lo marah sama gue?”
Hanya gelengan yang Tata berikan. Tak ada sepatah katapun yang Tata ucapkan, semua pertanyaan Zaldy hanya dia respon dengan tengokan dan sesekali dengan gelengan, selebihnya Renita yang memberikan sedikit penjelasan dengan gaya sok tahunya. Zaldy menarik nafas panjang menekan emosinya, kesabarannya mulai terusik. Tata yang tidak begitu merespon dan seakan lebih focus pada HPnya membuat dia sedikit terganggu
“Hyaaaa…. Al balikin deh”
Dalam sekejap HP yang ada ditangan Tata berpindah tangan, Zaldy merebutnya dengan kasar sehingga earphone yang terpasang ditelinga Tata tertarik dengan paksa. Tata yang kaget dengan apa yang dilakukan oleh Zaldy lepas control, setengah berteriak dia meminta barangnya kembali. Zaldy berdiri dengan tenang dan mencari tahu alasan Tata lebih focus pada layar Phone Cell nya. Tata bukanlah tipe gadis yang mudah focus pada satu hal jika berada di luar kelas. Dia gadis yang sangat menikmati waktu dan masa mudanya. Dia hanya akan terlihat serius saat dia harus belajar, diluar itu dia akan melakukan sesuatu yang benar benar jauh dari literature dan hal hal yang berbau akademisi. Oleh karena itu Zaldy sangat yakin jika dia sedang memiliki permainan baru dalam hidupnya yang tidak ia ketahui. Zaldy mengangkat tinggi tinggi tangannya menjauh dari jangkauan Tata, membuka dan membaca apa yang sudah tertera di layar HP
“Putra???”
Zaldy menaikkan alis dan menyipitkan matanya memandang Tata dengan senyuman aneh, senyum yang penuh dengan keheranan dan ketidakpercayaan.
“Lo pacaran sama Putra?”
Tanyanya kemudian dan meletakkan HP Tata dengan kasar diatas meja. Anggukkan Tata membuat Zaldy kembali meradang, dia berfikir bahwa Tata sudah melewati batas.
“Lo udah gila ya Ta? Okay lo punya apa yang dimau oleh cowok, tapi……”
“Letak salahnya dimana?... kenapa gue nggak boleh pacaran sama Putra”
Tata memotong kalimat Zaldy tetap berdiri seakan menantang cowok itu tanpa ada rasa gentar. Renita yang tidak mengerti dengan arah pembicaraan keduanya hanya diam, dia mencoba menjadi pendengar untuk mengetahui sumber keributan yang ada. Kenyataan bahwa Tata mempunyai pacar juga baru ia ketahui dari pembicaraan Zaldy dalam amarahnya saat ini. Tata duduk kembali dan memasang earphonenya, tapi Zaldy menarik kabel earphone itu sebelum tangan Tata berhasil menempatkannya dengan benar.
“Lo pernah sakit hati nggak sih Ta? Lo pernah kecewa nggak sih? Kalau lo nggak mau rasain itu, lo hargai perasaan orang dong?”
Zaldy berbicara dengan nada sangat serius, Tata tertegun. Untuk pertama kalinya ia mendapat teguran keras dari Zaldy tentang peringainya. Tata merasa ia tidak melakukan kesalahan apapun, ia merasa reaksi Zaldy berlebihan.
“Lo kenapa sih Al? memangnya salah gue dimana kalau gue pacaran sama dia”
“Wait wait wait…. Dari tadi putra putra dan putra, sebenarnya dia siapa sih? Pacar lo? Yang mana?”
Renita yang merasa belum pernah mendengar nama Putra ditelinganya akhirnya bersuara, ia merasa bingung harus melerai adu mulut yang terjadi di depannya dengan cara seperti apa
“Terus masalahnya apa jika memang Tata pacaran sama si Putra itu? Huh?”
Tata hanya diam memegang gelas juice yang ada dihadapannya, pun demikian dengan Zaldy. Cowok itu hanya menggigit bibirnya melirik ke arah Tata menunggu gadis itu bersuara
“Okay… nggak mau jawab, ya sudah teruskan perdebatan kalian, gue cabut”
Renita mengambil tasnya berniat meninggalkan dua wajah masam yang sama sama dikuasai emosi
“DUDUK!”
“hah?”
