Jumat, 12 Agustus 2016

PLAY GIRL JATUH CINTA : Penuh Tanya


PLAY GIRL JATUH CINTA


Part 6. Penuh Tanya


Hari ini bukanlah akhir pekan bukan pula tanggal merah, tapi Tata belum juga meninggalkan istananya. Gadis itu masih berada di atas kasurnya menopang kepala dengan dua tangan bertumpu pada bantal yang ada dipangkuannya, jemari lentik bermain di kedua pipi putihnya dan matanya terus memandang ponsel yang ada dihadapannya. Meski penampilannya bukanlah khas Tata pada hari libur, tapi tanda tanda ia akan meninggalkan rumah sama sekali tidak terlihat. Cardigan berwarna kuning pucat menutupi lengannya yang hanya memakai kaos pendek dengan jeans panjang berwana biru navy sudah melekat pada badannya lengkap dengan rambut yang di angkat keatas khas Tata, tapi gadis itu masih tidak bergerak dari kasurnya. Entah apa yang ia pikirkan. Sekilas matanya melirik ke arah dinding dimana jarum terus berdetak berada, ia menarik nafas panjang dan lalu mngembil ponsel itu.
‘Zaldy pasti sudah ada di Kampus, Mas Raka dan Om Arifin udah ngantor. Di rumah hanya tinggal tante Martha, itu artinya aman…. Tapi kalau dugaanku salah…. Ah sudahlah’
Ia menggelengkan kepala dengan keras, Plan A gagal sebelum dilaksanakan
Ke Senayan??? Masa sendirian……. Ngajak Hendra!…. Nggak mungkin, itu terlalu sembrono. Main ke lokasi Hendra…. Ah itu lebih tidak masuk akal. Iish ini masih siang bolong Ta….tahan rasa penasaran lo.....  
Renita dan Salsa…..??’
Bibir tipisnya ditahan dengan pipi yang menggembung  sedikit ragu dengan dua nama yang muncul dalam pikirannya
‘Telepon Zaldy’
Pikiran manjanya cepat mengambil keputusan, ia membuka kunci ponsel dan menekan nomor Zaldy dengan yakin, tapi sedetik kemudian dia kembali tertunduk. Kata kata Raka dalam pesan yang terkirim beberapa waktu lalu saat ia memaksa Zaldy untuk datang ke rumah mematahkan niatnya. Bibirnya tertarik kebawah, ia nampak sangat kesal tidak dapat memutuskan apa yang akan ia lakukan sepanjang hari ini
‘Bodoh amat, gue nggak mungkin diam saja mati kutu seperti ini’
Satu nomor ia tekan dengan percaya diri, tapi sepertinya sang pemilik tidak merespon karena setelah bebarapa nada tersambung belum ada jawaban
“Disaat dibutuhin lo kemana si Ren…. Angkat pleaseeee”
Bibirnya terus bergumam tak karuan menunggu telepon tersambung, beberapa detik kemudian Tata justru menatap tajam layar ponselnya tidak percaya jika ia diacuhkan
“Awas deh lo…. Kali ini jika tidak di jawab juga, bakal gue bales!”
Tata masih terus berusaha, ia menggigit gigit kuku tangannya sembari menanti sapaan yang ia harapkan dari panggilan yang ia lakukan, akan tetapi nihil. Untuk kedua kalinya panggilan telepon yang ia tujukan untuk kedua sahabatnya terputus tanpa ada jawaban. Tata membuang ponselnya lagi, ia mengumpat sekenaya, bergumam dan menggerutu tak jelas terdengar
Cling satu pesan masuk, ia segera menyambar kembali barang canggih itu
Lo ada acara nggak hari ini’
Satu pesan dari Zaldy masuk dalam ponselnya, Tata kembali terkulai. Bukan Zaldy yang ia harapkan akan menanyakan jadwalnya hari ini
Nggak, emang kenapa?’
