PLAY GIRL JATUH CINTA
Part
6. Penuh Tanya
Hari
ini bukanlah akhir pekan bukan pula tanggal merah, tapi Tata belum juga
meninggalkan istananya. Gadis itu masih berada di atas kasurnya menopang kepala
dengan dua tangan bertumpu pada bantal yang ada dipangkuannya, jemari lentik
bermain di kedua pipi putihnya dan matanya terus memandang ponsel yang ada
dihadapannya. Meski penampilannya bukanlah khas Tata pada hari libur, tapi tanda
tanda ia akan meninggalkan rumah sama sekali tidak terlihat. Cardigan berwarna kuning pucat menutupi
lengannya yang hanya memakai kaos pendek dengan jeans panjang berwana biru navy
sudah melekat pada badannya lengkap dengan rambut yang di angkat keatas khas
Tata, tapi gadis itu masih tidak bergerak dari kasurnya. Entah apa yang ia
pikirkan. Sekilas matanya melirik ke arah dinding dimana jarum terus berdetak
berada, ia menarik nafas panjang dan lalu mngembil ponsel itu.
‘Zaldy pasti sudah ada
di Kampus, Mas Raka dan Om Arifin udah ngantor. Di rumah hanya tinggal tante
Martha, itu artinya aman…. Tapi kalau dugaanku salah…. Ah sudahlah’
Ia
menggelengkan kepala dengan keras, Plan A gagal sebelum dilaksanakan
‘Ke Senayan??? Masa sendirian……. Ngajak
Hendra!…. Nggak mungkin, itu terlalu sembrono. Main ke lokasi Hendra…. Ah itu
lebih tidak masuk akal. Iish ini masih siang bolong Ta….tahan rasa penasaran
lo.....
Renita dan Salsa…..??’
Bibir
tipisnya ditahan dengan pipi yang menggembung
sedikit ragu dengan dua nama
yang muncul dalam pikirannya
‘Telepon Zaldy’
Pikiran
manjanya cepat mengambil keputusan, ia membuka kunci ponsel dan menekan nomor
Zaldy dengan yakin, tapi sedetik kemudian dia kembali tertunduk. Kata kata Raka
dalam pesan yang terkirim beberapa waktu lalu saat ia memaksa Zaldy untuk
datang ke rumah mematahkan niatnya. Bibirnya tertarik kebawah, ia nampak sangat
kesal tidak dapat memutuskan apa yang akan ia lakukan
sepanjang hari ini
‘Bodoh amat, gue nggak
mungkin diam saja mati kutu seperti ini’
Satu
nomor ia tekan dengan percaya diri, tapi sepertinya sang pemilik tidak merespon
karena setelah bebarapa nada tersambung belum ada jawaban
“Disaat
dibutuhin lo kemana si Ren…. Angkat pleaseeee”
Bibirnya
terus bergumam tak karuan menunggu telepon tersambung, beberapa detik kemudian
Tata justru menatap tajam layar ponselnya tidak percaya jika ia diacuhkan
“Awas
deh lo…. Kali ini jika tidak di jawab juga, bakal gue bales!”
Tata
masih terus berusaha, ia menggigit gigit kuku tangannya sembari menanti sapaan
yang ia harapkan dari panggilan yang ia lakukan, akan tetapi nihil. Untuk kedua
kalinya panggilan telepon yang ia tujukan untuk kedua sahabatnya terputus tanpa
ada jawaban. Tata membuang ponselnya lagi, ia mengumpat sekenaya, bergumam dan menggerutu tak jelas terdengar
Cling
satu pesan masuk, ia segera menyambar kembali barang canggih itu
‘Lo ada acara nggak hari ini’
Satu
pesan dari Zaldy masuk dalam ponselnya, Tata kembali terkulai. Bukan Zaldy yang
ia harapkan akan menanyakan jadwalnya hari ini
‘Nggak, emang kenapa?’
Tata membalas singkat
‘Kalau lo nggak ada
acara, gue mau hangout bareng temen basket. Gue bebas tuga kan hari ini’
‘Pergi aja, nanti kalau
ada acara gue bisa minta tolong Hendra’
‘Okay…. Have fun Ta,
salam buat Hendra’
Zaldy
mengakhiri percakapan melalui pesan text itu
“Fun kepalamu gundul….