Dengan kompak Zaldy dan Tata memberikan perintah tegas pada Renita sehingga gadis itu kaget, kini dua pasang mata yang bertikai itu sama sama tertuju padanya. Permainan berbalik arah dan posisi terdakwa seakan beralih padanya secara tiba tiba. Renita menelan ludah
“Al.. gue nggak menyakiti siapapun dengan mengambil keputusan berpacaran dengan putra. Terus alasan lo marah kenapa?”
Dengan telunjuk yang memberikan perintah pada Renita untuk tetap tinggal, Tata mulai mengatur emosinya. Zaldy menyeringai kembali seakan menertawakan apa yang Tata katakan.
“Lo sudah amnesia dengan apa yang lo lakuin tempo hari di depan orang tua lo?”
“Maksud lo?”
“Udahlah Ta, anggap aja yang lo putuskan itu sudah benar. Cuma gue kecewa aja. Satu lagi, jika gaya lo berubah seperti ini, gue nggak akan mau jadi tameng lo lagi”
Zaldy berdiri namun tangan Tata cepat menahan lengan cowok itu
“Lo paham nggak sih siapa Putra?”
“Nggak penting buat gue siapa Putra, tapi gue lebih hawatirin citra lo kedepannya”
“Lo kenal putra nggak sih, Al?”
Zaldy menghembuskan nafas beratnya, ia merasa kini Tata mulai berbelit belit. Ia duduk kembali dan kali ini gelas yang Tata pegangi menjadi sasarannya. Permainan Tata membuat tenggorokannya kering menahan emosi. Kemudian dia menggeleng pelan
“Yang gue tahu, dia model yang beberapa kali terlibat kerjasama sama Lo. Well… he’s handsome. Pass banget sama lo. Tinggi putih dan lo bakal jadi Perfect Couple sama dia”
“Yang mana sih Ta?”
Renita menyela dengan hati hati
“Diem!”
Sekali lagi selaan Renita yang penasaran mendapatkan skakmat secara kompak dari Zaldy dan Tata sehingga dia harus terima dengan kesimpang siuran yang ada dikepalanya membiarkan adu mulut menjadi hiburan makan siang yang ia lakukan
“Gue hanya paham sebatas itu tentang dia. Gue tau dia berharap sama Lo dan udah ngejar lo beberapa bulan ini kan?”
“Lo tau soal itu?”
“Gue baca di line lo, dia juga tahu soal Tony kan?”
“Nggak penting masalah Tony, ini soal Putra. Mukanya lo lihat?”
Zaldy mengangkat bahunya, sebenarnya Tata mengerti dengan alasan kemarahan Zaldy. Sebagai seseorang yang paling dekat dengannya dan selalu menempel padanya sepanjang nafasnya berhembus, Tata sudah sangat hafal dengan tiap pesan Zaldy tentang percintaan yang ia jalani.
“Afrizal Mahendra Putra, itu nama lengkapnya. Hendra yang lo kenal dengan Putra itu orang yang sama. Paham?!”
Zaldy menoleh dengan cepat, ia mengambil kembali HP Tata untuk memastikan apa yang ia dengar bukan hanya upaya Tata untuk mengelak dari kesalahan. Dia membuka foto yang terpasang sebagai gambar profil Putra
“Ooooooo….”
Renita meganggung anggukan kepalanya memahami keadaan, sedetik kemudian dengan setengah berteriak ke arah Tata dia bereaksi kaget
“Putra dan Hendra atau Mahendra adalah orang yang sama!!. Lo pacaran sama Putra yang tidak lain adalah Hendra!... Artinya.....  cowok yang waktu itu………… cowok Lo?”
Renita melotot ke arah Tata tidak percaya. Tata tersenyum memberikan jawaban
“Ta…. Kenapa lo selalu dapat yang perfect sih Ta? Dulu gue harus patah hati karena Tony. Anak Psikologi yang lo tolak juga cakep banget. Hendra……. Ouwww si mancung bibir merona harus gue kandasin juga, lalu Bintang lapangan si anak Pak Haji juga masih jadi potongan puzzle... haduuuuh”
Renita yang mulai lebay dengan gaya melodramanya merancau tidak karuan, Tata membungkam mulut Renita dengan cepat. Akan jadi masalah kalau sampai mulut itu mengeluarkan segala apa yang ia tahu dan terdengar oleh Zaldy. Zaldy yang sempet mendengarkan rancauan Renita kembali melemparkan pandangan pada Tata
“Lo diem napa sih, lebay tahu”
Tata mengedip kedipkan matanya pada Renita memberikan perintah untuk diam. Pandangan Zaldy yang penuh tanda tanya tertangkap oleh Renita yang kini mengulum bibirnya dengan kuat karena menyadari kesalahannya yang mungkin akan menimbulkan masalah baru buatnya ataupun Tata
“Apaan si Al? biasa aja kali…. Lo juga udah paham dengan keadaan seperti itu kan?”