Tata membalas singkat
‘Kalau lo nggak ada acara, gue mau hangout bareng temen basket. Gue bebas tuga kan hari ini
‘Pergi aja, nanti kalau ada acara gue bisa minta tolong Hendra’
‘Okay…. Have fun Ta, salam buat Hendra’
Zaldy mengakhiri percakapan melalui pesan text itu
Fun kepalamu gundul…. Basa basi ngajakin kek, dasar nggak peka”
Tata mengumpat Zaldy yang justru seakan memamerkan jadwal bahagianya melewati hari, sepertinya keputusan untuk menahan diri dari kebiasaan menggantungkan diri pada Zaldy benar benar membuatnya kelabakan membunuh waktu disaat tidak ada jadwal kuliah ataupun kegiatan lainnya dalam sehari. Kebiasaan bak putri tidur yang hanya akan bangun saat ciuman pangeran mendarat di bibir bukanlah solusi, Tata merebahkan badannya. Kedua kaki ditumpuk sedemikian rupa dengan goyangan goyangan kecil menemaninya memutar otak
♫♫♪♫
boom shake shake shake boom
boom shake shake shake boom
♫♫♪♫
“Udah pergi aja… gue nggak ada acara”
Tanpa melihat siapa yang menghubunginya, Tata menjawab telepon dengan nada setengah berteriak
“Pergi kemana, Ta?... lo kenapa sih??”
Tata terdiam, ia melihat nama yang tertera dalam panggilan telepon yang masuk dalam ponselnya kaget karena jawaban yang ia terima tidak sesuai dengan tebakan
“sorry sorry…. Gue kirain si Al. Ada apa Sa?”
“Lah malah balik tanya, harusnya gue yang tanya. Ada apa?”
Salsa yang sebelumnya tidak menjawab panggilan Tata semakin bingung dengan kelakuan Tata
“Siapa yang nyari, siapa yang tanya ini. Lo kenapa sih Ta nggak focus amat. Putus lagi?”
“Muke gile gue nggak focus hanya karena cowok… ish…!”
“Terus ngapain lo tadi nelponin gue?”
Tanya Salsa lagi
“Lo lagi sama Renita nggak?”
“Emang kenapa, lo nyariin Nyit Nyit?”
“Nggak juga sih…. Hmmm…. Kalau lo nggak sibuk, lo kerumah ya, ajak Renita sekalian”
“Emang Lo nggak kuliah? Terus ngapain kita ke rumah Lo?”
“Iiiiih banyak tanya amat sih lo, Sa…. Udah kesini dulu nanti baru tahu, uang taksi ntar gue gantiin, udah cepet”
Sekali lagi watak Tata yang suka memerintah kambuh. Gagal menerapkannya pada Zaldy karena harga dirinya maka Renita dan Salsa yang menjadi korban
“Ya gue nyari Nyit Nyit dulu, kali aja dia masih ada kelas”
“Urusan Lo, pokoknya gue tungguin di rumah”
Telepon terputus, Tata melempar ponselnya diatas kasur. Horden yang semula dibiarkan tertutup kini ia buka keseluruhan sehingga terang memasuki gua tempat persembunyiannya. Cardigan kembali ia tanggalkan dan tanda tanda ia hanya akan mendekam di rumah semakin jelas terlihat. Jeans kini sudah berganti dengan pant pendek, ia keluar dari kamarnya dan menuruni tangga mencari sosok lain yang masih tertinggal dalam bangunan megah itu.
Srek srek srek… langkah kaki Tata yang malas mengangkat sandalnya sedikit menggema, rumah dengan suasana yang selalu hening itu belum berubah. Tata melangkah menuju teras samping rumahnya, ia menebak sang Mama sedang asyik menikmati tontonan tivi di pendopo kecil dekat dengan kolam renang biasa yang beliau gunakan untuk mengusir rasa sepinya bergosip ria dengan pembantu. Dan benar, lamat lamat kehebohan terdengar saat Tata menyusuri teras penghubung bangunan. Tata melihat mamanya sedang berdebat dengan pembantu tentang tayangan yang sedang mereka nikmati, ia mendekat dan lalu menarik bantal yang ada di pangkuan sang mama lantas menggunakannya untuk mengganjal kepala bersandar pada bale malas tempat favorit sang papa.
“Ih Ta… kamu nggak ke kampus”
Tata menggeleng
“Nggak ada acara dengan Hendra?”
Tata kembali menggeleng dengan memainkan minuman yang ada di mulutnya hasil comotan dari dapur sebelum ia datang ke pendopo
“Berarti kamar sudah bisa mbak bersihkan, Non?”