Basa basi ngajakin kek, dasar nggak peka”
Tata
mengumpat Zaldy yang justru seakan memamerkan jadwal bahagianya melewati hari, sepertinya keputusan
untuk menahan diri dari kebiasaan menggantungkan diri pada Zaldy benar benar
membuatnya kelabakan membunuh waktu disaat tidak ada jadwal kuliah ataupun
kegiatan lainnya dalam sehari. Kebiasaan bak putri tidur yang hanya akan bangun
saat ciuman pangeran mendarat di bibir bukanlah solusi, Tata merebahkan
badannya. Kedua kaki ditumpuk sedemikian rupa dengan goyangan goyangan kecil
menemaninya memutar otak
♫♫♪♫
boom shake shake shake
boom
boom shake shake shake
boom
♫♫♪♫
“Udah
pergi aja… gue nggak ada acara”
Tanpa melihat siapa yang menghubunginya, Tata menjawab
telepon dengan nada setengah berteriak
“Pergi
kemana, Ta?... lo kenapa sih??”
Tata
terdiam, ia melihat nama yang tertera dalam panggilan telepon yang masuk dalam ponselnya
kaget karena jawaban yang ia terima tidak sesuai dengan tebakan
“sorry
sorry…. Gue kirain si Al. Ada
apa Sa?”
“Lah
malah balik tanya, harusnya gue yang tanya. Ada apa?”
Salsa
yang sebelumnya tidak menjawab panggilan Tata semakin bingung dengan kelakuan
Tata
“Siapa
yang nyari, siapa yang tanya ini. Lo kenapa sih Ta nggak focus amat. Putus
lagi?”
“Muke
gile gue nggak focus hanya karena cowok… ish…!”
“Terus
ngapain lo tadi nelponin gue?”
Tanya
Salsa lagi
“Lo
lagi sama Renita nggak?”
“Emang
kenapa, lo nyariin Nyit Nyit?”
“Nggak
juga sih…. Hmmm…. Kalau lo nggak sibuk, lo kerumah ya, ajak Renita sekalian”
“Emang
Lo nggak kuliah? Terus ngapain kita ke rumah Lo?”
“Iiiiih
banyak tanya amat sih lo, Sa…. Udah kesini dulu nanti baru tahu, uang taksi
ntar gue gantiin, udah cepet”
Sekali
lagi watak Tata yang suka memerintah kambuh. Gagal
menerapkannya pada Zaldy karena harga dirinya maka Renita dan Salsa yang
menjadi korban
“Ya
gue nyari Nyit Nyit dulu, kali aja dia masih ada kelas”
“Urusan
Lo, pokoknya gue tungguin di rumah”
Telepon
terputus, Tata melempar ponselnya diatas kasur. Horden yang semula dibiarkan
tertutup kini ia buka keseluruhan sehingga terang memasuki gua tempat
persembunyiannya. Cardigan kembali ia tanggalkan dan tanda tanda ia hanya akan
mendekam di rumah semakin jelas terlihat.
Jeans kini sudah berganti dengan pant pendek, ia keluar dari kamarnya dan
menuruni tangga mencari sosok lain yang masih tertinggal dalam bangunan megah itu.
Srek srek srek… langkah
kaki Tata yang malas mengangkat sandalnya sedikit menggema, rumah dengan
suasana yang selalu hening itu belum berubah. Tata melangkah menuju teras
samping rumahnya, ia menebak sang Mama sedang asyik menikmati tontonan tivi di
pendopo kecil dekat dengan kolam renang biasa yang beliau gunakan untuk mengusir
rasa sepinya bergosip ria dengan pembantu. Dan benar, lamat lamat kehebohan
terdengar saat Tata menyusuri teras penghubung bangunan. Tata melihat mamanya
sedang berdebat dengan pembantu tentang tayangan yang sedang mereka nikmati, ia
mendekat dan lalu menarik bantal yang ada di pangkuan sang mama lantas
menggunakannya untuk mengganjal kepala bersandar pada bale malas tempat favorit
sang papa.
“Ih
Ta… kamu nggak ke kampus”
Tata
menggeleng
“Nggak
ada acara dengan Hendra?”
Tata
kembali menggeleng dengan memainkan minuman yang ada di mulutnya hasil comotan
dari dapur sebelum ia datang ke pendopo
“Berarti
kamar sudah bisa mbak bersihkan, Non?”
Sang
pembantu bertanya. Kebiasaan Tata yang tidak ingin ada orang lain dalam
kamarnya ketika ia masih ada di dalam rumah membuat sang pembantu harus bekerja
dua kali hanya untuk membereskan kamar putri majikannya. Kini Tata mengangguk
ringan.