Tata berkilah, ia merapikan rambutnya mencoba menutupi kegrogian yang menyerang
“Bintang lapangan? Siapa lagi??”
Tanya Zaldy mulai tidak percaya
“I…. itu maksud gue si Bram. Abraham…. Dia kan aktivis”
Tatapan Zaldy beralih ke Renita yang sedikit kelabakan mencari alasan mengambil tanggung jawab untuk memberikan penjelasan pada Zaldy karena mulutnya yang tidak bisa di rem
“Iya itu Zal… dia kan punya darah Arabian. Anak Pak Haji…. Dia getol kan usaha deketin Tata. Lo masa nggak paham sih!?”
Renita memasang wajah keselnya mencoba menyakinkan Zaldy dengan alasannya, ia mencoba rileks seakan ia menjelaskan apa yang sebenarnya sudah Zaldy pahami.
“Okelah, untuk sementara gue terima alasan lo…. Tapi inget ya Ta, gue nggak suka kalau lo main api. Oh iya lo dicariin Mama. Gue balik dulu”
Renita bernafas lega, Zaldy percaya pada apa yang ia ucapkan walaupun dengan keterpaksaan. Ia mengelus dadanya bersyukur
Sepeninggalan Zaldy, Tata hanya bisa melotot ke arah Renita dan gadis itu hanya tersenyum memamerkan gigi putihnya tanpa merasa bersalah. Suasana kampus masih cukup ramai meski tengah hari sudah berlalu dua jam yang lalu. Renita mencoba menggali informasi tentang hubungan Tata Hendra yang baru ia ketahui. Beberapa kali Renita terlihat kecewa oleh kebahagiaan sang sahabat, dimatanya Hendra yang ia kenal sekilas lalu adalah gambaran cowok sempurna yang ia idamkan. Kehidupan Tata diluar kampus memang tidak pernah ia ketahui dengan jelas, kerap menjalani pemotretan dan bergaul dengan banyak model baginya Tata masih sahabat cantiknya yang tidak banyak tingkah, hanya mahasiswi biasa yang terkadang mengambil pekerjaan sebagai model lantaran permintaan perusahaan sang ayah. Tata masih seorang cewek anti Mall yang selalu menempel pada sahabat kecilnya meskipun ia memiliki cowok hanya karena alasan keamanan. Ya ‘keamanan’ yang hanya diketahui maksudnya oleh Tata.
---
Silau lampu studio membuat Hendra mengedip kedipkan matanya dengan kuat, seorang makeup artis sibuk merapikan dandanan di wajah gantengnya. Pemotretan yang ia jalani hari ini terasa sangat melelahkan, ia membutuhkan sesuatu yang bisa membangkitkan semangatnya. Masih tersisa beberapa sesi lagi untuk bisa lepas dari sorotan lampu dengan watt yang super besar ini dan lagi model yang menjadi pasangannya dalam sesi selanjutnya masih dalam perjalanan. Hendra mengangkat wajahnya sembari memejamkan mata.
“Wo, ambilin HPku dong”
Pinta Hendra pada Bowo yang selalu menemaninya saat bekerja, sahabat yang juga sepupunya itu melangkah mendekat untuk menyerahkan apa yang diinginkan oleh Hendra. Mata Hendra masih terpejam sementara tangannya menengadah
“Lo tidur aja napa sih Hend, tanpa make up wajah lo kek zombie tahu?”
“Sialan Lo, justru zombie ini yang ngasih lo uang jajan!”
“Nggak tega gue, mata lo udah kek mata si Moy tuh”
“Sialan Lo…. Bagusan mata gue lah. Eh jangan sok manis deh Wo, geli gue dengernya”
“Iya bagusan Lo, tapi enakan lihat mata Moy dari pada mata Lo. Hahahahhaaa”
Fokus Hendra teralihkan dari layar HP dan menyaut apa saja yang ada di depannya untuk membuat Bowo berhenti mengejeknya. Ya, seharian ini Hendra hampir tidak memiliki waktu untuk memejamkan matanya. Sengaja bolos kuliah demi tangung jawab, justru membuatnya kewalahan karena harus menyelesaikan tugas secara bebarengan.