Sang pembantu bertanya. Kebiasaan Tata yang tidak ingin ada orang lain dalam kamarnya ketika ia masih ada di dalam rumah membuat sang pembantu harus bekerja dua kali hanya untuk membereskan kamar putri majikannya. Kini Tata mengangguk ringan.
“hhhmmm Mbak bisa pinjam CD korea juga nggak, Non”
Tanyanya lagi dengan hati hati, ia membaca suasana hati tuan putrinya sedang tidak begitu bagus sehingga ia harus ekstra sopan meminta ijin meminjam koleksi Tata. Nyonya Jasmine menatap putrinya, Nyonya cantik itu menunggu respon dari putrinya atas pertanyaan pembantu yang ingin meminjam koleksi korea yang ia miliki. Jika anggukan artinya ia bisa memuaskan diri menikmati alur drama yang berbeda dari tontonan harian yang ia nikmati. Dan Tata mengangguk, Nyonya Jasmine memainkan alisnya memberi isyarat pada pembantunya, rupanya dua wanita beda profesi itu sudah mengincar judul dari koleksi yang Tata miliki.

Cukup pengang kuping Tata mendengarkan keributan antara Ny Jasmina dan Pembantu Rumah Tangganya membahas setiap tayangan yang mereka tonton mulai dari iklan, sinetron sampai pada bintang korea yang mereka tonton. Tata hanya bisa menggelang dan sesekali tampak bibirnya mengerucut kesal karena menurutnya mereka terlalu lebay. Sang Mama yang nampaknya sangat anggun dan elegan ternyata tidak mampu mengendalikan pesona para  bintang yang ada dalam tayangan televisi. Tak ada yang bisa dibahas disaat konsentrasi penghuni rumah sudah terfokus pada layar kaca, Tata bergegas kembali ke kamarnya. Sesampainya di kamar, ia membuka ponsel mencoba mengecek barangkali ada sesuatu hal yang penting yang dapat membuatnya sedikit bersemangat namun nihil karena tidak satu pun yang sanggup mengusir rasa bosan dan mati gayanya hari ini.

“Taa….. Tata, bangun woi….”
Renita menggoyang goyangkan badan Tata yang tertidur telungkup diatas kasur dengan majalah di tangan
“Ta…. Buka mata lo, jam segini molor…. Heeei ini gue sama Salsa udah nyampe. Bangun bangun woooi”
Sekali lagi Renita berteriak memaksa Tata membuka matanya, kamar nampak masih rapi menandakan bahwa Tata benar benar belum melakukan hal yang berarti di ruangan itu. Renita melepaskan jaket yang ia kenakan dan lalu merebahkan badannya di samping Tata. Masih dengan nada yang malas, Tata menyapa sahabatnya
“Udah lama lo?”
“Barusan”
“Salsa mana?”
“Tau tuh… kayaknya lagi sama Mama Lo di pendopo”
“Nonton Drakor????”
“Tauuuu…. Tadi kedengeran rame banget jadinya dia nelonyor kesana. Paling juga nanyain makanan
“Lah yang bukain pintu buat lo berdua, siapa?”
“Ya pembantu lo lah… masa gue menyelinap masuk kamar lo kayak maling. Aiiish ati ati lo kalau main nuduh bisa dilaporin lo”
“Idiiih siapa yang nuduh, gua nanya… NANYA, Ren”
Tata membalikkan badannya dan lalu menimpuk wajah Renita dengan bantal yang ada

“Aduuuuuuh……. parah parah”
“Apaan sih?”
Tiba tiba Salsa memasuki kamar Tata dengan mulut komat kamit terus keheranan dengan apa yang sudah ia saksikan di pendopo mini rumah Tata, Renita yang semula terbaring memejamkan matanya sudah beralih posisi siap mendengarkan cerita Salsa yang terus mengumpat penuh ketidak percayaan sementara Tata hanya diam tak berkomentar karena sudah bisa menebak apa yang menjadi sumber keheranan sahabatnya
“Ta, setiap hari rumah lo kayak gini ya”
Tanya Salsa sebelum dia menjabarkan cerita yang membuatnya hampir sakit kepala karena tidak percaya
“Maksud Lo?”
Renita balik bertanya pada Salsa karena kini dia heran dengan pertanyaan yang diajukan oleh Salsa mengingat ini bukanlah pertama kalinya bagi Salsa menginjakkan kaki di kediaman keluarga Darmawan selama mereka bersahabat dengan Tata.