“hhhmmm
Mbak bisa pinjam CD korea juga nggak, Non”
Tanyanya
lagi dengan hati hati, ia membaca suasana hati tuan putrinya sedang tidak
begitu bagus sehingga ia harus ekstra sopan meminta ijin meminjam koleksi Tata.
Nyonya Jasmine menatap putrinya, Nyonya cantik itu menunggu respon dari
putrinya atas pertanyaan pembantu yang ingin meminjam koleksi korea yang ia
miliki. Jika anggukan artinya ia bisa memuaskan diri menikmati alur drama yang
berbeda dari tontonan harian yang ia nikmati. Dan Tata mengangguk, Nyonya
Jasmine memainkan alisnya memberi isyarat pada pembantunya, rupanya dua wanita
beda profesi itu sudah mengincar judul dari koleksi yang Tata miliki.
Cukup
pengang kuping Tata mendengarkan keributan antara Ny Jasmina dan Pembantu Rumah
Tangganya membahas setiap tayangan yang mereka tonton mulai dari iklan,
sinetron sampai pada bintang korea yang mereka tonton. Tata hanya bisa menggelang
dan sesekali tampak bibirnya mengerucut kesal karena menurutnya mereka terlalu
lebay. Sang Mama yang nampaknya sangat anggun dan elegan ternyata tidak mampu
mengendalikan pesona para bintang yang
ada dalam tayangan televisi. Tak ada yang bisa dibahas disaat konsentrasi
penghuni rumah sudah terfokus pada layar kaca, Tata bergegas kembali ke
kamarnya. Sesampainya di kamar, ia membuka ponsel mencoba mengecek barangkali
ada sesuatu hal yang penting yang dapat membuatnya sedikit bersemangat namun nihil
karena tidak satu pun yang sanggup mengusir rasa bosan dan mati gayanya hari
ini.
“Taa…..
Tata, bangun woi….”
Renita
menggoyang goyangkan badan Tata yang tertidur telungkup diatas kasur dengan majalah di tangan
“Ta….
Buka mata lo, jam segini molor…. Heeei ini gue sama Salsa udah nyampe. Bangun
bangun woooi”
Sekali
lagi Renita berteriak memaksa Tata membuka matanya, kamar nampak masih rapi
menandakan bahwa Tata benar benar belum melakukan hal yang berarti di ruangan itu. Renita melepaskan
jaket yang ia kenakan dan lalu merebahkan badannya di samping Tata. Masih
dengan nada yang malas, Tata menyapa sahabatnya
“Udah
lama lo?”
“Barusan”
“Salsa
mana?”
“Tau
tuh… kayaknya lagi sama Mama Lo di pendopo”
“Nonton
Drakor????”
“Tauuuu….
Tadi kedengeran rame banget jadinya dia nelonyor kesana. Paling juga nanyain makanan”
“Lah
yang bukain pintu buat lo berdua, siapa?”
“Ya
pembantu lo lah… masa gue menyelinap masuk kamar lo kayak maling. Aiiish ati
ati lo kalau main nuduh bisa dilaporin lo”
“Idiiih
siapa yang nuduh, gua nanya… NANYA, Ren”
Tata
membalikkan badannya dan lalu menimpuk wajah Renita dengan bantal yang ada
“Aduuuuuuh…….
parah parah”
“Apaan
sih?”
Tiba tiba Salsa memasuki kamar
Tata dengan mulut komat kamit terus keheranan dengan apa yang sudah ia saksikan
di pendopo mini rumah Tata, Renita yang semula terbaring memejamkan matanya
sudah beralih posisi siap mendengarkan cerita Salsa yang terus mengumpat penuh
ketidak percayaan sementara Tata hanya diam tak berkomentar karena sudah bisa
menebak apa yang menjadi sumber keheranan sahabatnya
“Ta,
setiap hari rumah lo kayak gini ya”
Tanya
Salsa sebelum dia menjabarkan cerita yang membuatnya hampir sakit kepala karena
tidak percaya
“Maksud
Lo?”
Renita
balik bertanya pada Salsa karena kini dia heran dengan pertanyaan yang diajukan
oleh Salsa mengingat ini bukanlah pertama kalinya bagi Salsa menginjakkan
kaki di kediaman keluarga Darmawan selama mereka bersahabat dengan Tata.
“Maksud
gue tingkah Tante Jasmine kalau berada di rumah?”