“Ada apaan sih, tumben rame” Zia memasuki studio, ia meletakkan tasnya dan mengambil tempat duduk di depan cermin siap memasang muka cantiknya untuk di dempul
“Lo kenapa lebih cepat dari yang gue harapin sih Zi”
Sambut Hendra dan melupakan tawa Bowo yang masih terdengar.
“Nyindir Lo?”
“Siapa yang nyindir, maksud gue tadinya biar bisa merem bentaran gitu”
“Gimana lo bisa merem kalau bercanda mulu”
“Tahu tuh Bowo. Asisten yang tidak pengertian”
“Sial…. Lo sebut gue asisten??? Sebut aja babu lo sekalian”
Bowo yang mendengar kata Asisten dilekatkan padanya terdiam. Kata itu tidak pernah ia terima jika dilekatkan padanya meski kenyataan berbicara seperti itu. Istilah Asisten sangat melukai harga dirinya, ia lebih suka disebut teman dalam artian seseorang yang menemani dan mendampingi Hendra agar dia tidak kewalahan saat memenuhi kewajibannya, tapi ogah disebut Manager karena tidak sanggup memikul tanggung jawab (sama aja kali ye)
“Cieeeee sensi amat Bro, kayak cewek lagi mens”
Zia yang beberapa kali bekerja bersama Hendra dan hafal akan karakter Bowo meledek. Tak ada yang dilakukan pemuda itu pada Zia ataupun Hendra, dia hanya menggerutu sendiri tak jelas terdengar dan Hendra kembali pada layar HPnya dengan senyum.
“Hend, udah lama gue nggak lihat lo ambil project dari Andromeda? Apa udah ada yang isi?”
Tanya Zia kemudian meninggalkan Bowo dengan kekesalannya
“Emang kenapa?”
“Ya barangkali saja selera mereka udah berubah, soalnya tadi gue sempet papasan sama Tata di depan”
“Violetta?”
Hendra menoleh ke arah Bowo, cowok itu pun sama kagetnya dengan Hendra. Hendra memang mengatakan jika dia bekerja full hari ini dan tidak bisa menemani Tata, tapi keberadaan Tata di gedung yang sama membuatnya cukup mendapatkan kejutan. Tata bukanlah orang yang akan menerima tawaran secara sembarangan, dia hanya akan mengambik pekerjaan dari perusahaan papanya dan juga bukan gadis yang rela mendatangi seorang cowok meskipun itu cowoknya sendiri. Tata memasang aturan tegas akan hal itu pada dirinya.
“Iya, Violetta. Gue pikir dia pemotretan juga. Makanya gue tanya sama lo. Kan dia model tetapnya Andromeda”
“Setahu gue nggak ada pemotretan untuk Andro kok hari ini, maksud gue belum ada agenda baru dari mereka. iya kan Om?”
Jawab Hendra dengan teriakan pada photographer diakhir untuk memastikan dugaannya. Sang pawang kamera itu mengayunkan jempolnya memberi jawaban. Zia mengangkat bahunya.
“Oke siap”
Teriak photographer memberikan komando pada teamnya agar segera mengambil posisi masing masing untuk memulai pekerjaan mereka kembali. Zia dan Hendra berdiri dari duduknya dan segera beraksi dalam sorotan lampu terang dan jepretan serta kilatan blitz.

Beberapa sesi terlewati, beberapa pose dan kostum rampung ia tuntaskan. Zia yang sudah berganti pakaian nampak masih membersihkan mukanya di depan cermin.
“Kenapa ya belum ada yang menandingin Tata dalam urusan make up”
Hendra yang mengikuti aktivitas Zia di depan cermin berceloteh
“Ish… nyesel gue sebut nama Tata di depan Lo”
Protes Zia yang mulai tidak nyaman dengan celotehan Hendra. Sudah bukan hal baru lagi jika Tatalah satu satunya model yang selalu membersihkan make upnya sampai benar benar hilang tidak bersisa. Datang dengan rambut dikuncir acak tanpa polesan dan pakaian cuek, pun demikian saat ia meninggalkan studio, bahkan lipstick pun tidak ada pernah menempel pada bibirnya. Akan jauh berbeda dari pemandangan saat model model lainnya terlihat, walau seperti itu, namun nama Tata masihlah sebagai model yang dipertimbangkan dan banyak dikejar. Wajah cantiknya sudah tidak diragukan lagi. Wajah hemat make up.