“Maksud gue tingkah Tante Jasmine kalau berada di rumah?”
“Tante Jasmine?”
“Hooh”
“Kenapa, mereka masih terus saling ngenyel dengan idola masing masing dan membandingkan dengan artis indo”
Tata menjawab santai dan kembali menelungkupkan badannya diatas guling sembari memainkan ponselnya
“Itu yang gue maksud” jawab Salsa cepat
“Emang kenapa?”
Renita yang mulai penasaran ikut menambahkan pertanyaan
“Asal lo tau Nyit… wuih kacau, udah tiap segmen di bahas habis, pemainnya di banding bandingin ma produk local kita lantas pindah chanel iklan pun dibahas tuntas hahahahahaaaa....
“Heol… sumpeh lo?”
Renita terkejut tak percaya dan kemudian ikut tertawa mendengar penjelasan dari Salsa
“Beneran, gue aja heran…. Yang lebih parah lagi, itu muka Hendra yanga ada di iklan. Huh habis sama pembokat Tata”
“hahahahaaaa…. Itu Ta alasan lo malas nonton sama mama lo?”
Tata mengangguk sedangkan Salsa dan Renita tertawa tidak percaya bahwa wanita paruh baya yang sangat feminine dan berkarisma itu akan menunjukkan sisi lain yang bertolak belakand dengan penampilannya ketika menikmati hiburannya. Ditengah canda tawa Salsa dan Renita yang meledek Tata, salah satu obyek pembicaraan mereka memasuki kamar Tata dengan nampan yang penuh dengan makanan dan minuman, keduanya terdiam dan Tata hanya bisa melempar dua makhluk bising itu dengan apa saja yang dapat ia raih untuk sekedar menegaskan ‘tu orang yang kalian tertawakan menjamu dengan penuh kesopanan’ dan selepas pembantu Tata meninggalkan kamar keduanya kembali terbahak
“Ta… kuping lo nggak panas ya saat Hendra dibandingkan dengan orang lain yang emak lo suka?”
“Hendra?”
“Iya Nyit…. Itu tante Jasmine yang muka Indo ternyata lebih tertarik sama wajah lokal loh… hahahahaha”
“Maksud lo, Sa?”
“Iya... hahahaha susah jelasinnya, lo intip sendiri gih di pendopo, pasti lo bakal paham ....”
“Hust... berisik lo Sa”
Tata yang mulai kebisingan dengan tema pembicaraan yang menjadi makanannya setiap hari sedikit kesal
“Emak Lo lebih demen muka muka semacam si Al dari pada cowok lo, apa kata emak lo seandainya tahu muka anak pak haji ya?”
Salsa masih tidak bisa menahan rasa gelinya melihat reaksi nyonya Jasmine dengan wajah wajah indo yang bertebaran di layar kaca
“Gue aja belum tau muka si anak pak haji itu, apalagi emak gue”
“Kan gue pernah ngirim fotonya Ta ke Hp lo”
“Apaan kirim foto apa kirim jepretan hasil reka kejahatan Lo Ren... udah jauh ngeblur pula”
“Hahahahahaa anak Pak Haji nggak akan lulus sensor emak lo Ta, gue yakin”
Salsa terus terbahak menertawakan Tata dengan pemuda pemuda berwajah Indo yang ada disekiliking dan sangat bertolak belakang dengan selera orang tuanya
“udah diem kenapa sih Sa.... pengang nih kuping gue”
Tata yang sudah menahan rasa kekinya kini tidak dapat membendung lagi, ia menutup muka Salsa dengan bantal yang ia pegang dan terus berusaha menghentikan suara tawa Salsa yang memberontak. Canda tawa ketiga sahabat itu terdengar sangat kacau dan gaduh.
Lelah bergumul dengan bantal dan guling, ketiganya tertawa bersama dan kini dengan nafas yang masih terengah engah mereka telentang diatas kasur memandang langit langit kamar yang polos berwarna putih. Angan angan ketiganya saling berlarian entah kemana mengikuti apa yang mereka pikirkan.
“Lo kenapa nggak ke kampus, nggak ada kuliah?”