“Tante
Jasmine?”
“Hooh”
“Kenapa,
mereka masih terus saling ngenyel dengan idola masing masing dan membandingkan
dengan artis indo”
Tata
menjawab santai dan kembali menelungkupkan badannya diatas guling sembari
memainkan ponselnya
“Itu
yang gue maksud” jawab Salsa cepat
“Emang
kenapa?”
Renita
yang mulai penasaran ikut menambahkan pertanyaan
“Asal
lo tau Nyit… wuih kacau, udah tiap segmen di bahas habis, pemainnya di banding
bandingin ma produk local kita lantas pindah chanel iklan pun dibahas tuntas hahahahahaaaa....”
“Heol…
sumpeh lo?”
Renita
terkejut tak percaya dan kemudian
ikut tertawa mendengar penjelasan dari Salsa
“Beneran,
gue aja heran…. Yang lebih parah lagi, itu muka Hendra yanga ada di iklan. Huh
habis sama pembokat Tata”
“hahahahaaaa….
Itu Ta alasan lo malas nonton sama mama lo?”
Tata
mengangguk sedangkan Salsa dan Renita tertawa tidak percaya bahwa wanita paruh
baya yang sangat feminine dan berkarisma itu akan menunjukkan sisi lain yang bertolak belakand dengan
penampilannya ketika menikmati hiburannya. Ditengah canda tawa Salsa dan Renita
yang meledek Tata, salah satu obyek pembicaraan mereka memasuki kamar Tata
dengan nampan yang penuh dengan makanan dan minuman, keduanya terdiam dan Tata
hanya bisa melempar dua makhluk bising itu dengan apa saja yang dapat ia raih
untuk sekedar menegaskan ‘tu orang yang
kalian tertawakan menjamu dengan penuh kesopanan’ dan selepas pembantu Tata
meninggalkan kamar keduanya kembali terbahak
“Ta…
kuping lo nggak panas ya saat Hendra dibandingkan dengan orang lain yang emak
lo suka?”
“Hendra?”
“Iya
Nyit…. Itu tante Jasmine yang muka Indo ternyata lebih tertarik sama wajah lokal loh… hahahahaha”
“Maksud
lo, Sa?”
“Iya... hahahaha susah jelasinnya, lo intip sendiri gih
di pendopo, pasti lo bakal paham ....”
“Hust... berisik lo Sa”
Tata yang mulai kebisingan dengan tema pembicaraan yang
menjadi makanannya setiap hari sedikit kesal
“Emak Lo lebih demen muka muka semacam si Al dari pada
cowok lo, apa kata emak lo seandainya tahu muka anak pak haji ya?”
Salsa masih tidak bisa menahan rasa gelinya melihat
reaksi nyonya Jasmine dengan wajah wajah indo yang bertebaran di layar kaca
“Gue aja belum tau muka si anak pak haji itu, apalagi
emak gue”
“Kan gue pernah ngirim fotonya Ta ke Hp lo”
“Apaan kirim foto apa kirim jepretan hasil reka kejahatan
Lo Ren... udah jauh ngeblur pula”
“Hahahahahaa anak Pak Haji nggak akan lulus sensor emak
lo Ta, gue yakin”
Salsa terus terbahak menertawakan Tata dengan pemuda
pemuda berwajah Indo yang ada disekiliking dan sangat bertolak belakang dengan
selera orang tuanya
“udah diem kenapa sih Sa.... pengang nih kuping gue”
Tata yang sudah menahan rasa kekinya kini tidak dapat
membendung lagi, ia menutup muka Salsa dengan bantal yang ia pegang dan terus
berusaha menghentikan suara tawa Salsa yang memberontak. Canda tawa ketiga
sahabat itu terdengar sangat kacau dan gaduh.
Lelah bergumul dengan bantal dan guling, ketiganya
tertawa bersama dan kini dengan nafas yang masih terengah engah mereka
telentang diatas kasur memandang langit langit kamar yang polos berwarna putih.
Angan angan ketiganya saling berlarian entah kemana mengikuti apa yang mereka
pikirkan.
“Lo kenapa nggak ke kampus, nggak ada kuliah?”