Sttt…. Sttt… stttt…. Bowo yang ada dibelakang mereka terus bersuara
“Susah kalau udah ngomongin dia, pasti akan terasa kurang mulu”
“Tapi itu kenyataan lo Zi”
“Haeeeeuuuh…. Lo muji setinggi langit juga nggak bakal jadi cowoknya Hend, udah deh terima saja yang ada di depan lo”
Sttt… sttt…. Suara Bowo kembali terdengar, Zia dan Hendra yang terlibat perbincangan serempak menoleh dan mereka melihat Bowo yang nyengir menampilkan barisan gigi sedikit kuningnya. Bowo sedikit terkekeh, dia tahu jika kedua orang yang sibuk di depan cermin itu kini kehilangan kata kata setelah menangkap sosok cantik yang menyandar di pintu melambaikan tangannya (Bukan kuntilanak loh ya). Dengan gaya khas, earphone menempel di kuping, Violetta melambaikan tangannya dan menyapa Photographer yang masih merapikan alat tempurnya. Hendra dan Zia berpandangan. Ada ekspresi yang bertolak belakang dari keduanya, jelas wajah bahagia melekat pada Hendra sedangkan senyum kecut yang dipaksakan kini terlihat jelas di wajah Zia. Tata melangkahkan kakinya, tangannya melepaskan earphone yang menutupi telinga.
“Hai Zi…. “
Ramah ia menyapa Zia yang bengong di depan cermin, ia menghampiri Bowo dan menggeser tempat cowok itu dengan halus
“Tumben Ta, ada kerjaan ya?”
Zia sedikit berbasa basi, meski ia yakin Tata tidak mendengarkan perbincangannya dengan Hendra karena hobbynya yang selalu mendengarkan music disetiap kesempatan, tapi ia merasa kikuk, batinnya sedikit meragu
“Nggak!”
“Terus???”
“Tu si Play Boy nggak balas pesan gue, makanya gue penasaran. Kucrut satu ini bilang kalau hampir selesai, jadi gue dateng”
Zia terdiam, ia melotot ke arah Hendra dengan telunjuknya tidak percaya, seorang Violetta mendatangi Hendra. Gadis dengan standart tinggi itu merepotkan dirinya hanya untuk seorang Hendra. ‘Well... its your jackpot’ batin Zia bersuara dengan tatapan dan kuluman bibirnya tak percaya menatap Hendra yang mengembangkan senyum
“Lo sama Zaldy?”
Tanyanya lagi dengan celingukan mencari bayangan tiga dimensi yang Tata miliki
“Nggak”
Zia semakin terkejut lagi, Tata lepas dari bayangannya. Zaldy hilang dari radius jangkauan Tata sementara gadis itu datang hanya untuk seorang Hendra. Ooooooo, mulutnya melongo, ia mengusir rasa penasarannya, ia merasa sangat mustahil jika Tata tertarik pada wajah ganteng Hendra yang standart. Tidak mudah memasuki kehidupan Tata jika hanya bermodal wajah ganteng semata, yang ia tahu Hendra tidak memiliki kelebihan lain selain itu dan itu cukup menjawab pertanyaan Zia jika dugaannya salah
“Pesen? Mana nggak ada pesen masuk kok?”
Hendra membuka kembali Hpnya… ia mengecek kotak pesan yang ia miliki. Dengan sedikit garukan kepala ia menyengir. Pemandangan bodoh itu membuat Zia geli, ia melemparkan tissue bekas yang dia pakai ke arah Hendra.
“Oke… gue duluan ya, eneg gue lihat lo Hend”
“Bye Zi, See you later”
Sebagai orang yang mengetahui kisah antara Tata dan Hendra, Bowo mengerti maksud kedipan mata sahabatnya selepas kepergian Zia. Ia menyusun strategi untuk bisa membiarkan Tata melepaskan dirinya tanpa banyak kata. Bowo memainkan iringnya seolah olah ada panggilan masuk dalam HPnya, ia berdiri dan menepuk pundak Hendra. Tata hanya diam mengikuti pergerakan Bowo yang mulai menjauh darinya.