Tanya Renita kemudian, setelah suasana hening sempat hinggap beberapa menit lamanya
“Gue lagi suntuk parah.... percuma ke kampus kalau nggak bisa konsen”
“Lo kenapa sih Ta, akhir akhir ini sensi banget, bukannya lo punya pacar. Harusnya lo berbunga bunga dong setiap harinya
“Betul… kan udah resmi punya pacar, apalagi coba”
Salsa mengangguk setuju dengan pernyataan Renita, Tata yang kini memiliki Hendra memang seharusnya tidak lagi memiliki alasan untuk galau mengingat mereka baru saja meresmikan hubungan. Resmi??... Salsa dan Renita berpandangan, isi kepala keduanya seakan menemukan satu point yang sama.
“Apa??!!”
Tata bangkit dari posisinya berusaha menjauh dari kedua sahabatnya karena ia seakan bisa membaca isi dari pikiran dua orang yang kini menatapnya
“Nggak penting apa yang akan lo berdua tanyain ke gue, tanggal jadian kan???”
Keduanya mengangguk dengan mantap
“Tidak ada tanggal jadian dan sejauh ini gue ma Hendra tidak ada acara tembak menembak. Kita tahu apa yang kami lakukan dan kami cukup dewasa untuk memahami hubungan yang sedang ada diantara kami. Titik dan gue tidak menerima pertanyaan, okay!”
Tidak ada titik dan koma dalam kalimat Tata, ia mengucapkan apa yang ingin ia sampaikan dengan kalimat tanpa jeda. Yang ia pahami kini, kedua sahabatnya cukup penasaran dengan cerita awal hubungannya dengan Hendra ataupun alasan dirinya merasakan kejenuhan.
”Terus lo suntuk, kenapa? Harusnya sebagai seorang cewek yang mempunyai cowok sekeren dan seganteng Hendra, lo nggak ada alasan untuk itu Ta. Lo tinggal ngajak Hendra jalan, manja manjaan sama dia dan selesailah urusan hati lo. Lalu kenapa lo justru memanggil kita berdua kesini?”
“betul”
Renita menutup muka Salsa dengan jarinya saat untuk kesekian kalinya gadis bermata sipit itu mengannguk dengan reaksi yang sama.
“Atau jangan jangan Lo belum yakin sama perasaan lo ke Hendra ya?”
Lanjut Renita kemudian
“Nyit… gila lo”
Salsa menyenggol pelan Renita, dia takut Tata akan merasa tersinggung dengan pertanyaan Renita tentang perasaannya. Ia tahu Tata seseorang yang sangat terbuka tapi tidak dengan urusan hatinya, Tata tidak akan membiarkan orang lain mencampuri keputusan yang ia ambil jika itu tentang hati.
Kling benda serba canggih itu menyita perhatian ketiganya, layar menyala. Dengan segera Tata menyambar ponselnya sebelum Renita dan Salsa membaca pesan yang masuk disana
‘Ta, siang malam ini gue harus ke Surabaya. Ada kerjaan disana selama tiga harian. Bisa kita ketemu sebelum gue ke Bandara?’
Tata membaca pesan itu dengan ekspresi datar, ia ragu untuk memutuskan.
‘Gue nggak janji Hend, tapi nanti gue kabari. Hari ini gue padat banget’
‘okay, tapi usahakan ya…. Gue kangen sama lo, Ta’
‘begitu urusan gue selesai, gue akan kasih kabar’
‘Gue tunggu cantik, love you…’
Bibir Tata tersenyum, tapi jemarinya tidak lagi membalas pesan cinta Hendra. Melihat senyum mengembang di bibir tipis Tata yang sedang galau, Renita dan Salsa berpandangan. Keduanya mengangkat bahu secara bersamaan dan kompak menarik nafas panjang lalu menjatuhkan badan kembali diatas kasur yang sudah terlihat tidak rapi dan kemudian Tata menimpa keduanya dengan sengaja semakin memperparah keadaan kasur karena gerak ketiganya yang tidak beraturan.
“By the Way Ta…. Kemarin kita ketemu sama anak Pak Haji”
Renita teringat pada pertemuan secara tidak sengaja dengan pemuda yang kini menyita perhatian Tata karena rasa penasaran yang memenuhi dirinya
“Dimana??”
Tata yang mendengar sebutan anak pak haji keluar dari mulut Renita langsung terlihat antusias
“Di CafĂ© tempat gue dan Salsa makan”
“Hooh” Salsa menegaskan
“Haaaaah gue bener bener ketiban sial kemarin… tahu gitu harusnya gue ngikut kalian aja”
“Lagian lo sok sibuk bener, emang lo kemarin kemana sih?”