Tanya Renita kemudian, setelah suasana hening sempat
hinggap beberapa menit lamanya
“Gue lagi suntuk parah.... percuma ke kampus kalau nggak
bisa konsen”
“Lo kenapa sih Ta, akhir akhir ini sensi banget, bukannya
lo punya pacar. Harusnya lo berbunga bunga dong setiap harinya”
“Betul…
kan udah resmi punya pacar, apalagi coba”
Salsa
mengangguk setuju dengan pernyataan Renita, Tata yang kini memiliki Hendra
memang seharusnya tidak lagi memiliki alasan untuk galau mengingat mereka baru
saja meresmikan hubungan. Resmi??... Salsa dan Renita berpandangan, isi kepala
keduanya seakan menemukan satu point yang sama.
“Apa??!!”
Tata
bangkit dari posisinya berusaha menjauh dari kedua sahabatnya karena ia seakan
bisa membaca isi dari pikiran dua orang yang kini menatapnya
“Nggak
penting apa yang akan lo berdua tanyain ke gue, tanggal jadian kan???”
Keduanya
mengangguk dengan mantap
“Tidak
ada tanggal jadian dan sejauh ini gue ma Hendra tidak ada acara tembak
menembak. Kita tahu apa yang kami lakukan dan kami cukup dewasa untuk memahami
hubungan yang sedang ada diantara kami. Titik dan gue tidak menerima
pertanyaan, okay!”
Tidak
ada titik dan koma dalam kalimat Tata, ia mengucapkan apa yang ingin ia
sampaikan dengan kalimat tanpa jeda. Yang ia pahami kini, kedua sahabatnya
cukup penasaran dengan cerita awal hubungannya dengan Hendra ataupun alasan
dirinya merasakan kejenuhan.
”Terus
lo suntuk, kenapa? Harusnya sebagai seorang cewek yang mempunyai cowok sekeren
dan seganteng Hendra, lo nggak ada alasan untuk itu Ta. Lo tinggal ngajak
Hendra jalan, manja manjaan sama dia dan selesailah urusan hati lo. Lalu kenapa
lo justru memanggil kita berdua kesini?”
“betul”
Renita
menutup muka Salsa dengan jarinya saat untuk kesekian kalinya gadis bermata
sipit itu mengannguk dengan reaksi yang sama.
“Atau
jangan jangan Lo belum yakin sama perasaan lo ke Hendra ya?”
Lanjut
Renita kemudian
“Nyit…
gila lo”
Salsa
menyenggol pelan Renita, dia takut Tata akan merasa tersinggung dengan pertanyaan
Renita tentang perasaannya. Ia tahu Tata seseorang yang sangat terbuka tapi
tidak dengan urusan hatinya,
Tata tidak akan membiarkan orang lain mencampuri keputusan yang ia ambil jika
itu tentang hati.
Kling
benda serba canggih itu menyita perhatian ketiganya, layar menyala. Dengan
segera Tata menyambar ponselnya sebelum Renita dan Salsa membaca pesan yang
masuk disana
‘Ta, siang malam ini
gue harus ke Surabaya. Ada kerjaan disana selama tiga harian. Bisa kita ketemu
sebelum gue ke Bandara?’
Tata membaca pesan itu dengan
ekspresi datar, ia ragu untuk memutuskan.
‘Gue
nggak janji Hend, tapi nanti gue kabari. Hari ini gue padat banget’
‘okay,
tapi usahakan ya…. Gue kangen sama lo, Ta’
‘begitu
urusan gue selesai, gue akan kasih kabar’
‘Gue
tunggu cantik, love you…’
Bibir
Tata tersenyum, tapi jemarinya tidak lagi membalas pesan cinta Hendra. Melihat
senyum mengembang di bibir tipis Tata yang sedang galau, Renita dan Salsa
berpandangan. Keduanya mengangkat bahu secara bersamaan dan kompak menarik
nafas panjang lalu menjatuhkan badan kembali diatas kasur yang sudah terlihat
tidak rapi dan kemudian Tata menimpa keduanya dengan sengaja semakin
memperparah keadaan kasur karena gerak ketiganya yang tidak beraturan.
“By
the Way Ta…. Kemarin kita ketemu sama anak Pak Haji”
Renita
teringat pada pertemuan secara tidak sengaja dengan pemuda yang kini menyita
perhatian Tata karena rasa penasaran yang memenuhi dirinya
“Dimana??”
Tata
yang mendengar sebutan anak pak haji keluar dari mulut Renita langsung terlihat
antusias
“Di
CafĂ© tempat gue dan Salsa makan”
“Hooh”
Salsa menegaskan
“Haaaaah
gue bener bener ketiban sial kemarin… tahu gitu harusnya gue ngikut kalian aja”
“Lagian
lo sok sibuk bener, emang lo kemarin kemana sih?”