‘iya, semuanya sudah selesai. Gue nggak lupa kok, tunggu aja bentaran’
Bowo berpura pura, jauh dalam batinnya ia takut HPnya akan berbunyi, dengan doa doa terucap dalam hati dia mendekati pintu
‘oke gue melesat kesana…….’
”Hend, gue cabut ya. Nih kunci mobil lo”
Saat handle pintu ditangan, kunci mobil dilemparkan ke arah Hendra dan Bowo sukses melesat tanpa ada acara tanya jawab atau tawar menawar dengan Tata.
“Lah… dia naik apa?”
Tanya Tata kemudian dengan muka sedikit bingung. Bingung karena merasa dialah yang membuat Hendra harus tinggal dan membiarkan Bowo pergi sendiri, seharusnya mereka pergi bersama, tapi kehadiran Tata yang tidak diundang sudah merusak semuanya.
Hendra tersenyum lalu mengandeng tangan Tata untuk segera pergi, Tata mencoba melepaskan tapi genggaman tangan Hendra cukup kuat untuk ia bisa terlepas. Mengetahui Tata yang terus berontak tak ingin ada yang melihatnya namun berbeda dengan Hendra yang masih percaya diri dengan senyumannya dan kerlingan mata menggoda Tata yang sedikit salah tingkah.
---

Hari hari Tata sedikit berbeda, kini tugas Zaldy sedikit ringan tapi tanggung jawabnya semakin besar. Tata yang selalu ogah untuk mengemudi sendiri akhirnya membuat Zaldy kewalahan menyesuaikan jadwalnya. Orang tua Tata yang selalu melemparkan tanggung jawab pengawasan Tata padanya membuatnya harus selalu siap siaga saat hand phone berdering memintanya datang kapanpun dan dimanapun. Ia sangat menyesali kedekatan Mamanya dengan orang tua Tata untuk saat ini, karena hal itu hanya membuatnya tidak bisa mengelak dari tugas yang diberikan padanya saat sang mama memberikan kunci mobil Tata padanya tiga hari lalu. Namun demikian Tata masih belum mengambil inisiatif untuk mampir ke kediaman Arifin, hampir tiga minggu ia hanya berkomunikasi dengan Nyonya Martha lewat udara dan selalu ada alasan untuk menolak permintaan ibu keduanya itu untuk mampir. Masih belum jelas apa penyebabnya, bahkan Zaldypun belum menemukan jawaban apapun tentang perubahan Tata yang aneh itu selain satu kata yang ia tahu pasti ‘Kasmaran’

Masih belum banyak yang berubah, saat Hendra tidak bisa menjemput atau mengantarnya tugas kenegaraan diemban oleh Zaldy, akan tetapi hari itu Tata sama sekali tidak menghubungi Zaldy dari pagi sampai sore hari. Pulang kuliah sudah sedikit sore, ia memutuskan untuk mengikuti acara yang direncanakan oleh Salsa dan Renita, berburu korea hanya untuk melewati waktu. Dengan menggunakan taksi ketiga gadis itu memasuki toko kaset yang ada di sebuah Mall. Tata dengan earphone yang selalu siaga membolak balik DVD yang ada, entah apa yang ia cari, yang jelas saat ini dipikirannya adalah menemukan tontonan yang akan bisa membunuh waktunya tanpa ada kata bosan.
“Ren…. Sini deh, ini bukan yang lagi rame di bahas temen temen di sosmed?”
Salsa dengan mata yang berbinar seakan menemukan sebongkah berlian mendekati Renita yang tengah sibuk memilih dan memilah
“Ini kan Ren? Sini deh Ta…. Katanya ini bikin kita blingsatan saat nonton”
“Apaan sih, jangan norak deh Sa”
Tata menyaut DVD yang ada ditangan Salsa.
“Ceritanya tentang apaan nih?”