Tata tidak menjawab, dia hanya tersenyum dengan gaya malu malunya menyembunyikan kebenaran dari kedua sahabatnya
“Jangan bilang lo ngintai anak pak Haji lagi?”
Tata mengangguk, sontak anggukan Tata membuat dua sahabatnya kembali terpingkal pingkal karena Tata melakukan hal yang sia sia
“Dan gue berakhir tanpa hasil dengan pasrah mengekor langkah Papa”
Tata menjelaskan kesialan yang ia alami dengan suara malas dan wajah kecutnya
“KEPERGOK”
Kompak keduanya meledek Tata yang kembali memasang wajah Betenya karena harus mengingat kejadian yang ia alami kemarin malam. Tawa kembali pecah.
---

Raka menatap laptopnya dengan kerutan di dahi, ia nampak sangat serius. Sesekali ia membuka ponselnya seakan berniat akan menelpon seseorang namun ragu ragu. Beberapa saat apa yang dilakukan Raka tidak berubah, apa yang ada di layar laptopnya bukanlah hal yang menjadikan kerutan di kening. Benda itu hanya ia jadikan sebagai kamuflase seandainya dengan tiba tiba ada yang memasuki ruang kerjanya. Keadaan ini sebenarnya sudah mengganggu pikirannya selama beberapa hari belakangan, ia merasa ada yang salah dengan hari harinya. Ada satu kejanggalan yang mengganggu hatinya selama kurang lebih sebulan ini dan ia menemukan jawaban itu semalam. Ia sangat yakin itulah yang selama sebulan ini menjadi penyebab ketidaknyamanan yang ia rasakan, sesuatu yang hilang dari hari harinya tanpa ia sadari sebelumnya. Raka tidak bisa memastikan apapun, ia bahkan tidak berani membahas keadaan yang ia rasakan dengan siapapun karena ia sendiri merasa bahwa hanya dirinya yang merasakan dan tidak dengan lingkungannya. Kejadian semalam memberikan keyakinan penuh padanya, namun ia tidak berani mengambil tindakan. Ia terus berpikir dan berpikir dengan apa yang akan ia lakukan.
Tidak ada yang Raka kerjakan seharian ini, setelah meeting selesai ia hanya duduk di kursi kerjanya dengan memandang laptop seakan sibuk mengerjakan projrect besar yang memerlukan pemikiran dan perhitungan jeli sehingga ia harus mengerutkan dahi.
‘Tidak banyak bicara, menghindari kontak mata dan selalu menghindar dalam setiap perbincangan’
Raka menarik nafas panjang, seharian ia memikirkan dan tidak menemukan jawaban dari tiga point yang ia temukan
‘Dia bukan tipe gadis yang bisa diam tanpa alasan kuat, bukan juga seorang gadis yang akan menjaga image di depan orang lain dengan kepura puraan. Dia gadis yang sangat manja dan tidak akan melu malu manampakkan itu dimanapun ia berada. Yang paling penting, dia orang yang tidak akan betah berada di tempat ramai apalagi hanya seorang diri. Kemarin???, apa yang dia lakukan, untuk apa dia disana dengan gaya pakaian yang seperti itu?. Dan apa yang ia lakukan itu hanya padaku, tidak pada Zaldy. Ada apa ini sebenarnya?’
Raka terus merangkai apa yang bisa ia ingat dari setiap kejadian yang telah ia alami untuk menemukan jawaban atas pertanyaan pertanyaan yang menggaggu pikirannya. Ia tidak mengetahui secara pasti apa yang terjadi pada orang lain disekitarnya tapi ia merasa sangat yakin bahwa hanya dia yang mendapatkan perlakuan aneh dari gadis yang kini sangat dingin itu. Selama sebulan ini Raka memang sangat jarang melihat gadis itu berada di rumahnya, tapi dia tidak pernah berpikir bahwa hal itu aneh, awalnya ia mengira kepulangannya ke rumah terlambat sehingga tidak sempat melihat gadis yang menghabiskan lebih banyak waktunya di rumahnya itu ada disana, ia juga tidak aware dengan keberadaan adiknya yang lebih banyak berada di rumah saat dia pulang dari kerja. Zaldy lebih banyak berada di rumah ketimbang dengan hari hari sebelumnya dan itu diluar kebiasaannya yang terlihat lebih sibuk dari dirinya, waktu itu yang ada di pikirannya hanya satu, status.