Tata
tidak menjawab, dia hanya tersenyum dengan gaya malu malunya menyembunyikan
kebenaran dari kedua sahabatnya
“Jangan
bilang lo ngintai anak pak Haji lagi?”
Tata
mengangguk, sontak anggukan Tata membuat dua sahabatnya kembali terpingkal
pingkal karena Tata melakukan hal yang sia sia
“Dan
gue berakhir tanpa hasil dengan pasrah mengekor langkah Papa”
Tata
menjelaskan kesialan yang ia alami dengan suara malas dan wajah kecutnya
“KEPERGOK”
Kompak
keduanya meledek Tata yang kembali memasang wajah Betenya karena harus
mengingat kejadian yang ia alami kemarin malam. Tawa kembali pecah.
---
Raka
menatap laptopnya dengan kerutan di dahi, ia nampak sangat serius. Sesekali ia
membuka ponselnya seakan berniat akan menelpon seseorang namun ragu ragu.
Beberapa saat apa yang dilakukan Raka tidak berubah, apa yang ada di layar
laptopnya bukanlah hal yang menjadikan kerutan di kening. Benda itu hanya ia
jadikan sebagai kamuflase seandainya dengan tiba tiba ada yang memasuki ruang
kerjanya. Keadaan ini sebenarnya sudah mengganggu pikirannya selama beberapa
hari belakangan, ia merasa ada yang salah dengan hari harinya. Ada satu
kejanggalan yang mengganggu hatinya selama kurang lebih sebulan ini dan ia
menemukan jawaban itu semalam. Ia sangat yakin itulah yang selama sebulan ini
menjadi penyebab ketidaknyamanan yang ia rasakan, sesuatu yang hilang dari hari harinya tanpa ia sadari sebelumnya.
Raka tidak bisa memastikan apapun, ia bahkan tidak berani membahas keadaan yang
ia rasakan dengan siapapun karena ia sendiri merasa bahwa hanya dirinya yang
merasakan dan tidak dengan lingkungannya. Kejadian semalam memberikan keyakinan
penuh padanya, namun ia tidak berani mengambil tindakan. Ia terus berpikir dan
berpikir dengan apa yang akan ia lakukan.
Tidak
ada yang Raka kerjakan seharian ini, setelah meeting selesai ia hanya duduk di
kursi kerjanya dengan memandang laptop seakan sibuk mengerjakan projrect besar
yang memerlukan pemikiran dan perhitungan jeli sehingga ia harus mengerutkan
dahi.
‘Tidak banyak bicara,
menghindari kontak mata dan selalu menghindar dalam setiap perbincangan’
Raka
menarik nafas panjang, seharian ia memikirkan dan tidak menemukan jawaban dari
tiga point yang ia temukan
‘Dia bukan tipe gadis
yang bisa diam tanpa alasan kuat, bukan juga seorang gadis yang akan menjaga
image di depan orang lain dengan kepura puraan. Dia gadis yang sangat manja dan
tidak akan melu malu manampakkan itu dimanapun ia berada. Yang paling penting,
dia orang yang tidak akan betah berada di tempat ramai apalagi hanya seorang
diri. Kemarin???, apa yang dia lakukan, untuk apa dia disana dengan gaya
pakaian yang seperti itu?. Dan apa yang ia lakukan itu hanya padaku, tidak pada
Zaldy. Ada apa ini sebenarnya?’
Raka
terus merangkai apa yang bisa ia ingat dari setiap kejadian yang telah ia alami
untuk menemukan jawaban atas pertanyaan pertanyaan yang menggaggu pikirannya.
Ia tidak mengetahui secara pasti apa yang terjadi pada orang lain disekitarnya
tapi ia merasa sangat yakin bahwa hanya dia yang mendapatkan perlakuan aneh
dari gadis yang kini sangat dingin itu. Selama sebulan ini Raka memang sangat
jarang melihat gadis itu berada di rumahnya, tapi dia tidak pernah berpikir
bahwa hal itu aneh, awalnya ia mengira kepulangannya ke rumah terlambat
sehingga tidak sempat melihat gadis yang menghabiskan lebih banyak waktunya di
rumahnya itu ada disana, ia juga tidak aware dengan keberadaan adiknya yang
lebih banyak berada di rumah saat dia pulang dari kerja. Zaldy lebih banyak
berada di rumah ketimbang dengan hari hari sebelumnya dan itu diluar
kebiasaannya yang terlihat lebih sibuk dari dirinya, waktu itu yang ada di
pikirannya hanya satu, status.