Tanyanya kemudian
“Ini tentang dua gadis dengan karakter bertolak belakang tapi punya nama yang sama. Satu dan lainnya saling terhubung oleh nasib sampai akhirnya karena nama itu ada kesalahpahaman yang berujung cinta antara pacar si A dengan si gadis B”
“Ih klise ah.. yang main juga ga cakep cakep amat, cari yang lain aja”
“Gue lagi pingin nonton yang rada berat dikit”
Renita bersuara
“Sono tonton aja Achiara’s… rada garing tapi lumayan bikin mikir katanya”
Salsa yang masih memegang DVD pilihannya menimpali
“Ta… konon kabarnya ini kisseunya bikin gerah”
Salsa masih belum putus asa untuk mempengaruhi Tata pada pilihannya, Mata Tata berbinar, ada senyum dibibirnya demikian juga dengan Renita yang langsung menaruh DVD yang ia pegang dan berlari mendekat.  Salsa dan Renita bermain mata dan menyetujui kaputusan mereka. Satu judul telah disepakati. Tidak sampai disitu, tiga wanita muda itu masih mengambil beberapa judul yang menarik bagi mereka sampai akhirnya langit berubah warna.
Keluar dari Mall, Tata tidak bisa lagi dibujuk. Ia memaksa untuk pulang dari pada harus masuk ke resto yang ada sehinga Renita dan Salsa harus menyerah dan membiarkan Tata pulang dengan perut kosongnya.  Jam ditangan Tata sudah jam tujuh malam lewat, artinya jika tidak ada halangan maka apa yang ia rencanakan akan berjalan dengan lancar. ia mengeluarkan satu hoodie yang ia simpan dalam ranselnya, saat mendekati lokasi yang ia tuju ia kenakan dengan cepat dan memasukan habis rambut panjangnya disana. Suasana tidak pernah sepi, Tata berjalan menyusuri jalan taman dengan sedikit menundukkan kepala dan mulai memasuki area olah raga. Ia sedikit ragu, tidak menutup kemungkinan Zaldy ada disana karena area ini adalah area terdekat yang bisa dicapai Zaldy untuk memuaskan hobby.
‘Ah, peruntungan nggak akan terjawab sebelum gue mencobanya’ pikirnya memantapkan hati, ia mulai melangkah lagi akan tetapi
“Tata……”
Satu sumber suara membuat dia mematung, ia sangat mengenal suara itu. Tata terdiam, dua tangan yang ia sembunyikan dalam saku hoodienya mengepal dan matanya sedikit menyipit takut untuk membalikkan badan. ‘sial’ dia mengumpat dalam hatinya lirih
“Haduuuuh penampilan macam apa ini sayang”
Pak Dharmawan yang membawa tas raket lengkap dengan handuk yang masih ia gantungkan di leher nampak segar bermandikan keringat. Tata tersenyum.
“Ngapain kamu disini?”
“emang kenapa dengan penampilan Tata?”
Pak Dharmawan membuka penutup Hoodie yang menyembunyikan wajah Tata dari pandangan.
“Nggak gerah apa kamu pake ginian. Emang mau ngapain disini, Olah raga?”
Pria paruh baya itu meragukan tebakannya sendiri, Tata tidak akan pernah memilih berolah raga ditempat ramai seperti ini apalagi seorang diri
“Hanya lewat dan lagi pingin mampir…  mau ngecek si Al juga kenapa nggak jemput Tata, Pa”
“Lah si Al lagi beli minuman buat Papa, kita baru olah raga bareng rame rame dan katanya tidak ada telepon dari kamu buat dia jemput”
“Rame rame???”
“Iya… tu ada Mas Raka juga masih berkemas. Yuk sini anak Papa yang cantik ikut gabung ya, sekalian kita pulang bareng”
Tata melangkah lunglai, dia sangat menyesali keputusannya yang telah menolak ajakan dua sahabatnya. Harusnya dia masih bisa tertawa bareng mereka dan tidak berakhir tanpa hasil sebelum beraksi. Tata mati kutu dan menyerah bahwa apa yang ia rencanakan harus kandas oleh papanya sendiri
‘Ah hoodie sial’ umpatnya dalam hati karena ia tahu kalau sang Papa mengenalinya dari hoodie marun yang ia kenakan. Hoodie yang papanya berikan sebagai kado ulang tahun setahun lalu dengan huruf hangul di pundak kanan yang berarti cantik pasti dikenali dengan mudah oleh sang pemberi hadiah. Matanya melirik ke arah lapangan dan kakinya tidak bisa menolak mengekor dibelakang sang papa mendekati Raka.

Dont miss it :
Part 4 : PLAY GIRL JATUH CINTA : Mendung di Wajah Tata

Tidak ada komentar:

Posting Komentar