‘Apakah aku melakukan kesalahan padanya, tapi apa? Sejauh ini tidak ada hal yang membuat Tata harus merasa kesal padaku. Kami jarang sekali berinteraksi selain saat dia main ke rumah. Apakah dia menemukan sesuatu tentang diriku yang salah sehingga dia menjaga jarak karena menganggap itu akan berpengaruh negative padanya? Rasanya tidak mungkin, sejauh ini Tata sangat mengagumiku sebagai seorang kakak ataupun pengusaha muda. Dia selalu meganggap apa yang aku lakukan adalah hal yang pantas untuk menerima acungan jempol bahkan disaat aku sendiri tidak yakin. Lalu kenapa tiba tiba dia bersikap demikian. Apakah pacarnya melarang dia terlalu akrab denganku, tapi sama Zaldy?? Bukankah Al juga orang lain dalam hidup Tata. Kenapa sama Al dia tetap bersikap wajar sedangkan denganku dia sangat lain seakan dia sangat muak terhadapku. Ancamankah diriku bagi hubungannya dengan model itu? Bukankah dia lebih memiliki segalanya jika dibandingkan dengan aku. Dia ganteng, atletis, putih dan lagi dia memiliki pesona yang aku tidak punya. Berarti itu bukan alasannya, tapi apa??? Apakah ini hanya pikiranku saja yang terlalu perasa?’
Raka terus berpikir, dia tidak bisa melupakan sorot mata dingin yang Tata berikan semalam. Raka sangat yakin seandainya bukan Pak Darmawan yang memaksanya, gadis itu sudah memilih untuk melarikan diri ketimbang harus berada disana bersamanya, bersama dengan team mereka. Kemarahan yang ada di dalam sorot mata indah itu sama sekali tidak bisa ditutupi oleh senyum yang Tata paksakan, dia tersenyum dengan wajah yang sangat aneh dan keanehan itu semakin terasa saat Zaldy bergabung bersama mereka dan Tata memperlakukannya secara wajar. Marah karena Zaldy tidak bisa dihubungi, ngotot dan tidak ingin dikalahkan saat beradu mulut akan tetapi saat Pak Darmawan mulai mengajak dirinya (Raka) berbicara maka Tata akan diam dan segera memasang ekspresi datarnya. Kebengongan Raka berlangsung sangat lama, bahkan dia tidak menyadari sekretaris yang masuk ke ruangannya sudah berdiri mematung beberapa detik di hadapannya menunggu jawaban atas apa yang ia sampaikan
“Uh… ada apa Yen?”
Tanyanya kikuk saat ia menyadari ada seseorang dalam ruanganya, sesaat ia terdiam dan lalu menarik nafas dalam yang berat
“Maaf, saya sedikit lelah akhir akhir ini sehingga tidak bisa konsentrasi dengan benar. Saya harus tanda tangan dimana?”
Tanya Raka tanpa membaca berkas apa yang disodorkan oleh sekertarisnya, ia hanya membolak balikkan lembaran demi lembaran dalam map itu mencari tempat yang benar baginya untuk membubuhkan tanda tangan
“Tidak dibaca lagi Pak, barang kali ada koreksi lagi”
“Tidak usah, saya percaya sama hasil kerja kamu. Segera kamu fax saja ke kantor pusat sdetelah saya tanda tangani”
“Baik Pak”
“Oh iya, Yen. Jadwal saya untuk esok hari kamu rescheduling ya…. Besok saya ingin istirahat dulu.. kalau tidak ada yang mendesak kamu handle semuanya”
“Baik Pak”
“Hari ini tidak ada sesuatu yang penting lagi kan?”
Tanya Raka kemudian untuk memastikan bahwa keberadaannya di kantor sudah tidak begitu dubutuhkan dan dia bisa meninggalkan segala kepenatan
“Hari ini tidak lagi pertemuan yang harus Bapak hadiri, hanya ada pihak supplier nanti yang akan datang dan bisa di handle sama devisi logistic”
“Oke kalau gitu kirimkan ini ke kantor pusat. Kalau ada apa apa kamu telepon saja, saya mau balik dulu”
“Baik Pak”
Raka meninggalkan ruangannya dengan sekertaris yang masih membereskan meja kerja, pergi meninggalkan segala pertanyaan tanpa jawab yang belum dapat dia pecahkan.