‘Apakah aku melakukan
kesalahan padanya, tapi apa? Sejauh ini tidak ada hal yang membuat Tata harus
merasa kesal padaku. Kami jarang sekali berinteraksi selain saat dia main ke
rumah. Apakah dia menemukan sesuatu tentang diriku yang salah sehingga dia
menjaga jarak karena menganggap itu akan berpengaruh negative padanya? Rasanya
tidak mungkin, sejauh ini Tata sangat mengagumiku sebagai seorang kakak ataupun
pengusaha muda. Dia selalu meganggap apa yang aku lakukan adalah hal yang
pantas untuk menerima acungan jempol bahkan disaat aku sendiri tidak yakin.
Lalu kenapa tiba tiba dia bersikap demikian. Apakah pacarnya melarang dia
terlalu akrab denganku, tapi sama Zaldy?? Bukankah Al juga orang lain dalam
hidup Tata. Kenapa sama Al dia tetap bersikap wajar sedangkan denganku dia
sangat lain seakan dia sangat muak terhadapku. Ancamankah diriku bagi
hubungannya dengan model itu? Bukankah dia lebih memiliki segalanya jika
dibandingkan dengan aku. Dia ganteng, atletis, putih dan lagi dia memiliki pesona yang aku
tidak punya. Berarti itu bukan alasannya, tapi apa??? Apakah ini hanya
pikiranku saja yang terlalu perasa?’
Raka
terus berpikir, dia tidak bisa melupakan sorot mata dingin yang Tata berikan
semalam. Raka sangat yakin seandainya bukan Pak Darmawan yang memaksanya, gadis
itu sudah memilih untuk melarikan diri ketimbang harus berada disana
bersamanya, bersama dengan team mereka. Kemarahan yang ada di dalam sorot mata
indah itu sama sekali tidak bisa ditutupi oleh senyum yang Tata paksakan, dia
tersenyum dengan wajah yang sangat aneh dan keanehan itu semakin terasa saat
Zaldy bergabung bersama mereka dan Tata memperlakukannya secara wajar. Marah
karena Zaldy tidak bisa dihubungi, ngotot dan tidak ingin dikalahkan saat
beradu mulut akan tetapi saat Pak Darmawan mulai mengajak dirinya (Raka)
berbicara maka Tata akan diam dan segera memasang ekspresi datarnya.
Kebengongan Raka berlangsung sangat lama, bahkan dia tidak menyadari sekretaris
yang masuk ke ruangannya sudah berdiri mematung beberapa detik di hadapannya
menunggu jawaban atas apa yang ia sampaikan
“Uh…
ada apa Yen?”
Tanyanya
kikuk saat ia menyadari ada seseorang dalam ruanganya, sesaat ia terdiam dan
lalu menarik nafas dalam yang berat
“Maaf,
saya sedikit lelah akhir akhir ini sehingga tidak bisa konsentrasi dengan
benar. Saya harus tanda tangan dimana?”
Tanya
Raka tanpa membaca berkas apa yang disodorkan oleh sekertarisnya, ia hanya
membolak balikkan lembaran demi lembaran dalam map itu mencari tempat yang
benar baginya untuk membubuhkan tanda tangan
“Tidak
dibaca lagi Pak, barang kali ada koreksi lagi”
“Tidak
usah, saya percaya sama hasil kerja kamu. Segera kamu fax saja ke kantor pusat
sdetelah saya tanda tangani”
“Baik
Pak”
“Oh
iya, Yen. Jadwal saya untuk esok hari kamu rescheduling ya…. Besok saya ingin
istirahat dulu.. kalau tidak ada yang mendesak kamu handle semuanya”
“Baik
Pak”
“Hari
ini tidak ada sesuatu yang penting lagi kan?”
Tanya
Raka kemudian untuk memastikan bahwa keberadaannya di kantor sudah tidak begitu
dubutuhkan dan dia bisa meninggalkan segala kepenatan
“Hari
ini tidak lagi pertemuan yang harus Bapak hadiri, hanya ada pihak supplier
nanti yang akan datang dan bisa di handle sama devisi logistic”
“Oke
kalau gitu kirimkan ini ke kantor pusat. Kalau ada apa apa kamu telepon saja,
saya mau balik dulu”
“Baik
Pak”
Raka
meninggalkan ruangannya dengan sekertaris yang masih membereskan meja kerja,
pergi meninggalkan segala pertanyaan tanpa jawab yang belum dapat dia pecahkan.
---
Setelah
seharian menghabiskan waktu dengan kedua sahabatnya, Tata sedikit merasa lega.
Kepenatan yang ada dalam pikirannya sedikit berkurang dengan canda tawa yang
mereka nikmati bersama. Tata mengambil kunci motor, rasanya tidak menikmati
udara luar selama sehari ini membuatnya mengharuskan diri untuk keluar rumah,
ia memutuskan untuk membeli sesuatu di Mini Market yang ada di depan
kompleksnya. Suasana sore hari dengan hawa sejuk dan langit cerah sangat sayang
jika dilewatkan. Tanpa ada sedikit niatpun
dibenak Tata untuk pergi menemui Hendra sesuai dengan permintaan. Ia benar
benar enggan untuk meninggalkan rumah dan lagi Zaldy tidak akan bisa
mengantakan , sementara untuk menaiki taksi ia kurang percaya diri. Keputusan untuk
menolak ajakan Hendra bertemu sebelum dia terbang ke Surabaya sudah bulat
diambil, Tata mantap. Ia memarkir motornya di
depan toko dan menitipkannya pada tukang parkir yang menjadi langganan
godaannya
“Eh
Mbak Tata… tumben sendirian Mbak”
“Lah
memangnya harus sama siapa Mas? Harus bawa rombongan?”
“Mbak
Tata bisa saja. Mau belanja ya Mbak”
“Nggak
Mas, mau foto copy”
“Lah
bagaimana ini mbak Tata?’
“Ya
iyalah mau belanja Mas…. Mas Darto juga udah tahu ini mini mart, masih tanya
aja. Udah ah nitip sebentar ya”
“Beres
mbak”
Tata
meninggalka motornya dan memasuki mini market langganannya itu. Entah apa yang
akan ia beli, yang dia cari adalah sesuatu yang dapat mengalihkan perhatiannya
dan rak camilan menjadi sasaran pertama yang ia tuju. Selesai memenuhi
keranjang dengan aneka snack kegemarannya, Tata berlari menuju rak kecil tempat
teenlit berada. Setengah berlari
dengan menjawab telepon Renita, matanya mengincar satu buku kecil yang dipajang
disana
“Iya
Ren, gue hampir lupa… kayaknya sih tadi gue
sempet lihat, tapi gue ragu mo ambilnya”
“Iya ini gue lagi ada di mini market depan”
Dengan satu keranjang belanjaan ditangan dan menjawab ponsel
di tangan lainnya, Tata berlari kecil menuju tempat barang incarannya berada,
secepat kilat ia mengambil teenlit
yang ia bicarakan dengan Renita dalam telepon dan tanpa sengaja menyenggol
konsumen lain yang sudah berdiri di depan rak membaca sinopsis buku yang ia
pegang
“Oh Maaf Mas”
“Ta?”
Tata terdiam sesaat ketika dia sadar seseorang yang sudah
ia senggol. Tanpa membaca teenlit yang ia ambil, Tata memasukkannya dengan
segera kedalam keranjang dan menyodorkannya pada petugas kasir yang ada. Dia berharap
kasir akan menotal barang belanjaannya dengan ekstra cepat.
“Sama Al?”
“Nggak, sendiri”
Jawab Tata singkat, enggan berbasa basi
“Berapa Mbak?”
Tanya Tata sesaat kemudian pada petugas kasir. Dengan menyodorkan
beberapa lembar rupiah Tata mengambil tas kresek yang penuh dengan makanan
ringan
“Ta, tunggu dulu.. gue mau ngomong sama Lo”
Raka mencoba menghentikan langkah Tata yang
menghindarinya, tapi tatapan dingin Tata saat menoleh padanya membuat dia
menghentikan niat untuk mengejar gadis itu. Ia menarik nafas dalam dengan
gelengan melihat punggung Tata yang kini sudah ada di parkiran siap
meninggalkan halaman mini market dengan motornya menghilang dibalik senja, senja
yang memerah seakan menyempurnakan amarah Tata yang sama sekali tidak ia
ketahui alasanya.
Dont Miss it :
Part 5 : PLAY GIRL JATUH CINTA : Unlucky
Tinggalkan jejak komenmu ya guys.... thanks
BalasHapus