­­---

Setelah seharian menghabiskan waktu dengan kedua sahabatnya, Tata sedikit merasa lega. Kepenatan yang ada dalam pikirannya sedikit berkurang dengan canda tawa yang mereka nikmati bersama. Tata mengambil kunci motor, rasanya tidak menikmati udara luar selama sehari ini membuatnya mengharuskan diri untuk keluar rumah, ia memutuskan untuk membeli sesuatu di Mini Market yang ada di depan kompleksnya. Suasana sore hari dengan hawa sejuk dan langit cerah sangat sayang jika dilewatkan. Tanpa ada sedikit niatpun dibenak Tata untuk pergi menemui Hendra sesuai dengan permintaan. Ia benar benar enggan untuk meninggalkan rumah dan lagi Zaldy tidak akan bisa mengantakan , sementara untuk menaiki taksi ia kurang percaya diri. Keputusan untuk menolak ajakan Hendra bertemu sebelum dia terbang ke Surabaya sudah bulat diambil, Tata mantap. Ia memarkir motornya di depan toko dan menitipkannya pada tukang parkir yang menjadi langganan godaannya
“Eh Mbak Tata… tumben sendirian Mbak”
“Lah memangnya harus sama siapa Mas? Harus bawa rombongan?
“Mbak Tata bisa saja. Mau belanja ya Mbak”
“Nggak Mas, mau foto copy”
“Lah bagaimana ini mbak Tata?’
“Ya iyalah mau belanja Mas…. Mas Darto juga udah tahu ini mini mart, masih tanya aja. Udah ah nitip sebentar ya”
“Beres mbak”
Tata meninggalka motornya dan memasuki mini market langganannya itu. Entah apa yang akan ia beli, yang dia cari adalah sesuatu yang dapat mengalihkan perhatiannya dan rak camilan menjadi sasaran pertama yang ia tuju. Selesai memenuhi keranjang dengan aneka snack kegemarannya, Tata berlari menuju rak kecil tempat teenlit berada. Setengah berlari dengan menjawab telepon Renita, matanya mengincar satu buku kecil yang dipajang disana
“Iya Ren, gue hampir lupa… kayaknya sih tadi gue sempet lihat, tapi gue ragu mo ambilnya”
“Iya ini gue lagi ada di mini market depan”
Dengan satu keranjang belanjaan ditangan dan menjawab ponsel di tangan lainnya, Tata berlari kecil menuju tempat barang incarannya berada, secepat kilat ia mengambil teenlit yang ia bicarakan dengan Renita dalam telepon dan tanpa sengaja menyenggol konsumen lain yang sudah berdiri di depan rak membaca sinopsis buku yang ia pegang
“Oh Maaf Mas”
“Ta?”
Tata terdiam sesaat ketika dia sadar seseorang yang sudah ia senggol. Tanpa membaca teenlit yang ia ambil, Tata memasukkannya dengan segera kedalam keranjang dan menyodorkannya pada petugas kasir yang ada. Dia berharap kasir akan menotal barang belanjaannya dengan ekstra cepat.
“Sama Al?”
“Nggak, sendiri”
Jawab Tata singkat, enggan berbasa basi
“Berapa Mbak?”
Tanya Tata sesaat kemudian pada petugas kasir. Dengan menyodorkan beberapa lembar rupiah Tata mengambil tas kresek yang penuh dengan makanan ringan
“Ta, tunggu dulu.. gue mau ngomong sama Lo”
Raka mencoba menghentikan langkah Tata yang menghindarinya, tapi tatapan dingin Tata saat menoleh padanya membuat dia menghentikan niat untuk mengejar gadis itu. Ia menarik nafas dalam dengan gelengan melihat punggung Tata yang kini sudah ada di parkiran siap meninggalkan halaman mini market dengan motornya menghilang dibalik senja, senja yang memerah seakan menyempurnakan amarah Tata yang sama sekali tidak ia ketahui alasanya.


Dont Miss it :
Part 5 : PLAY GIRL JATUH CINTA : Unlucky

1 komentar: